Kamis, 26 Februari 2015

PENGERTIAN WAHYU DAN AL-QUR’AN



PENGERTIAN WAHYU DAN AL-QUR’AN

A.    Pengertian Wahyu
Wahyu secara bahasa sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Faris dalam kitabnya Mu’jam al-maqayis fil-Lugah terambil dari akar kata (waw-ha’-ya’) yang artinya berkisar pada pemberitahuan kepada orang lain dengan tersamar. Pemberitahuan tersebut baik dengan cara member isyarat atau dengan lisan. Wahyu juga bisa berarti cepat, bisa juga berarti suara. Oleh karena itu, setiap apa yang engkau sampaikan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut memahaminya disebut wahyu.
Adapun pengertian wahyu secara istilah menurut Muhammad ‘Abduh yaitu : Pengetahuan yang didapatkan seseorang pada diri sendiri, disertai keyakinan bahwa pengetahuan tersebut berasal dari Alloh, baik melalui suara yang bisa didengar atau tanpa didahului oleh suara.
Syekh Manna’ Khalil al-Qattan mendefinisikan wahyu sebagai berikut : Wahyu adalah kalam Alloh yang diturunkan kepada orang yang terpilih di antara hamba – hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, dengan cara yang tersamar dan cepat.
Dari pengertian tersebut bisa diambil beberapa pengertian, yaitu :
1.      Wahyu adalah pemberitahuan secara tersamar dan cepat, baik dengan suara maupun tidak.
2.      Sumber wahyu adalah Alloh SWT
3.      Objek wahyu adalah orang yang dipilih oleh Alloh untuk menerima wahyu tersebut. Mereka adalah para rasul dan nabi. Oleh karena itu, wahyu adalah cirri yang paling khusus dari seorang yang menjadi nabi. Untuk mengetahui apakah seseorang itu nabi atau bukan, bisa diketahui melalui perilakunya yang luhur yang sesuai dengan misi dakwahnya kepada ummatnya.
4.      Penyampaian wahyu tersebut baik secara langsung oleh Alloh sebagaimana wahyu-Nya kepada nabi Musa, maupun tidak langsung yaitu melaluisalah satu malaikat-Nya, apakah malaikat Jibril atau yang lainnya.

Dalam Al-Qur’an kata wahyu terulang sebanyak 78 kali. Dari sekian banyak pengulangan tersebut, pengertian wahyu mencakup berbagai hal. Berikut uraiannya :
1.      Wahyu berarti ilham fitri (ilham yang sesuai dengan naluri dasar manusia) sebagaimana yang diterangkan pada Surat Al-Qasas ayat 7 :”Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa : “Susuilah dia (Musa).”
2.      Wahyu berarti bisikan setan sebagimana diterangkan pada Surat Al-An’am ayat 112 : “Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan – setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan.”
3.      Wahyu berarti instink/garizah atau naluri pada hewan. Hal ini terjadi pada binatang sebagaimana firman Alloh dalam Surat An-Nahl ayat 68 :”Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah :”Buatlah sarang di gunung – gunung, di pohon – pohon kayu, dan di tempat – tempat yang dibikin manusia.”
4.      Wahyu berarti memberikan isyarat kepada orang lain sebagaimana firman Alloh dalam Surat Maryam ayat 11 : “Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.”
5.      Wahyu berarti penyampaian informasi dari Alloh kepada para nabi-Nya, baik secara langsung maupun melalui perantaraan malaikat Jibril ataupun malaikat lainnya sebagaimana firman Alloh dalam Surat Asy-Syura ayat 51 :”Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Alloh akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Maha Bijaksana.”

Dari kelima pengertian wahyu di atas, jelaslah bahwa Al-Qur’an menggunakan kata wahyu untuk berbagai macam pengertian, yang semuanya mempunyai arti pemberian informasi kepada orang lain secara cepat dan tersamar. Subjek yang member wahyu bisa dari seseorang sebagaimana pada Nabi Zakaria, atau setan, atau malaikat, atau Alloh SWT sendiri.

Cara Turunnya Al-Qur’an
Cara – cara Alloh mewahyukan kalam-Nya kepada para nabi-Nya dengan cara – cara sebagi berikut :
1.      Alloh memasukkan wahyu-Nya dengan menghunjamkan atau menghembuskan kalm-Nya langsung ke dalam hati Nabi atau biasa disebut dengan an-nafs fir-rau’. Pada saat itu, Nabi tidak menyangsikan lagi bahwa sumber dari informasi tersebut adalah Alloh SWT. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa Nabi Muhammad bersabda : “Sesungguhnya Roh Kudus (Malaikat Jibril) telah menghembuskan ke dalam hatiku : bahwa jiwa manusia tidak akan mati sampai dia menyempurnakan jatah rezeki dan ajalnya, oleh karenanya bertakwalah kepada Alloh dan berbaik – baiklah dalam mencari rezeki.”
2.      Melalui mimpi. Ilham juga termasuk dalam kategori ini. Termasuk dalam kategori wahyu di sini adalah mimpi yang baik (ar-ru’ya ash-shalihah) sebagaimana yang terjadi pada diri Nabi Ibrahim. Beliau bermimpi menyembelih anaknya sendiri, sebagimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 101 – 102 : “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail). Maka ketika anakm itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata :”Wahai anakku! Sesungguhnya akun bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab : “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Alloh) kepadamu; insya Alloh engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Dari ayat ini para ulama menyimpulkan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu yang dating dari Alloh sebagai pesan yang disampaikan kepada mereka. Jika mimpi para nabi adalah wahyu, tidak demikian halnya dengan mimpi yang baik dari hamba Alloh yang saleh, walaupun mimpi yang baik dari orang saleh adalah benar adanya dan termasuk kabar gembira (al-mubasysyirat). Proses turunnya wahyu dari langit berakhir sepeninggal Nabi Muhammad.
3.      Alloh SWT berkata langsung tanpa ada tabir atau penghalang kepada nabi-Nya sebagimana apa yang dilakukan-Nya terhadap Nabi Musa. Firman Alloh dalam hal ini termaktub dalam Surat An-Nisa’ ayat 164 : “Dan kepada Musa, Alloh berfirman langsung.”
Dalam Surat Al-A’raf  ayat 143 Alloh SWT juga berfirman :”Dan ketika Musa dating untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.”
4.      Alloh mengutus seorang malaikat kemudian malaikat tersebut menyampaikan wahyu dari Alloh kepada para nabi. Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari ‘Aisyah bahwa seorang sahabat Nabi bernama Haris bin Hisyam bertanya kepada Nabi : “Ya Rasulullah, bagaimana wahyu datang kepadamu? Nabi menjawab : Terkadang seperti bunyi lonceng, inilah yang paling berat bagiku. Lalu aku tersadar dan aku memahami apa yang dia (Jibril) katakana. Terkadang malaikat menjelma lalu berkata kepadaku dan aku memahami apa yang dia katakana.
Pada bagian lain Alloh SWT menjelaskan tentang turunnya Al-Qur’an melalui Malaikat Jibril yang termaktub dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 192-195 : “Dan sungguh, (Al-Qur’an) ini benar – benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang member peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.
Pada Surat Al-Baqarah ayat 97 Alloh SWT juga berfirman : “Katakanlah (Muhammad):”Barangsiapa menjadi musuh Jibril, Maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan izin Alloh, membenarkan apa (kitab – kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang – orang beriman.”
Dari berbagai cara yang disebutkan di atas dan dengan melihat ayat – ayat yang dikemukakan, menjadi jelas bahwa Al-Qur’an disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui cara yang ketiga yaitu melalui Malaikat Jibril. Pada saat Malaikat Jibril akan menyampaikan wahyu, adakalanya didahului oleh gemerincing lonceng agar Nabi betul –betul mempersiapkan diri sebelum menerima wahyu, atau Malaikat Jibril terlebih dahulu menjelma menjadi manusia biasa agar Nabi merasa aman dan terbiasa. Tidak ada riwayat yang menginformasikan Al-Qur’an diturunkan secara langsung kepada Nabi Muhammad atau melalui mimpi.
Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup (hidayah) bagi seluruhb umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berangsur – angsur selama kurang lebih 23 tahun. Turunnya Al-Qur’an kepada beliau tidakm menentu dari segi waktu dan keadaan.
Definisi Al-Qur’an
Dari segi bahasa, para ulama berbeda pendapat tentang nama Al-Qur’an ini, apakah Al-Qur’an musytaq atau terambil dari akar kata tertentu atau bukan. Imam Syafi’i yang membaca Al-Qur’an dengan Al-Quran (tanpa hamzah) berpendapat bahwa Al-Qur’an tidak terambil dari satu kata tertentu, tetapi Al-Qur’an adalah nama dari kitab suci yang diturunkan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad, sebagimana nama kitab Taurat dan Injil. Alasannya adalah jika seseorang mendengarkan bacaan Al-Qur’an, maka yang dia dengarkan adalah bacaan Al-Qur’an bukan sekedar bacaan biasa. Sementara ulama lain berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah musytaq atau terambil dari satu akar kata. Namun, mereka berbeda pendapat apakah akar katanya adalah qaf-ra’-hamzah atau qaf-ra’-nun. Jika terambil dari (qaf-ra’-hamzah), maka artinya adalah bacaan. Al-Qur’an adalah kata jadian (masdar) dari kata qara’a.  Dikatakan qara’a-yaqra’u-qira’atan wa qur’anan. Kata qur’an walaupun kata jadian, tetapi maksudnya adalah al-maqra’u atau sesuatu yang dibaca. Mereka yang mengatakan bahwa kata Al-Qur’an berarti bacaan bersandarkan kepada Firman Alloh SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat 16-19 : “Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur’an) karena hendak cepat – cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami ntelah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya.”
Ada juga yang berpendapat bahwa Al-Qur’an terambil dari kata al-qur’u yang artinya mengumpulkan. Al-Qur’an dikatakan demikian karena Al-Qur’an mengumpulkan satu surah dengan surah lainnya. Ada juga yang berpendapat bahwa Al-Qur’an telah mengumpulkan ringkasan kitab – kitab samawi sebelumnya. Atau, Al-Qur’an telah mengumpulkan banyak ilmu di dalamnya.
Ada juga yang berpendapat bahwa Al-Qur’an terambil dari kata qarinah yang jamaknya al-qara’in yang artinya tanda atau alamat atau indicator. Al-Qur’an dinamakan demikian karena ayat satu dengan lainnya saling membenarkan dan menyerupai, atau satu ayat menjadi indicator terhadap ayat yang lain dalam hal kebenarannya dan lain sebagainya.
Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi terhadap Al-Qur’an. Ada yang mengatakan Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat dan berfungsi sebagai petunjuk (hidayah).
Yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an kalamullah yang diriwayatkan kepada kita yang ada pada kedua kulit mushaf.
Yang lain mengatakan : Al-Qur’an adalah kalamullah  yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang dinukil atau diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya bernilai ibadah.
Ada juga yang mengatakan Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan Bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawatir, yang ditulis di dalam mushaf, dimulai dari Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.
Dari beberapa definisi yang disebutkan, dapat dikatakan bahwa unsur – unsur utama yang melekat pada Al-Qur’an adalah :
a.       Kalamullah
b.      Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c.       Melalui Malaikat Jibril
d.      Berbahasa Arab
e.       Menjadi mukjizat Nabi Muhammad
f.       Berfungsi sebagai hidayah (petunjuk, pembimbing) bagi manusia.
Unsur lainnya seperti : dinukil secara mutawatir, berada di antara dua kulit mushaf yang dimulai dari Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas, membacanya bernilai ibadah, walaupun penting tetapi bukan unsur utama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.