PSIKOLOGI ABNORMAL GANGGUAN
PADA MASA KANAK - KANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa
kanak-kanak merupakan masa yang rawan sekaligus masa yang menentukan bagi
perkembangan anak, oleh karena itu harus diperhatikan segala perilakunya untuk
mengetahui normal atau abnormal perilaku anak tersebut. Karena pada masa ini
pembentukan kepribadian 80% terjadi pada masa perkembangan ini. Umumnya adanya
gangguan perilaku abnormal pada anak dapat diketahui dari berbagai sumber dan
seorang yang ahli dalam bidang psikologi.
Perilaku
abnormal adalah suatu perilaku yang menunjukan aspek kepribadian, aspek
perilaku yang dapat langsung diamati. Menunjuk pada perilaku maladaptif yaitu
setiap perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi individu atau masyarakat.
Memiliki gangguan mental pada semua bentuk perilaku abnormal mulai dari yang
ringan sampai yang terberat.
Mencakup
penyakit jiwa yakni mengalami gangguan-gangguan yang melibatkan patologi otak
atau berupa disorganisasi kepribadian yang parah.
Diagnosis gangguan
perilaku abnormal pada anak tidak memerlukan pemeriksaan canggih, seperti Brain
mapping, CT-Scan (Computerized Tomo Scan),atau MRI (Magnetig Resonance
Imaging). Pemeriksaan-pemeriksaan itu hanya dilakukan jika ada indikasi
tambahan. Suatu gangguan perilaku abnormal pada anak dapat didiagnosis dari beberapa
perilaku yang diperlihatkan oleh anak. Dari diagnosis tersebut didapatkan suatu
kesimpulan bahwa anak tersebut mengalami gangguan perilaku abnormal atau tidak.
Macam-macam gangguan perilaku abnormal antara lain adalah Gangguan Autistik,
Retardasi Mental, ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
Anak-anak yang mengalami gangguan perilaku suatu saat
bisa berkembang menjadi psikopat. Mereka berulangkali dan dengan sengaja - dan
seringkali dengan penuh sukacita - mengganggu hak orang lain dan melanggar
norma dan aturan sosial. Beberapa dari mereka dengan gembira melukai dan
menyiksa orang atau hewan. Ada juga yang suka merusak benda-benda, menipu,
berbohong, dan mencuri.
Anak-anak yang terkena Gangguan Perilaku sangat ahli
dalam menyangkal. Mereka cenderung meminimalkan masalah yang mereka
timbulkan dan menyalahkan orang lain atas kelakuan buruk dan kegagalan mereka.
Akibat dari upaya penyangkalan ini, mereka akan selalu menunjukkan sikap
agresif, mengintimidasi, menggertak, mengamuk dan menunjukkan gerakan tubuh
yang mengancam.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang ada pada pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian
gangguan masa kanak?
2.
Klasifikasi dan DSM dari
gangguan masa kanak ?
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor penyebab perilaku pada anak ?
4. Serta terapi apa yang digunakan
untuk penanganan
gangguan pada masa kanak?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan
manfaat penulisan dari makalah ini adalah agar semua mahasiswa (i) dapat
mengetahui secara lebih mendetail mengenai apa sesungguhnya defenisi serta
gejala dari gangguan perilaku iti sendiri khususnya pada anak dan remaja, klasifikasi
dari gangguan perilaku,
faktor-faktor yang mempengaruhi dan faktor penyebab perilaku pada anak,
bentuk-bentuk dari perilaku itu sendiri, serta bagaimana penanganan dan
pengobatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku
yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak
lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang
berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana
dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku.
Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja
dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian
pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam
catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan
kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan
stress tinggi bukan gangguan perilaku.
B. Klasifikasi dan
DSM Gangguan Masa Kanak
Gangguan di masa
kanak – kanak sering dikelompokkan dalam dua kelompok: gangguan eksternalisasi
dan gangguan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai oleh perilaku
seperti agresivitas, ketidakpatuhan, aktivitas yang berlebihan dan
impulsivitas; gangguan tersebut mencakup gangguan pemusatan perhatian /
hiperaktivitas, gangguan tingkah laku, dan gangguan sikap menentang. Gangguan
internalisasi ditandai oleh perilaku seperti depresi, penarikan diri dari
pergaulan sosial, dan kecemasan dan termasuk gangguan anxietas dan gangguan
mood di masa kanak – kanak.
1. Gangguan
Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas
Pengertian ADHD
Salah satu gangguan eksternalisasi adalah gangguan
pemusatan perhatian perhatian/hiperaktivitas (ADHD), yaitu pola tetap tidak
adanya konsentrasi dan/atau hiperaktivitas dan impulsivitas yang lebih sering
dan lebih parah dari yang umumnya terlihat pada anak – anak di usia tertentu.
Istilah hiperaktif tidak asing lagi bagi sebagian besar orang, terutama para
orang tua dan guru. Seorang anak yang selalu bergerak, mengetuk –ketukan jari,
menggoyang – goyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas,
berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah seringkali disebut hiperaktif. Anak
– anak tersebut juga sulit berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakannnya dalam
waktu yang tertentu yang wajar.
Kriteria Gangguan Pemusatan
Perhatian/Hiperaktivitas dalam DSM-IV-TR
·
Salah satu dari A
atau B :
A. Enam atau lebih wujud kurangnya konsentrasi selama
minimal 6 bulan hingga ke tingkat yang maladaptif dan lebih besar dari yang
diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang bersangkutan, contohnya,
berbagai kesalahan yang sembrono, tidak mendengarkan dengan baik, tidak
mengikuti instruksi, mudah teralihkan, mudah lupa dengan aktivitas sehari –
hari
B. Enam atau lebih wujud hiperaktivitas-impulsivitas
yang terjadi selama minimal 6 bulan hingga ke titijk yang diharapkan, menilik
tingkat perkembangan orang yang bersangkutan, contohnya, bergerak terus dalam
posisi duduk, berlari ke sana ke mari tanpa tujuan (pada orang dewasa selalu
bergerak gelisah), bertingkah laku seolah “digerakkan oleh sebuah motor,”
berbicara tanpa henti
·
Beberapa dari
karakteristik di atas terjadi sebelum usia 7 tahun
·
Terjadi di dua
lingkungan atau lebih,a.l.,di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja
·
Disabilitas yang
parah dalam fungsi sosial, akademik, atau npekerjaan
·
Tidak terdapat
karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan anxietas gangguan
mood
Etiologi Gangguan Pemusatan
Perhatian/Hiperaktivitas
Teori Biologis ADHD
Faktor Genetik. Penelitian menunjukkan bahwa prediposisi genetik
terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua mengalami ADHD, sebagian
anak mereka memiliki kemungkinan mengalami gangguan tersebut (Biederman dkk.,
1995)
Faktor – faktor
perinatal dan prenatal. Berta lahir rendah, berbagai komplikasi yang
berhubngan saat kelahiran, dan zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan (tembakau
dan alkohol)
Racun lingkungan. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa pengaruh
dari mengkonsumsi alkohol, nikotin, dan zat aditif pada makanan juga sangat
berpengaruh pada ADHD. Demikian juga dengan keracunan oleh radikal – radikal
bebas, timah, timbel dan lain – lain juga sangat berpengaruh.
Teori Psikologis ADHD
Psikoanalisa. Psikoanalis anak Bruno
Bettelheim (1973) mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yang menyatakan
bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu prediposisi terhadap gangguan tersebut
dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Jika anak memiliki
disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah moodnya mengalami stress
karena orang tua yang mudah menjadi tidak sabar dan marah, si anak dapat
menjadi tidak mampu mengahdapi tuntutan orang tuanya untuk selalu patuh.
Teroti Belajar. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD.
Hiperaktivitas dapat dikuatkan oleh perhatian yang ditimbulkannya sehingga
meningkatkan frekuensi atau intensitasnya. Atau hiperaktivitas juga dapat
merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara – saudara kandung
Penanganan Gangguan ADHD
ADHD umumnya ditangani dengan
pemberian obat dan berbagai metode behavioral berdasarkan pengondisian operant.
Pemberian obat stimulant. Khususnya metilfenidat, atau
Ritalin. Obat – obatan yang digunakan untuk menangani ADHD mengurangi perilaku
mengganggu dan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Penanganan Psikologis. Teknik pelatihan bagi orang tua dan
perubahan manajemen kelas berdasarkan prinsip – prinsip pengondisian operant.
Berbagai intervensi di sekolah untuk anak – anak dengan ADHD mencakup pelatihan
bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak – anak tersebut dan
menerapkan teknik – teknik operant di kelas. Selain itu teknik dengan
intervensi behavioral juga sangat membantu bagi anak – anak dengan ADHD
2. Gangguan
Tingkah Laku
Pengertian
Gangguan tingkah laku kadang
merupakan awal gangguan kepribadian antisosial di masa dewasa, meskipun banyak
anak yang mendapatkan diagnosis tersebut tidak berlanjut ke ganggan yang lebih
ekstrem.
Kriteria Gangguan Tingkah Laku dalam
DSM-IV-TR
·
Pola
perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak – hak dasar orang lain atau
norma – norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih
perilaku di bawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu di antaranya
dalam enam bulan terakhir :
A. Agresi terhadap orang lain dan
hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman
fisik kepada orang lain ataun hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas
seksual
B. Menghancurkan kepemilikan
(property), contohnya membakar, vandalism
C. Berbohong atau mencuri, contohnya,
masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutil
D. Pelanggaran aturan yang serius,
contohnya, tidak pulang ke rumah hingga larut malam sebelum berusia 13 tahun
karena melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia
13 tahun.
·
Disabilitas
signifikan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan
·
Jika
orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriterias yang ada tidak
memenuhi gangguan kepribadian antisosial.
Etiologi Gangguan Tingkah Laku
Faktor-faktor Biologis. Bukti mengenai pengaruh genetik dalam tingkah laku
bervariasi. Meskipun faktor keturunan ikut berperan namun pengaruhnya masih
kecil jika dibandingkan dengan faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikansi
yang lebih besar.
Faktor-faktor psikologis.
Modeling dan operant. Salah satu bagian penting dalam perkembangan anak
normal adalah berkembangnya kesadaran moral, berkembangnya naluri mengenai yang
benar dan yang salah dan kemampuan, bahkan keinginan, untuk menaati berbagai
aturan dan norma. Teori pembelajaran yang melibatkan modeling dan pengondisian
operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan
berlanjutnya berbagai masalah tingkah laku. Anak – anak dapat mempelajari
perilaku agresifitas orang tua yang berperilaku agresif dan juga dapat
menirukan perilaku agresif dari sumber – sumber (media) yang lainnya.
Pengaruh dari teman – teman
seusia. Dalam hal ini difokuskan pada dua hal yaitu (1) penerimaan atau
penolakan dari teman – teman seusia; dan (2) afiliasi dengan teman – teman
seusia yang berperilaku menyimpang.
Faktor – faktor sosiologis. Kedaaan sosial ekonomi masyarakat dimana individu
tinggal juga sangat menentukan gangguan perilaku pada individu.
Penanganan Gangguan Tingkah Laku
Intervensi Keluarga. Para orang tua diajarkan untuk
menggunakan teknik – teknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan
perilaku positif dan pemberian jeda serta hilangnya perlakuan istimewa bila ia
berperilaku agresif atau antisosial
Penanganan Multisitemik. Intervensi ini memandang masalah
tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam
keluarga dan antara keluarga dan berbagai system sosial lainnya.
Pendekatan Kognitif. Yakni menggunakan peranan orang tua
maupun pihak – pihak terkait untuk membreikan arahan dan bimbingan bagi anak
dalam mengendalikan emosi, persepsi dan keterampilan lainnya selama dalam masa
perkembangan.
3. Gangguan
Disabilitas Belajar
Pengertian
Disabilitas belajar merujuk pada
kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu,
bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh
retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya
kesempatan pendidikan. Macam – macam disiabilitas terbagi dalam
v Gangguan
belajar, ditandai dengan :
a. Gangguan
menulis
Keterbatasan kemampuan menulis sehingga muncul dalam
bentuk kesalahan memgeja, kesulitan membentuk kalimat. Muncul pada usia 7 tahun
b. Gangguan membaca
Keterbatasan kemampuan dalam mengenali dan memahami
rangakaian kata –kata. Biasanya tampak pada usia 7 tahun
c. Gangguan
matematika
Keterbatasan kemampuan anak dalam memahami istilah
matematika.
v Gangguan
Komunikasi, ditandai dengan :
a. Gangguan
bahasa ekspresif
Keterbatasan dalam menggunakan bahasa verbal
b. Gangguan
bahasa campuran reseptif atau ekspresif
Keterbatasan anak dalam memahami maupun memproduksi
bahasa verbal
c. Gangguan
fonologis
Kesulitan dalam artikulasi suara tanpa adanya kerusakan
pada mekanisme berbicara
d.
Gagap
Kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat secara
langsung
v Gangguan
Keterampilan Motorik
Seorang anak mengalami hendaya parah dalam
perkembangan koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental
atau gangguan fisik lain yang telah dikenal seperti celebral palsy.
Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar Dalam
DSM-IV-TR
·
Prestasi dalam bidang membaca, berhitung,
atau menulis ekspresif di bawah tingkat yang diharapkan sesuai dengan usia
penderita, pendidikan, dan inteligensi.
·
Sangat menghambat performa akademik atau
aktivitas sehari - hari
Etiologi
Disabilitas Belajar
Sebagian besar penelitian mengenai
disabilitas belajar terfokus pada disleksia mungkin karena disleksia merupakan
gangguan yang paling banyak terjadi dalam kelompok gangguan ini. Meskipun
berbagai studi mengenai gangguan berhitung mulai dilakukan, literature dalam
bidang ini berkembang lebih lambat.
Etiologi Disleksia. Berbagai teori psikologi di masa
lalu memfokuskan pada kelemahan perceptual sebagai basis disleksia. Sebuah
hipotesis popular menyatakan bahwa anak – anak yang mengalami masalah membaca
melihat huruf – huruf dalam posisi sebaliknya atau dalam citra cermin.
Etiologi Berhitung. Terdapat 3 subtipe gangguan
berhitung yang diajukan oleh para ahli. (1) menyangkut kelemahan verbal
semantic (memori mengingat arti kata – kata) dan memicu timbulnya masalah dalam
mengingat fakta – fakta aritmetik, bahkan setelah melalui tahapan latihan
ekstensif (2) menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan tahap
perkembangan dalam menyelesaikan soal – soal aritmetik dan seringnya melakukan
kesalahan dalam menyelesaikan soal – soal sederhana (3) menyangkut hendaya
keterampilan visuospasial, yang mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka
– angka dalam kolom atau melakukan kesalahan menampatkan angka (meletakkan poin
desimal pada tempat yang salah)
Penanganan
Disabilitas Belajar
Sebagian besar penanganan untuk
disabilitas belajar dilakukan dalam berbagai program pendidikan khusus di
sekolah – sekolah umum. Berbagai pendekatan edukasional mencakup
mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan kognitif anak seraya menghindari kelemahannya;
menargetkan keterampilam belajar dan strategi organisasional; mengajarkan
strategi instruksi diri secara verbal. Beberapa strategi saat ini digunakan
untuk menangani disabilitas belajar, baik dalam program sekolah, maupun dalam
pembimbingan privat.
4. Retardasi
Mental
Pengertian
Muncul
sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual
secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan
keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis.,
komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial,
fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis,
dan bekerja.
Kriteria Retardasi Mental Dalam DSM-IV-TR
·
Fungsin
intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata – rata, IQ kurang dari
170
·
Kurangnya
fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut : komunikasi, mengurus
diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, penggunaan sumber
daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan
akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesejahteraan dan keamanan
·
Onset
sebelum usia 18 tahun
Etiologi
Retardasi Mental
Tidak terdapat Etiologi yang dapat
diidentifikasi. Orang
– orang yang mengalami retardasi mental ringan atau sedang tidak sejauh yang
diketahui saat ini, mengalami kerusakan otak yang dapat diidentifikasi. Dan
bila orang – orang yang mengalami retardasi mental karena kerusakan biologis
yang dapat diidentifikasi terdapat dalam seluruh kelompok sosioekonomi, etnis,
dan ras dengan presentase yang sama, mereka yang mengalami retardasi mental
ringan atau sedang jauh lebih banyak berasal dari kelas sosioekonomi rendah,
menunjukkan kemungkinan bahwa kondisi kekurangan sosial tertentu merupakan
faktor – faktor besar yang meretardasi perkembangan intelektual dan behavioral
mereka.
Etiologi
biologis yang diketahui. 25% penderita retardasi mental disebabkan oleh faktor
bioologis yang sudah diketahui.
Anomali
genetik ataun kromosom.
Abnormalitas kromosom terjadi pada kurang 5% dari seluruh kehamilan yang dapat
bertahan.
Penyakit
Gen Resesif.
Beberapa ratus penyakit gen resesif telah teridentifikasi, dan banyak di
antaranya menyebabkan retardasi mental.
Penyakit
Infeksi.
Ketika berada di dalam rahim janin mengalami peningkatan resiko mental yang
diakibatkan oleh penyakit infeksi yang dialami oleh ibu hamil.
Kecelakaan. Cedera dalam otak akibat kecelakaan
merupakan salah satu penyebab retardasi mental
Bahaya
Lingkungan.
Retardasi mental juga disebabkan oleh bebrapa polutan lingkungan.
Pencegahan dan Penanganan Retardasi
Mental
Upaya
pencegahan lebih difokuskan terhadap pemahaman jenis penyakit dan infeksi serta
akibat dari insiden.
Penanganan
residensial. Memberikan
layanan pendidikan dan layanan masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan
perawatan yang sangat bersifat pengawasan seperti di rumah sakit jiwa
Intervensi
behavioral berbasis pengondisian operant. Bila program semacam Head Start dapat membantu mencegah
retardasi mental ringan pada anak – anak yang tidak beruntung, berbagai program
lain yang terdahulu yang menggunakan teknik – teknik kognitif dan behavioral
dikembangkan untuk meningkatkan tingkat
fungsi para individu dengan retardasi mental berat.
Intervensi
Kognitif. Melalui
latihan instruksional diri mengajari anak – anak tersebut untuk memandu upaya
penyelesaian masalah mereka melalui kata – kata yang diucapkan.
Instruksi
dengan bantuan computer. Instruksi ini semakin sering digunakan di seluruh lokasi
semua jenis pendidikan; instruksi ini dapat sangat cocok diterapkan dalam
pendidikan bagi individu yang mengalami retardasi mental.
5. AUTISME
Dalam DSM-III memperkenalkan (dan
dipertahankan dalam DSM-III-R, DSM-IV, dan DSM-IV-TR) gangguan perkembangan
pervasif antara lain: (1) autistik, yang akan dijelaskan pada bagian di bawah
ini, (2) gangguan Rett, sangat terjadi dan hanya terjadi pada anak perempuan.
Perkembangan sepenuhnya normal hingga tahun pertama atau kedua usia anak,
ketika pertumbuhan kepala si anak melambat. Anak kehilangan kemampuan untuk
menggunakan tangannya untuk melakukan gerakan yang bertujuan, sebagai ganti
melakukan gerakan stereotip seperti meremas tangan atau mencuci tangan;
berjalan secara tidak terkoordinasi; hanya mampu untuk sedikit belajar
berbicara dan mengerti ucapan orang lain; mengalami retardasi mental sangat
berat. Si anak tidak dapat berhubungan dengan orang lain dengan baik, meskipun
kondisi ini dapat membaik di kemudian hari, (3) Gangguan disintegrative di masa
kanak – kanak terjadi pada anak – anak yang mengalami perkembangan normal pada
dua tahun pertama usianya yang kemudian diikuti dengan hilangnya keterampilan
sosial, bermain, bahasa, dan motorik secara signifikan. Abnormalitas dalam
interaksi sosial dan komunikasi, dan munculnya perilaku stereotip sangat sama
dengan yang terjadi pada autism, (4) gangguan Asperger seringkali dianggap
sebagai bentuk autism ringan. Hubungan sosial kurang dan perilaku stereotip
intens dan rigid, namun bahasa dan intelegensi tetap normal.
Akan
tetapi sangat disayangkan, sedikit sekali penelitian pada ketiga kategori
terakhir.
Autisme dalah kecenderungan untuk memandang
diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian
eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam
interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas
(Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang
lain, menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap
lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan
kepala. Gangguan autistik berawal di masa kanak – kanak awal dan dapat terlihat
pada bulan – bulan awal usia anak.
Kriteria
gangguan Autistik dalam DSM-IV-TR adalah
·
Enam
atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua
kriteria dari A dan masing – masing satu
dari B dan C.
A. Hendaya dalam interaksi sosial yang
terwujud dalam minimal dua dari kriteria berikut :
-
Hendaya
yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, bahasa tubuh.
-
Kelemahan
dalam perkembangan hubungan dengan anak – anak sebaya sesuai dengan tahap
perkembangan
-
Kurang
melakukan hal – hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
-
Kurangnya
ketimbalbalikan sosial atau emosional
B. Hendaya dalam komunikasi seperti
terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut :
-
Keterlambatan
atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan
gerakan nonverbal
-
Pada
mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak jelas dalam kemampuan
untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain
-
Kurang
bermain sesuai tahap perkembangannya
C. Perilaku atau minat yang diulang –
ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut ini :
-
Preokupasi
yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu
-
Keterikatan
yang kaku pada ritual tertentu
-
Tingkah
laku stereotip
-
Preokupasi
yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek
·
Keterlambatan
atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut, berawal
sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan
orang lain, atau permainan imajinatif.
·
Gangguan
yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegrative
di masa kanak - kanak
Etiologi Gangguan Autistik
Teori
terdahulu banyak yang menyebutkan bahwa faktor psikologis sangat bertanggung
jawab akan munculnya gangguan ini. Namun lambat laun perspektif tersebut
tergantikan oleh bukti – bukti yang mendukung pentingnya faktor – faktor
biologis, diantaranya adalah faktor genetik.
Basis
Psikologis. Sebagian besar orang mungkin secara diam – diam berasumsi
bahwa bila faktor – faktor biologis menjadi penyebab gangguan seberat autism,
maka semestinya terdapat berbagai gejala nyatalain, seperti stigmata fisik dalam sindroma Down.
Teori
Psikoanalisis. Teori yang sangat terkenal adalah teori Bettelheim. Autisme
sangat mirip dengan apati. Bettelheim berpendapat bahwa balita telah menolak
orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Si bayi melihat bahwa
tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsif.
Maka, si anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apapun pada
dunia ini, kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autism untuk melindungi
dirinya dari penderitaan dan kekecewaan.
Terori
behavioral. Seperti halnya para teroris berorientasi psikoanalisis,
beberapa teoris perilaku mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar tertentu
di masa kanak – kanak menyebabkan autisme. Dalam sebuah artikel yang
berpengaruh, Ferster (1961) berpendapat bahwa tidak adanya perhatian dari oang
tua, terutama ibu, mencegah terbentukya berbagai asosiasi yang menjadikan
manusia sebagai penguat sosial, mereka tidak dapat mengendalikan perilaku si
anak, dan mengakibatkan terjadinya gangguan autistik. Sekali lagi, tidak
terdapat dukungan bagi teori ini.
Basis
Biologis. Onset
autisme di usia yang sangat dini, bersama dengan sekumpulan bukti neurologis
dan genetik yang akan dibahas pada bagian berikut sangat kuat menunjukkan
adanya basis biologis dalam gangguan ini.
Faktor
– faktor genetik.
Studi genetik mengenai autisme sulit dilakukann karena gangguan ini sangat
jarang terjadi. Bukti yang lebih kuat mengenai transmisi genetik dalam autisme
diperoleh dari berbagai studi terhadap orang kembar, yang menemukan 60 hingga
91 persen kesesuaian bagi autisme antara kembar identik, dibandingkan dengan
tingkat kesesuaian yang berkisar 0 hingga 20 persen pada kembar fraternal
(Bailey dkk., 1995; LeCouteur dkk,. 1996; Steffenberg dkk., 1989).
Faktor
– faktor Neurologis. Berbagai
studi EEG terdahulu terhadap anak – anak autistik mengindikasikan bahwa banyak
di antaranya yang memiliki pola gelombang otak abnormal (a.l., hutt dkk.,
1964). Penelitian baru – baru ini telah memulai mempelajari keterkaitan antara
abnormalitas neurologis dan masalah – masalah behavioral yang berhubungan
dengan autisme.
Penanganan Gangguan Autistik
Penanganan
Psikodinamika bagi Anak – anak dengan Autisme. Bruno Bettelheim mengannggap bahwa
masalah kelekatan dan kelemahan emosional sebagai penyebab autisme, oleh karena
itu ia berpendapat bahwa atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus
diciptakan untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran dan hal yang
disebut oleh Rogerian sebagai penerimaan positif tanpa syarat diyakini merupakan hal yang diperlukan oleh anak
dengan autisme untuk mulai memercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan
dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Penanganan
dengan Obat-obatan bagi Anak – anak dengan Autisme. Beberapa obat yang dapat digunakan
dalam terapi ini antara lain :
v Haloperidol. Suatu antipsikotik yang
sering digunakan untuk menangani skizofrenia. Beberapa studi terkendali
menunjukkan bahwa obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial,
perilaku motorik stereotip, dan perilaku maladaptif. Efek samping dari
penggunaan obat ini adalah diskinesia atau gangguan kejat otot.
v Fenfluramin. Berfungsi untuk
mengurangi serotonin. Pada perkembangannya obat ini mempunyai efek yang sangat
minim sehingga dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa obat ini tidak
menyembuhkan autisme.
v Penelitian terhadap Antagonis
reseptor opioid, naltrekson dan menemukan bahwa obat ini mengurangi
hiperaktivitas pada anak – anak autistik dan cukup meningkatkan perilaku
memulai interaksi sosial.
Dari
sekian banyak penelitian dalam farmakologis pada autisme, pada titik ini,
kurang efektif disbanding dengan berbagai intervensi behavioral.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang
memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur
dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau
perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian
sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada
tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian
sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat
kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun
kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara
keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin
tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang
dilakukan oleh remaja.
Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu
keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk
memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu
meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program
kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social
yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan
Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan
program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap
karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya
manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang
sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alpers, Ann. Buku
Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta. 2006
Davidson, Gerald, Neale, John, Kring, Ann. Psikologi
Abnormal. Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2010
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
Edisi Pertama, Jakarta, 1993.
Jeffrey S. Nevid. Abnormal Psychology in a Changing World,
March 14, 2003
Mark Durand dan David H. Barlow, Intisari Psikologi Abnormal,
Jakarta 2006
Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis Psikiatri,
Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997.
Sarwono, S. (1994). Psikologi
Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Sir Roy Meadow &
Simon J. Newell. Lecture Notes : Pediatrika Edisi Ke Tujuh.
Erlangga : Jakarta, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.