Rabu, 25 Maret 2015

PSIKOLOGI ABNORMAL GANGGUAN PADA MASA KANAK-KANAK



PSIKOLOGI ABNORMAL GANGGUAN PADA MASA KANAK - KANAK
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Masa kanak-kanak merupakan masa yang rawan sekaligus masa yang menentukan bagi perkembangan anak, oleh karena itu harus diperhatikan segala perilakunya untuk mengetahui normal atau abnormal perilaku anak tersebut. Karena pada masa ini pembentukan kepribadian 80% terjadi pada masa perkembangan ini. Umumnya adanya gangguan perilaku abnormal pada anak dapat diketahui dari berbagai sumber dan seorang yang ahli dalam bidang psikologi.
Perilaku abnormal adalah suatu perilaku yang menunjukan aspek kepribadian, aspek perilaku yang dapat langsung diamati. Menunjuk pada perilaku maladaptif yaitu setiap perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi individu atau masyarakat. Memiliki gangguan mental pada semua bentuk perilaku abnormal mulai dari yang ringan sampai yang terberat.
Mencakup penyakit jiwa yakni mengalami gangguan-gangguan yang melibatkan patologi otak atau berupa disorganisasi kepribadian yang parah.
Diagnosis gangguan perilaku abnormal pada anak tidak memerlukan pemeriksaan canggih, seperti Brain mapping, CT-Scan (Computerized Tomo Scan),atau MRI (Magnetig Resonance Imaging). Pemeriksaan-pemeriksaan itu hanya dilakukan jika ada indikasi tambahan. Suatu gangguan perilaku abnormal pada anak dapat didiagnosis dari beberapa perilaku yang diperlihatkan oleh anak. Dari diagnosis tersebut didapatkan suatu kesimpulan bahwa anak tersebut mengalami gangguan perilaku abnormal atau tidak. Macam-macam gangguan perilaku abnormal antara lain adalah Gangguan Autistik, Retardasi Mental, ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
Anak-anak yang mengalami gangguan perilaku suatu saat bisa berkembang menjadi psikopat. Mereka berulangkali dan dengan sengaja - dan seringkali dengan penuh sukacita - mengganggu hak orang lain dan melanggar norma dan aturan sosial. Beberapa dari mereka dengan gembira melukai dan menyiksa orang atau hewan. Ada juga yang suka merusak benda-benda, menipu, berbohong, dan mencuri.
Anak-anak yang terkena Gangguan Perilaku sangat ahli dalam menyangkal.  Mereka cenderung meminimalkan masalah yang mereka timbulkan dan menyalahkan orang lain atas kelakuan buruk dan kegagalan mereka. Akibat dari upaya penyangkalan ini, mereka akan selalu menunjukkan sikap agresif, mengintimidasi, menggertak, mengamuk dan menunjukkan gerakan tubuh yang mengancam.

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ada pada pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian gangguan masa kanak?
2.    Klasifikasi dan DSM dari gangguan masa kanak ?
3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor penyebab perilaku pada anak ?
4.    Serta terapi apa yang digunakan untuk penanganan gangguan pada masa kanak?

C.  Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat penulisan dari makalah ini adalah agar semua mahasiswa (i) dapat mengetahui secara lebih mendetail mengenai apa sesungguhnya defenisi serta gejala dari gangguan perilaku iti sendiri khususnya pada anak dan remaja, klasifikasi dari gangguan perilaku, faktor-faktor yang mempengaruhi dan faktor penyebab perilaku pada anak, bentuk-bentuk dari perilaku itu sendiri, serta bagaimana penanganan dan pengobatannya.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan perilaku.

B.  Klasifikasi dan DSM Gangguan Masa Kanak

Gangguan di masa kanak – kanak sering dikelompokkan dalam dua kelompok: gangguan eksternalisasi dan gangguan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai oleh perilaku seperti agresivitas, ketidakpatuhan, aktivitas yang berlebihan dan impulsivitas; gangguan tersebut mencakup gangguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas, gangguan tingkah laku, dan gangguan sikap menentang. Gangguan internalisasi ditandai oleh perilaku seperti depresi, penarikan diri dari pergaulan sosial, dan kecemasan dan termasuk gangguan anxietas dan gangguan mood di masa kanak – kanak.

1.      Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas
Pengertian ADHD
Salah satu gangguan eksternalisasi adalah gangguan pemusatan perhatian perhatian/hiperaktivitas (ADHD), yaitu pola tetap tidak adanya konsentrasi dan/atau hiperaktivitas dan impulsivitas yang lebih sering dan lebih parah dari yang umumnya terlihat pada anak – anak di usia tertentu. Istilah hiperaktif tidak asing lagi bagi sebagian besar orang, terutama para orang tua dan guru. Seorang anak yang selalu bergerak, mengetuk –ketukan jari, menggoyang – goyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas, berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah seringkali disebut hiperaktif. Anak – anak tersebut juga sulit berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakannnya dalam waktu yang tertentu yang wajar.

Kriteria Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas dalam DSM-IV-TR
·         Salah satu dari A atau B :
A.    Enam atau lebih wujud kurangnya konsentrasi selama minimal 6 bulan hingga ke tingkat yang maladaptif dan lebih besar dari yang diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang bersangkutan, contohnya, berbagai kesalahan yang sembrono, tidak mendengarkan dengan baik, tidak mengikuti instruksi, mudah teralihkan, mudah lupa dengan aktivitas sehari – hari
B.     Enam atau lebih wujud hiperaktivitas-impulsivitas yang terjadi selama minimal 6 bulan hingga ke titijk yang diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang yang bersangkutan, contohnya, bergerak terus dalam posisi duduk, berlari ke sana ke mari tanpa tujuan (pada orang dewasa selalu bergerak gelisah), bertingkah laku seolah “digerakkan oleh sebuah motor,” berbicara tanpa henti
·         Beberapa dari karakteristik di atas terjadi sebelum usia 7 tahun
·         Terjadi di dua lingkungan atau lebih,a.l.,di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja
·         Disabilitas yang parah dalam fungsi sosial, akademik, atau npekerjaan
·         Tidak terdapat karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan anxietas gangguan mood

Etiologi Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas
Teori Biologis ADHD
Faktor Genetik. Penelitian menunjukkan bahwa prediposisi genetik terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua mengalami ADHD, sebagian anak mereka memiliki kemungkinan mengalami gangguan tersebut (Biederman dkk., 1995)
Faktor – faktor perinatal dan prenatal. Berta lahir rendah, berbagai komplikasi yang berhubngan saat kelahiran, dan zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan (tembakau dan alkohol)
Racun lingkungan. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa pengaruh dari mengkonsumsi alkohol, nikotin, dan zat aditif pada makanan juga sangat berpengaruh pada ADHD. Demikian juga dengan keracunan oleh radikal – radikal bebas, timah, timbel dan lain – lain juga sangat berpengaruh.

Teori Psikologis ADHD
 Psikoanalisa. Psikoanalis anak Bruno Bettelheim (1973) mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yang menyatakan bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu prediposisi terhadap gangguan tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Jika anak memiliki disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah moodnya mengalami stress karena orang tua yang mudah menjadi tidak sabar dan marah, si anak dapat menjadi tidak mampu mengahdapi tuntutan orang tuanya untuk selalu patuh.
Teroti Belajar. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD. Hiperaktivitas dapat dikuatkan oleh perhatian yang ditimbulkannya sehingga meningkatkan frekuensi atau intensitasnya. Atau hiperaktivitas juga dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara – saudara kandung

Penanganan Gangguan ADHD
ADHD umumnya ditangani dengan pemberian obat dan berbagai metode behavioral berdasarkan pengondisian operant.
Pemberian obat stimulant. Khususnya metilfenidat, atau Ritalin. Obat – obatan yang digunakan untuk menangani ADHD mengurangi perilaku mengganggu dan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Penanganan Psikologis. Teknik pelatihan bagi orang tua dan perubahan manajemen kelas berdasarkan prinsip – prinsip pengondisian operant. Berbagai intervensi di sekolah untuk anak – anak dengan ADHD mencakup pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak – anak tersebut dan menerapkan teknik – teknik operant di kelas. Selain itu teknik dengan intervensi behavioral juga sangat membantu bagi anak – anak dengan ADHD

2.      Gangguan Tingkah Laku
Pengertian
Gangguan tingkah laku kadang merupakan awal gangguan kepribadian antisosial di masa dewasa, meskipun banyak anak yang mendapatkan diagnosis tersebut tidak berlanjut ke ganggan yang lebih ekstrem.

Kriteria Gangguan Tingkah Laku dalam DSM-IV-TR
·         Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak – hak dasar orang lain atau norma – norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku di bawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu di antaranya dalam enam bulan terakhir :
A.    Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain ataun hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual
B.     Menghancurkan kepemilikan (property), contohnya membakar, vandalism
C.     Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutil
D.    Pelanggaran aturan yang serius, contohnya, tidak pulang ke rumah hingga larut malam sebelum berusia 13 tahun karena melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.
·         Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan
·         Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriterias yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian antisosial.

Etiologi Gangguan Tingkah Laku
Faktor-faktor Biologis. Bukti mengenai pengaruh genetik dalam tingkah laku bervariasi. Meskipun faktor keturunan ikut berperan namun pengaruhnya masih kecil jika dibandingkan dengan faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikansi yang lebih besar.

Faktor-faktor psikologis.
Modeling dan operant. Salah satu bagian penting dalam perkembangan anak normal adalah berkembangnya kesadaran moral, berkembangnya naluri mengenai yang benar dan yang salah dan kemampuan, bahkan keinginan, untuk menaati berbagai aturan dan norma. Teori pembelajaran yang melibatkan modeling dan pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya berbagai masalah tingkah laku. Anak – anak dapat mempelajari perilaku agresifitas orang tua yang berperilaku agresif dan juga dapat menirukan perilaku agresif dari sumber – sumber (media) yang lainnya.
Pengaruh dari teman – teman seusia. Dalam hal ini difokuskan pada dua hal yaitu (1) penerimaan atau penolakan dari teman – teman seusia; dan (2) afiliasi dengan teman – teman seusia yang berperilaku menyimpang.
Faktor – faktor sosiologis. Kedaaan sosial ekonomi masyarakat dimana individu tinggal juga sangat menentukan gangguan perilaku pada individu.

Penanganan Gangguan Tingkah Laku
Intervensi Keluarga. Para orang tua diajarkan untuk menggunakan teknik – teknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta hilangnya perlakuan istimewa bila ia berperilaku agresif atau antisosial
Penanganan Multisitemik. Intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara keluarga dan berbagai system sosial lainnya.
Pendekatan Kognitif. Yakni menggunakan peranan orang tua maupun pihak – pihak terkait untuk membreikan arahan dan bimbingan bagi anak dalam mengendalikan emosi, persepsi dan keterampilan lainnya selama dalam masa perkembangan.

3.      Gangguan Disabilitas Belajar
Pengertian
Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya kesempatan pendidikan. Macam – macam disiabilitas terbagi dalam
v  Gangguan belajar, ditandai dengan :
a.   Gangguan menulis
Keterbatasan kemampuan menulis sehingga muncul dalam bentuk kesalahan memgeja, kesulitan membentuk kalimat. Muncul pada usia 7 tahun
b.   Gangguan membaca
Keterbatasan kemampuan dalam mengenali dan memahami rangakaian kata –kata. Biasanya tampak pada usia 7 tahun
c.   Gangguan matematika
Keterbatasan kemampuan anak dalam memahami istilah  matematika.
v  Gangguan Komunikasi, ditandai dengan :
a.   Gangguan bahasa ekspresif
Keterbatasan  dalam menggunakan bahasa verbal
b.   Gangguan bahasa campuran reseptif atau ekspresif
Keterbatasan anak dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal
c.   Gangguan fonologis
Kesulitan dalam artikulasi suara tanpa adanya kerusakan pada mekanisme berbicara
d.   Gagap
Kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat secara langsung
v  Gangguan Keterampilan Motorik
Seorang anak mengalami hendaya parah dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental atau gangguan fisik lain yang telah dikenal seperti celebral palsy.

Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar Dalam DSM-IV-TR
·         Prestasi dalam bidang membaca, berhitung, atau menulis ekspresif di bawah tingkat yang diharapkan sesuai dengan usia penderita, pendidikan, dan inteligensi.
·         Sangat menghambat performa akademik atau aktivitas sehari - hari
Etiologi Disabilitas Belajar
Sebagian besar penelitian mengenai disabilitas belajar terfokus pada disleksia mungkin karena disleksia merupakan gangguan yang paling banyak terjadi dalam kelompok gangguan ini. Meskipun berbagai studi mengenai gangguan berhitung mulai dilakukan, literature dalam bidang ini berkembang lebih lambat.
Etiologi Disleksia. Berbagai teori psikologi di masa lalu memfokuskan pada kelemahan perceptual sebagai basis disleksia. Sebuah hipotesis popular menyatakan bahwa anak – anak yang mengalami masalah membaca melihat huruf – huruf dalam posisi sebaliknya atau dalam citra cermin.
Etiologi Berhitung. Terdapat 3 subtipe gangguan berhitung yang diajukan oleh para ahli. (1) menyangkut kelemahan verbal semantic (memori mengingat arti kata – kata) dan memicu timbulnya masalah dalam mengingat fakta – fakta aritmetik, bahkan setelah melalui tahapan latihan ekstensif (2) menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan dalam menyelesaikan soal – soal aritmetik dan seringnya melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal – soal sederhana (3) menyangkut hendaya keterampilan visuospasial, yang mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka – angka dalam kolom atau melakukan kesalahan menampatkan angka (meletakkan poin desimal pada tempat yang salah)

Penanganan Disabilitas Belajar
Sebagian besar penanganan untuk disabilitas belajar dilakukan dalam berbagai program pendidikan khusus di sekolah – sekolah umum. Berbagai pendekatan edukasional mencakup mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan kognitif  anak seraya menghindari kelemahannya; menargetkan keterampilam belajar dan strategi organisasional; mengajarkan strategi instruksi diri secara verbal. Beberapa strategi saat ini digunakan untuk menangani disabilitas belajar, baik dalam program sekolah, maupun dalam pembimbingan privat.

4.      Retardasi Mental
Pengertian
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.

Kriteria Retardasi Mental Dalam DSM-IV-TR
·         Fungsin intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata – rata, IQ kurang dari 170
·         Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut : komunikasi, mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, penggunaan sumber daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesejahteraan dan keamanan
·         Onset sebelum usia 18 tahun

Etiologi Retardasi Mental
Tidak terdapat Etiologi yang dapat diidentifikasi. Orang – orang yang mengalami retardasi mental ringan atau sedang tidak sejauh yang diketahui saat ini, mengalami kerusakan otak yang dapat diidentifikasi. Dan bila orang – orang yang mengalami retardasi mental karena kerusakan biologis yang dapat diidentifikasi terdapat dalam seluruh kelompok sosioekonomi, etnis, dan ras dengan presentase yang sama, mereka yang mengalami retardasi mental ringan atau sedang jauh lebih banyak berasal dari kelas sosioekonomi rendah, menunjukkan kemungkinan bahwa kondisi kekurangan sosial tertentu merupakan faktor – faktor besar yang meretardasi perkembangan intelektual dan behavioral mereka.
Etiologi biologis yang diketahui. 25% penderita retardasi mental disebabkan oleh faktor bioologis yang sudah diketahui.
Anomali genetik ataun kromosom. Abnormalitas kromosom terjadi pada kurang 5% dari seluruh kehamilan yang dapat bertahan.
Penyakit Gen Resesif. Beberapa ratus penyakit gen resesif telah teridentifikasi, dan banyak di antaranya menyebabkan retardasi mental.
Penyakit Infeksi. Ketika berada di dalam rahim janin mengalami peningkatan resiko mental yang diakibatkan oleh penyakit infeksi yang dialami oleh ibu hamil.
Kecelakaan. Cedera dalam otak akibat kecelakaan merupakan salah satu penyebab retardasi mental
Bahaya Lingkungan. Retardasi mental juga disebabkan oleh bebrapa polutan lingkungan.

Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental
Upaya pencegahan lebih difokuskan terhadap pemahaman jenis penyakit dan infeksi serta akibat dari insiden.
Penanganan residensial. Memberikan layanan pendidikan dan layanan masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat bersifat pengawasan seperti di rumah sakit jiwa
Intervensi behavioral berbasis pengondisian operant. Bila program semacam Head Start dapat membantu mencegah retardasi mental ringan pada anak – anak yang tidak beruntung, berbagai program lain yang terdahulu yang menggunakan teknik – teknik kognitif dan behavioral dikembangkan  untuk meningkatkan tingkat fungsi para individu dengan retardasi mental berat.
Intervensi Kognitif. Melalui latihan instruksional diri mengajari anak – anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui kata – kata yang diucapkan.
Instruksi dengan bantuan computer. Instruksi ini semakin sering digunakan di seluruh lokasi semua jenis pendidikan; instruksi ini dapat sangat cocok diterapkan dalam pendidikan bagi individu yang mengalami retardasi mental.

5.      AUTISME
Dalam DSM-III memperkenalkan (dan dipertahankan dalam DSM-III-R, DSM-IV, dan DSM-IV-TR) gangguan perkembangan pervasif antara lain: (1) autistik, yang akan dijelaskan pada bagian di bawah ini, (2) gangguan Rett, sangat terjadi dan hanya terjadi pada anak perempuan. Perkembangan sepenuhnya normal hingga tahun pertama atau kedua usia anak, ketika pertumbuhan kepala si anak melambat. Anak kehilangan kemampuan untuk menggunakan tangannya untuk melakukan gerakan yang bertujuan, sebagai ganti melakukan gerakan stereotip seperti meremas tangan atau mencuci tangan; berjalan secara tidak terkoordinasi; hanya mampu untuk sedikit belajar berbicara dan mengerti ucapan orang lain; mengalami retardasi mental sangat berat. Si anak tidak dapat berhubungan dengan orang lain dengan baik, meskipun kondisi ini dapat membaik di kemudian hari, (3) Gangguan disintegrative di masa kanak – kanak terjadi pada anak – anak yang mengalami perkembangan normal pada dua tahun pertama usianya yang kemudian diikuti dengan hilangnya keterampilan sosial, bermain, bahasa, dan motorik secara signifikan. Abnormalitas dalam interaksi sosial dan komunikasi, dan munculnya perilaku stereotip sangat sama dengan yang terjadi pada autism, (4) gangguan Asperger seringkali dianggap sebagai bentuk autism ringan. Hubungan sosial kurang dan perilaku stereotip intens dan rigid, namun bahasa dan intelegensi tetap normal.
Akan tetapi sangat disayangkan, sedikit sekali penelitian pada ketiga kategori terakhir.
Autisme dalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala. Gangguan autistik berawal di masa kanak – kanak awal dan dapat terlihat pada bulan – bulan awal usia anak.

Kriteria gangguan Autistik dalam DSM-IV-TR adalah
·         Enam atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua kriteria dari A  dan masing – masing satu dari B dan C.
A.    Hendaya dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua dari kriteria berikut :
-        Hendaya yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh.
-        Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak – anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan
-        Kurang melakukan hal – hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
-        Kurangnya ketimbalbalikan sosial atau emosional
B.     Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut :
-        Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal
-        Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain
-        Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya
C.     Perilaku atau minat yang diulang – ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut ini :
-        Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu
-        Keterikatan yang kaku pada ritual tertentu
-        Tingkah laku stereotip
-        Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek
·         Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif.
·         Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegrative di masa kanak - kanak

Etiologi Gangguan Autistik
Teori terdahulu banyak yang menyebutkan bahwa faktor psikologis sangat bertanggung jawab akan munculnya gangguan ini. Namun lambat laun perspektif tersebut tergantikan oleh bukti – bukti yang mendukung pentingnya faktor – faktor biologis, diantaranya adalah faktor genetik.
Basis Psikologis. Sebagian besar orang mungkin secara diam – diam berasumsi bahwa bila faktor – faktor biologis menjadi penyebab gangguan seberat autism, maka semestinya terdapat berbagai gejala nyatalain, seperti stigmata fisik  dalam sindroma Down.
Teori Psikoanalisis. Teori yang sangat terkenal adalah teori Bettelheim. Autisme sangat mirip dengan apati. Bettelheim berpendapat bahwa balita telah menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Si bayi melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsif. Maka, si anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apapun pada dunia ini, kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autism untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan.
Terori behavioral. Seperti halnya para teroris berorientasi psikoanalisis, beberapa teoris perilaku mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar tertentu di masa kanak – kanak menyebabkan autisme. Dalam sebuah artikel yang berpengaruh, Ferster (1961) berpendapat bahwa tidak adanya perhatian dari oang tua, terutama ibu, mencegah terbentukya berbagai asosiasi yang menjadikan manusia sebagai penguat sosial, mereka tidak dapat mengendalikan perilaku si anak, dan mengakibatkan terjadinya gangguan autistik. Sekali lagi, tidak terdapat dukungan bagi teori ini.
Basis Biologis. Onset autisme di usia yang sangat dini, bersama dengan sekumpulan bukti neurologis dan genetik yang akan dibahas pada bagian berikut sangat kuat menunjukkan adanya basis biologis dalam gangguan ini.
Faktor – faktor genetik. Studi genetik mengenai autisme sulit dilakukann karena gangguan ini sangat jarang terjadi. Bukti yang lebih kuat mengenai transmisi genetik dalam autisme diperoleh dari berbagai studi terhadap orang kembar, yang menemukan 60 hingga 91 persen kesesuaian bagi autisme antara kembar identik, dibandingkan dengan tingkat kesesuaian yang berkisar 0 hingga 20 persen pada kembar fraternal (Bailey dkk., 1995; LeCouteur dkk,. 1996; Steffenberg dkk., 1989).
Faktor faktor Neurologis. Berbagai studi EEG terdahulu terhadap anak – anak autistik mengindikasikan bahwa banyak di antaranya yang memiliki pola gelombang otak abnormal (a.l., hutt dkk., 1964). Penelitian baru – baru ini telah memulai mempelajari keterkaitan antara abnormalitas neurologis dan masalah – masalah behavioral yang berhubungan dengan autisme.

Penanganan Gangguan Autistik
Penanganan Psikodinamika bagi Anak – anak dengan Autisme. Bruno Bettelheim mengannggap bahwa masalah kelekatan dan kelemahan emosional sebagai penyebab autisme, oleh karena itu ia berpendapat bahwa atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus diciptakan untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran dan hal yang disebut oleh Rogerian sebagai penerimaan positif tanpa syarat diyakini  merupakan hal yang diperlukan oleh anak dengan autisme untuk mulai memercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan dalam membangun hubungan dengan orang lain.

Penanganan dengan Obat-obatan bagi Anak – anak dengan Autisme. Beberapa obat yang dapat digunakan dalam terapi ini antara lain :
v  Haloperidol. Suatu antipsikotik yang sering digunakan untuk menangani skizofrenia. Beberapa studi terkendali menunjukkan bahwa obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik stereotip, dan perilaku maladaptif. Efek samping dari penggunaan obat ini adalah diskinesia atau gangguan kejat otot.
v  Fenfluramin. Berfungsi untuk mengurangi serotonin. Pada perkembangannya obat ini mempunyai efek yang sangat minim sehingga dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa obat ini tidak menyembuhkan autisme.
v  Penelitian terhadap Antagonis reseptor opioid, naltrekson dan menemukan bahwa obat ini mengurangi hiperaktivitas pada anak – anak autistik dan cukup meningkatkan perilaku memulai interaksi sosial.
Dari sekian banyak penelitian dalam farmakologis pada autisme, pada titik ini, kurang efektif disbanding dengan berbagai intervensi behavioral.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja.
Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.








DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta. 2006
Davidson, Gerald, Neale, John, Kring, Ann. Psikologi Abnormal. Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2010

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Edisi Pertama, Jakarta, 1993.

Jeffrey S. Nevid. Abnormal Psychology in a Changing World, March 14, 2003

Mark Durand dan David H. Barlow, Intisari Psikologi Abnormal, Jakarta 2006

Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997.

Sarwono, S. (1994). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Sir Roy Meadow & Simon J. Newell. Lecture Notes : Pediatrika Edisi Ke Tujuh. Erlangga : Jakarta, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.