PENGERTIAN WAHYU DAN AL-QUR’AN
A. Pengertian Wahyu
Wahyu secara bahasa sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ibnu Faris dalam kitabnya Mu’jam
al-maqayis fil-Lugah terambil dari akar kata (waw-ha’-ya’) yang artinya berkisar pada pemberitahuan kepada orang
lain dengan tersamar. Pemberitahuan tersebut baik dengan cara member isyarat
atau dengan lisan. Wahyu juga bisa berarti cepat, bisa juga berarti suara. Oleh
karena itu, setiap apa yang engkau sampaikan kepada orang lain sehingga orang
lain tersebut memahaminya disebut wahyu.
Adapun pengertian wahyu secara istilah
menurut Muhammad ‘Abduh yaitu : Pengetahuan
yang didapatkan seseorang pada diri sendiri, disertai keyakinan bahwa
pengetahuan tersebut berasal dari Alloh, baik melalui suara yang bisa didengar
atau tanpa didahului oleh suara.
Syekh Manna’ Khalil al-Qattan
mendefinisikan wahyu sebagai berikut : Wahyu
adalah kalam Alloh yang diturunkan kepada orang yang terpilih di antara hamba –
hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, dengan cara yang tersamar dan cepat.
Dari pengertian tersebut bisa diambil
beberapa pengertian, yaitu :
1.
Wahyu adalah pemberitahuan secara tersamar dan
cepat, baik dengan suara maupun tidak.
2.
Sumber wahyu adalah Alloh SWT
3.
Objek wahyu adalah orang yang dipilih oleh Alloh
untuk menerima wahyu tersebut. Mereka adalah para rasul dan nabi. Oleh karena
itu, wahyu adalah cirri yang paling khusus dari seorang yang menjadi nabi.
Untuk mengetahui apakah seseorang itu nabi atau bukan, bisa diketahui melalui
perilakunya yang luhur yang sesuai dengan misi dakwahnya kepada ummatnya.
4.
Penyampaian wahyu tersebut baik secara langsung
oleh Alloh sebagaimana wahyu-Nya kepada nabi Musa, maupun tidak langsung yaitu
melaluisalah satu malaikat-Nya, apakah malaikat Jibril atau yang lainnya.
Dalam Al-Qur’an kata wahyu terulang
sebanyak 78 kali. Dari sekian banyak pengulangan tersebut, pengertian wahyu
mencakup berbagai hal. Berikut uraiannya :
1.
Wahyu berarti ilham fitri (ilham yang sesuai dengan naluri dasar manusia)
sebagaimana yang diterangkan pada Surat Al-Qasas ayat 7 :”Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa : “Susuilah dia (Musa).”
2.
Wahyu berarti bisikan setan sebagimana diterangkan pada Surat Al-An’am ayat 112 :
“Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami
menjadikan musuh yang terdiri dari setan – setan manusia dan jin, sebagian
mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai
tipuan.”
3.
Wahyu berarti instink/garizah atau naluri
pada hewan. Hal ini terjadi pada binatang sebagaimana firman Alloh dalam
Surat An-Nahl ayat 68 :”Dan Tuhanmu
mengilhamkan kepada lebah :”Buatlah sarang di gunung – gunung, di pohon – pohon
kayu, dan di tempat – tempat yang dibikin manusia.”
4.
Wahyu berarti memberikan isyarat kepada orang lain sebagaimana firman Alloh dalam
Surat Maryam ayat 11 : “Maka dia keluar
dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka;
bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.”
5.
Wahyu berarti penyampaian informasi dari Alloh kepada para nabi-Nya, baik secara
langsung maupun melalui perantaraan malaikat Jibril ataupun malaikat lainnya
sebagaimana firman Alloh dalam Surat Asy-Syura ayat 51 :”Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Alloh akan berbicara
kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan
mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang
Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Maha Bijaksana.”
Dari kelima pengertian wahyu di atas,
jelaslah bahwa Al-Qur’an menggunakan kata wahyu untuk berbagai macam
pengertian, yang semuanya mempunyai arti pemberian informasi kepada orang lain
secara cepat dan tersamar. Subjek yang member wahyu bisa dari seseorang sebagaimana
pada Nabi Zakaria, atau setan, atau malaikat, atau Alloh SWT sendiri.
Cara Turunnya Al-Qur’an
Cara – cara Alloh mewahyukan kalam-Nya kepada para nabi-Nya dengan cara –
cara sebagi berikut :
1.
Alloh memasukkan wahyu-Nya dengan menghunjamkan
atau menghembuskan kalm-Nya langsung ke dalam hati Nabi atau biasa disebut
dengan an-nafs fir-rau’. Pada saat
itu, Nabi tidak menyangsikan lagi bahwa sumber dari informasi tersebut adalah
Alloh SWT. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa Nabi Muhammad
bersabda : “Sesungguhnya Roh Kudus
(Malaikat Jibril) telah menghembuskan ke dalam hatiku : bahwa jiwa manusia
tidak akan mati sampai dia menyempurnakan jatah rezeki dan ajalnya, oleh
karenanya bertakwalah kepada Alloh dan berbaik – baiklah dalam mencari rezeki.”
2.
Melalui mimpi. Ilham juga termasuk dalam
kategori ini. Termasuk dalam kategori wahyu di sini adalah mimpi yang baik (ar-ru’ya ash-shalihah) sebagaimana yang
terjadi pada diri Nabi Ibrahim. Beliau bermimpi menyembelih anaknya sendiri,
sebagimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 101 – 102 : “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya
dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail). Maka ketika anakm
itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata :”Wahai
anakku! Sesungguhnya akun bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab : “Wahai ayahku! Lakukanlah apa
yang diperintahkan (Alloh) kepadamu; insya Alloh engkau akan mendapatiku
termasuk orang yang sabar.”
Dari
ayat ini para ulama menyimpulkan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu yang dating
dari Alloh sebagai pesan yang disampaikan kepada mereka. Jika mimpi para nabi
adalah wahyu, tidak demikian halnya dengan mimpi yang baik dari hamba Alloh
yang saleh, walaupun mimpi yang baik dari orang saleh adalah benar adanya dan
termasuk kabar gembira (al-mubasysyirat).
Proses turunnya wahyu dari langit berakhir sepeninggal Nabi Muhammad.
3.
Alloh SWT berkata langsung tanpa ada tabir atau
penghalang kepada nabi-Nya sebagimana apa yang dilakukan-Nya terhadap Nabi
Musa. Firman Alloh dalam hal ini termaktub dalam Surat An-Nisa’ ayat 164 : “Dan kepada Musa, Alloh berfirman langsung.”
Dalam
Surat Al-A’raf ayat 143 Alloh SWT juga
berfirman :”Dan ketika Musa dating untuk
(munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman
(langsung) kepadanya.”
4.
Alloh mengutus seorang malaikat kemudian
malaikat tersebut menyampaikan wahyu dari Alloh kepada para nabi. Dalam satu
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari ‘Aisyah bahwa seorang sahabat
Nabi bernama Haris bin Hisyam bertanya kepada Nabi : “Ya Rasulullah, bagaimana wahyu datang kepadamu? Nabi menjawab :
Terkadang seperti bunyi lonceng, inilah yang paling berat bagiku. Lalu aku
tersadar dan aku memahami apa yang dia (Jibril) katakana. Terkadang malaikat
menjelma lalu berkata kepadaku dan aku memahami apa yang dia katakana.
Pada
bagian lain Alloh SWT menjelaskan tentang turunnya Al-Qur’an melalui Malaikat
Jibril yang termaktub dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 192-195 : “Dan sungguh, (Al-Qur’an) ini benar – benar diturunkan
oleh Tuhan seluruh alam, Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke
dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang member peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas.
Pada
Surat Al-Baqarah ayat 97 Alloh SWT juga berfirman : “Katakanlah (Muhammad):”Barangsiapa menjadi musuh Jibril, Maka
(ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur’an) ke dalam hatimu
dengan izin Alloh, membenarkan apa (kitab – kitab) yang terdahulu, dan menjadi
petunjuk serta berita gembira bagi orang – orang beriman.”
Dari berbagai cara
yang disebutkan di atas dan dengan melihat ayat – ayat yang dikemukakan,
menjadi jelas bahwa Al-Qur’an disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui cara
yang ketiga yaitu melalui Malaikat Jibril. Pada saat Malaikat Jibril akan
menyampaikan wahyu, adakalanya didahului oleh gemerincing lonceng agar Nabi
betul –betul mempersiapkan diri sebelum menerima wahyu, atau Malaikat Jibril
terlebih dahulu menjelma menjadi manusia biasa agar Nabi merasa aman dan
terbiasa. Tidak ada riwayat yang menginformasikan Al-Qur’an diturunkan secara
langsung kepada Nabi Muhammad atau melalui mimpi.
Al-Qur’an adalah
nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup (hidayah)
bagi seluruhb umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad
setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau
secara berangsur – angsur selama kurang lebih 23 tahun. Turunnya Al-Qur’an
kepada beliau tidakm menentu dari segi waktu dan keadaan.
Definisi
Al-Qur’an
Dari segi bahasa, para
ulama berbeda pendapat tentang nama Al-Qur’an ini, apakah Al-Qur’an musytaq atau terambil dari akar kata
tertentu atau bukan. Imam Syafi’i yang membaca Al-Qur’an dengan Al-Quran (tanpa hamzah) berpendapat
bahwa Al-Qur’an tidak terambil dari satu kata tertentu, tetapi Al-Qur’an adalah
nama dari kitab suci yang diturunkan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad,
sebagimana nama kitab Taurat dan Injil. Alasannya adalah jika seseorang
mendengarkan bacaan Al-Qur’an, maka yang dia dengarkan adalah bacaan Al-Qur’an
bukan sekedar bacaan biasa. Sementara ulama lain berpendapat bahwa Al-Qur’an
adalah musytaq atau terambil dari
satu akar kata. Namun, mereka berbeda pendapat apakah akar katanya adalah qaf-ra’-hamzah atau qaf-ra’-nun. Jika terambil dari (qaf-ra’-hamzah), maka artinya adalah bacaan. Al-Qur’an adalah kata
jadian (masdar) dari kata qara’a. Dikatakan qara’a-yaqra’u-qira’atan
wa qur’anan. Kata qur’an walaupun
kata jadian, tetapi maksudnya adalah al-maqra’u
atau sesuatu yang dibaca. Mereka yang mengatakan bahwa kata Al-Qur’an
berarti bacaan bersandarkan kepada Firman Alloh SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat
16-19 : “Jangan engkau (Muhammad)
gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur’an) karena hendak cepat – cepat (menguasai)nya.
Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.
Apabila Kami ntelah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian
sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya.”
Ada juga yang
berpendapat bahwa Al-Qur’an terambil dari kata al-qur’u yang artinya mengumpulkan. Al-Qur’an
dikatakan demikian karena Al-Qur’an mengumpulkan satu surah dengan surah
lainnya. Ada juga yang berpendapat bahwa Al-Qur’an telah mengumpulkan ringkasan
kitab – kitab samawi sebelumnya. Atau, Al-Qur’an telah mengumpulkan banyak ilmu
di dalamnya.
Ada juga yang
berpendapat bahwa Al-Qur’an terambil dari kata qarinah yang jamaknya al-qara’in
yang artinya tanda atau alamat atau indicator. Al-Qur’an dinamakan demikian
karena ayat satu dengan lainnya saling membenarkan dan menyerupai, atau satu
ayat menjadi indicator terhadap ayat yang lain dalam hal kebenarannya dan lain
sebagainya.
Para ulama berbeda
pendapat dalam memberikan definisi terhadap Al-Qur’an. Ada yang mengatakan Al-Qur’an
adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat dan berfungsi
sebagai petunjuk (hidayah).
Yang lain mengatakan
bahwa Al-Qur’an kalamullah yang
diriwayatkan kepada kita yang ada pada kedua kulit mushaf.
Yang lain
mengatakan : Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang
dinukil atau diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya bernilai ibadah.
Ada juga yang
mengatakan Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan Bahasa Arab, yang sampai kepada kita
secara mutawatir, yang ditulis di dalam mushaf, dimulai dari Surat Al-Fatihah
dan diakhiri dengan Surat An-Nas, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai
mukjizat Nabi Muhammad dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.
Dari beberapa
definisi yang disebutkan, dapat dikatakan bahwa unsur – unsur utama yang
melekat pada Al-Qur’an adalah :
a.
Kalamullah
b.
Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c.
Melalui Malaikat Jibril
d.
Berbahasa Arab
e.
Menjadi mukjizat Nabi Muhammad
f.
Berfungsi sebagai hidayah (petunjuk, pembimbing)
bagi manusia.
Unsur lainnya
seperti : dinukil secara mutawatir, berada di antara dua kulit mushaf yang
dimulai dari Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas, membacanya
bernilai ibadah, walaupun penting tetapi bukan unsur utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.