Respon Hormonal Terhadap Stres
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi mata
kuliah Psikologi Faal

Disusun Oleh:
AHMAD HARIS SUSANTO
B07211002 / 5G1 / PSI

Tahun Ajaran 2011
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Illahi
Rabbi, senantiasa mengiringi proses penulisan catatan kuliah ini, karena hanya
dengan limpahan rahmat dan karuniaNya
lah makalah ini dapat terselesaikan dengan tanpa halangan yang berarti.
Makalah ini disusun pada awalnya
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikologi Faal dari dosen pengajar yaitu
Dr.dr.Hj.Siti Nur Asiyah, M.Ag. Namun secara pribadi penulis juga menyusun
makalah ini untuk dapat dijadikan referensi bagi siapa saja yang tertarik
mempelajari sistem saraf secara mendalam.
Makalah ini membahas mengenai
respon sistem saraf terhadap stress. Dalam pembahasannya , diusahakan terdapat
ilustrasi materi dengan harapan akan lebih mempermudah pembaca memahami bahasan
tentang materi tersebut.
Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan dei kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya semoga karya ini
bermanfaat bagi pembaca. Amin.
I
PEMBAHASAN
Pada zaman modern ini stres adalah sesuatu
hal yang biasa bagi manusia. Manusia zaman modern ini adalah manusia dengan
mobilitas yang tinggi sehingga tuntutan akan pekerjaan akan semakin besar.
Disamping itu faktor kebutuhan yang semakin kompleks juga akan menjadi sebab
mengapa manusia harus bekerja ekstra keras dan rentan akan timbulnya stres.
Stres dalam bentuk apapun sudah menjadi bagian dari kehidupan seseorang. Baik
itu stres tingkat rendah sampai stres tingkat tinggi.
Stres merupakan suatu respon fisiologis,
psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan
mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Apabila individu itu kurang mampu
mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan – tuntutan atau masalah – masalah yang
muncul, maka individu tersebut akan cenderung mengalami stres. Secara umum,
stres akan terjadi jika individu dihadapkan dengan peristiwa yang mereka
rasakan sebagai ancaman kesehatan fisik atau psikologis. Keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan stres disebut stresor (Asiyah, 2010) dan reaksi individu
terhadap peristiwa yang menyebabkan stres disebut respon stres.
Berikut adalah pengertian stres menurut
beberapa ahli :
1. Selye
(Asiyah, 2010) stres adalah respon non spesifik dari badan terhadap setiap
tuntutan yang dibuat atasnya.
2. Sarafino
(Hardjana, 1993) stres adalah sebagai suatu keadaan yang dihasilkan ketika
individu dan lingkungan bertransaksi, baik nyata atau tidak nyata, antara
tuntutan situasi dan sumber – sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi
biologis, psikologis atau psikososial.
Tanda dan Gejala Stres
Proses
terjadinya stres merupakan hal yang kompleks dan melibatkan hubungan antara
perasaan dan tubuh manusia. Informasi dari lingkungan diproses melalui dua
mekanisme dasar, yaitu :
1. Mekanisme Subkonsius (autonomic nervous system). Mekanisme ini
merupakan refleks fisik dan emosional yang bekerja untuk mempersiapkan tubuh
terhadap segala aksi potensial yang mungkin diperlukan. Persiapan tubuh ini
berdiri sendiri atau terpisah dari aksi terakhir.
2. Mekanisme Konsius. Mekanisme volunter
berupa persepsi, evaluasi dan pembuatan keputusan. Mekanisme ini memiliki peran
untuk menentukan apakah stressor yang timbul diperlukan dan berguna atau tidak
dan menimbulkan sesuatu yang buruk atau tidak. Aksi atau respon itu sendiri
adalah konsius dan dapat timbul hanya apabila kita dapat melihat dan
mengevaluasi situasi.
Respon
terhadap stres berupa tekanan fisik selanjutnya dapat ditimbulkan oleh konsius,
aksi volunter atau subkonsius, aktivasi involunter yang menjaga tubuh dalam
keadaan tetap siaga.
Stres
bersifat subyektif dan individual. Keadaan ini bermula ketika kita mengamati
satu situasi, seseorang, satu kejadian atau bahkan satu obyek yang kita sebut
sebagai stressor. Hal ini berarti bahwa otak tidak memberikan respon secara
buta tetapi respon yang terjadi merupakan hasil dari satu derajat latihan
terhadap interpretasi subyektif.
Bagaimana
kita melihat suatu kejadian secara luas tergantung terhadap konsep diri
pribadi, kekuatan ego, sistem nilai dan bahkan hereditas. Peristiwa – peristiwa
menyenangkan seperti menikah, bertemu dengan seseorang yang lama telah
berpisah, juga menimbulkan stres, meskipun kebanyakan stres berawal dengan
peristiwa – peristiwa negatif,
menyakitkan dan tidak diharapkan dalam kehidupan kita.
Situasi
yang sama dapat dilihat, secara keseluruhan, secara berbeda oleh dua individu.
Yang satu dapat memandang situasi sebagai tantangan yang menarik sementara
individu yang lain memandang situasi tersebut sebagai suatu ancaman terhadap
kehidupannya. Satu lampu merah diinterpretasikan oleh yang satu sebagai obyek
yang berguna untuk mengatur suatu usaha dan oleh orang lain merupakan sumber
yang menyakitkan. Lebih jauh, kita memandang dan bereaksi terhadap suatu
peristiwa yang sama secara berbeda pada saat yang berbeda, tergantung pada
keadaan perasaan dan fisik kita saat tersebut.
Stres
yang datang dari dari peristiwa – peristiwa dan kondisi kehidupan yang tidak
menyenangkan dapat mengganggu perasaan dan tubuh kita. Stres menyebabkan
kesedihan dan menghalangi untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sangatlah
penting untuk mengenali seseorang yang menderita stres berat.
Stres
dapat mempengaruhi semua bagian dari kehidupan seseorang, menyebabkan stres
mental, keluhan – keluhan fisik, perubahan perilaku, dan masalah – masalah
dalam berinteraksi dengan orang lain. Seseorang yang menderita stres seringkali
tidak mengeluh stres secara langsung. Sebagai gantinya, mereka mengeluhkan
banyak keluhan fisik dan mental yang berbeda. Mereka dapat saja menderita sakit
yang serius sehingga memerlukan perawatan medis.
Seseorang
yang berada dalam keadaan stres dapat memiliki berbagai gejala yang bervariasi.
Gejala – gejala tersebut dapat bermanifestasi pada perasaan, tubuh kita dan
terhadap pergaulan dengan orang lain. Pada perasaan kita gejala – gejala
tersebut dapat berupa :
a) Rasa
cemas dan mudah marah
b) Rasa
sedih, menangis atau rasa sedih tidak diperhatikan
c) Perubahan
mood yang cepat
d) Konsentrasi
yang jelek, memerlukan penjelasan beberapa kali baru bisa memahami dan
mengingatnya
e) Berpikir
tentang satu hal yang sama berulang – ulang.
Sumber Stres
Setiap
waktu kita dihadapkan dengan perubahan, apakah kejadian tersebut kita inginkan
atau tidak, homeostasis akan terganggu dan kita akan menderita stres selama
masa adaptasi terhadap masa tersebut. Proses pemulihan bomeostasis tersebut
disebut adaptasi.
Derajat
tertentu dari perubahan tersebut diinginkan dan bahkan diperlukan. Perubahan
dapat menjadi faktor positif untuk perkembangan atau dapat menjadi kekuatan
negatif yang akan membawa ke arah deteriorasi pada mental dan atau fisik.
Terlalu banyaknya kejadian dan situasi baru yang dihadapi pada satu waktu
menimbulkan keadaan stres yang berlebihan. Ketika derajat dan jumlah perubahan
tersebut melampaui adaptasi kita, kita akan mendapatkan diri kita dalam fase
stres yang negatif, yaitu suatu keadaan dimana keseimbangan mental dan fisik
terganggu. Besarnya stres yang dialami tergantung dari faktor intensitas dan
frekuensi perubahan, dan kemampuan kita untuk beradaptasi.
Biokimia Stres
Stres
fisik atau emosional mengaktivasi amygdagala yang merupakan bagian dari sistim
limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon emosional
yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi dari forebrain.
Respon neurologis dari amygdagala ditransmisikan dan menstimulasi respon
hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF (corticotropin – releasing factor) yang
menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic hormone) ke dalam
darah. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal, suatu kelenjar
kecil yang berada di atas ginjal.
Kelenjar
adrenal berisi dua daerah yang berbeda, bagian dalam atau medulla yang
mensekresi adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dan lapisan
luar atau korteks yang mensekresi kortikosteroid mineral (aldosteron) dan
glukokortikoid (kortisol). Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung
pada sistem otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem
otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom
terbagi menjadi dua sistem yaitu simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis
bertanggung jawab adanya stimulasi atau stres. Reaksi yang timbul berupa
peningkatan denyut jantung, napas yang cepat, penurunan aktivitas
gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke
keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernafasan,
meningkatkan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan
terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stres yang berulang – ulang dan
menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua
sistem ini sangat penting bagi kesehatan tubuh.
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
Pengertian Hormon
Hormon
adalah zat kimia yang disekresi dalam cairan tubuh oleh suatu sel atau kelompok
sel dan menimbulkan efek pengaturan fisiologis pada sel – sel lain tubuh.
Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu. Kelenjar ini
merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk
aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai
pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan.
Fungsi
berbagai hormon adalah mengatur tingkat aktivitas jaringan sasaran, mengubah
reaksi kimia dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel terhadap zat – zat
khusus dan mengaktifkan mekanisme seluler spesifik.
Dua
mekanisme umum yang penting dari berfungsinya hormon adalah sebagai berikut :
1. Pengaktifan
sistem siklik AMP sel yang kemudian akan menimbulkan fungsi seluler tertentu.
2. Pengaktifan
gen sel yang menyebabkan pembentukan protein intrasel yang menimbulkan fungsi
seluler tertentu.



PERUBAHAN HORMON
Respon umum / general adaptation
syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima masukan mengenai
stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari banyak
reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara langsung
mengaktifkan sistem saraf simpatis. Mengeluarkan CRH untuk merangsang sekresi ACTH dan
kortisol, dan memicu pengeluaran Vasopresin. Stimulasi simpatis pada gilirannya
menyebabkan sekresi epinephrine, dimana keduanya memiliki efek sekresi terhadap
insulin dan glucagon oleh pancreas. Selain itu vasokonstriksi arteriole di
ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung memicu sekresi rennin dengan
menurunkan aliran darah (konsumsi oksigen menurun) ke ginjal. Renin kemudian mengaktifkan
mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara ini, selama stres,
hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem saraf simpatis
maupun sistem endokrin. (Gambar 1) (Hole. 1981, Sherwood. 1996)

Gbr.1 Integrasi
respon stres oleh Hipotalamus (Sherwood. 1996)
Reaksi normal pada seseorang yang sehat pada keadaan darurat, yang
mengancam jiwanya, akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin, yang
menyebabkan meningkatnya denyut nadi, pernapasan, memperbaiki tonus otot dan
rangsangan kesadaran yang kesemuanya akan meningkatkan kewaspadaan dan siap
akan kecemasan dan antisipasi yang akan di hadapi, untuk kembali pada keadaan
yang normal setelah suatu krisis yang dihadapinya. Walaupun kondisi ini akan dilanjutkan
dengan keadaan stress yang siap akan terjadinya suatu kerusakan pada tubuh.
Selanjutnya apabila suatu krisis terjadi dengan suatu kasus sangat ekstrem maka
dapat menimbulkan suatu kepanikan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan
atau cidera. (Reilly, 1985)
Stress adalah suatu psycho physiological phenomenon, ini adalah
kombinasi antara maksud pikiran dan gerak tubuh. Olahraga sangat dekat dengan
terjadinya stress. Secara fisiologis, tubuh dapat menunjukkan 3 tahap (fase)
ketika menghadapi stress yaitu alarm
stage, resistance stage, dan exhaustion
stage. Reaksi ini oleh Dr. Hans
Selye disebut sebagai GAS Theory (General
Adaptation Syndrome).
Pada alarm stage, terjadi peningkatan sekresi pada
glandula adrenalis, mempersiapkan tubuh melaksanakan respon fight or fight.
Seluruh efek tersebut menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas
fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek di atas.
Pada resistance stage, terjadi setelah alarm stage.
Selama fase ini tubuh memperbaiki dirinya sendiri akibat sekresi adrenokortikal
yang menurun.
Pada exhaustion stage sudah
mempengaruhi sistem organ, atau salah satu organ menjadi tidak berfungsi yang
menyebabkan terjadinya stress yang kronis. Stress kronis ini dapat mengganggu fungsi
otak, saraf otonom, sistem endokrin, dan sistem immune yang kita sebut sebagai
penyakit psikosomatis. (Arnheim, 1984; Sherwood. 1995, Guyton. 2000).
CATEKOLAMIN
Respon saraf utama terhadap
rangsangan stres adalah pengkatifan menyeluruh sistem saraf simpatis.
Hipotalamus akan menolong untuk mempersiapkan tubuh untuk fight to fight akibat rangsangan stres. Hal ini menyebabkan :
(Guyton. 2000, Hole. 1981)
1.
Peningkatan
tekanan arteri
2.
Peningkatan
aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot, bersamaan dengan penurunan aliran
darah ke organ-organ yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat.
3.
Peningkatan
kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.
4.
Peningkatan
konsentrasi glukosa darah.
5.
Peningkatan
proses glikolisis di hati dan otot
6.
Peningkatan
kekuatan otot
7.
Peningkatan
aktivitas mental
8.
Peningkatan
kecepatan koagulasi darah.
Seluruh efek tersebut menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan
aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek di atas.
(Sherwood. 1995, Guyton. 2000)
Perangsangan saraf simpatis yang
menuju medulla adrenalis menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinephrine dan
norepinephrine ke dalam darah sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa
dalam darah ke semua jaringan tubuh. Secara simultan, sistem simpatis memanggil
kekuatan-kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrine
dari medulla adrenal. Epinephrine memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat
yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi
simpanan karbohidrat dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood. 1996)

KORTISOL
Selain epinephrine, sejumlah
hormon terlibat dalam General Stress Syndrome ( Tabel 1). Respon hormon yang
predominan adalah pengkatifan sistem CRH-ACTH-KORTISOL. Peran kortisol dalam
membantu tubuh mengatasi stress, diperkirakan berkaitan dengan efek metabolik
nya. Kortisol mempunyai efek metabolik yaitu meningkatkan konsentrasi glukosa
darah dengan menggunakan simpanan protein dan lemak. Suatu anggapan yang logis
adalah bahwa peningkatan simpanan glukosa, asam amino, dan asam lemak tersedia
untuk digunakan bila diperlukan, misalnya dalam keadaan stress. (Guyton. 2000,
Sherwood 1996).
TABEL 1
HORMON
|
PERUBAHAN
|
TUJUAN
|
Epinephrine
|
Meningkat
|
Memperkuat sistem saraf simpatis untuk mempersiapkan tubuh
“fight to fight”
Memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak; meningkatkan
kadar glukosa dan asam lemak darah
|
CRH-ACTH-KORTISOL
|
Meningkat
|
Memobilisasi simpanan energi untuk digunakan jika
diperlukan, meningkatkan glukosa, asam amino, dan asam lemak darah.
ACTH mempermudah proses belajar dan perilaku
|
Glukagon &
Insulin
|
Meningkat
Menurun
|
Bekerja bersama untuk meningkatkan glukosa darah
|
Aldosteron
|
Meningkat
|
Menahan Na + H2O untuk meningkatkan volume
plasma, membantu mempertahankan tekanan darah, jika terjadi pengeluaran akut
plasma.
|
ADH
|
Meningkat
|
Vasopresin dan Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi
arteriol untuk meningkatkan tekanan darah
Vasopresin membantu proses belajar
|
Oksitosin
|
Meningkat
|
Stress Induced Tachycardia à menghambat respon takikardia pada
stress akut.
|
Growth Hormon
|
Meningkat
|
|
Perubahan hormon utama selama respon stres (Sherwood. 1995, Braga. 2000,
Higa. 2002)
ACTH mungkin berperan dalam mengatasi stres, karena ACTH adalah salah
satu dari peptide yang mempermudah proses belajar dan perilaku, masuk akal jika
peningkatan ACTH selama stres psikososial membantu tubuh agar lebih siap
menghadapi stresor serupa di masa mendatang dengan perilaku yang sesuai.
(Sherwood. 1995)
Kortisol juga berperan dalam
kronik stress, di katakan bahwa akut stress berbeda dengan kronik stress, fight to fight merupakan respon dari akut
stres sedangkan peningkatan adrenal kortisol merupakan respon dari kronik
stress, jadi adanya peningkatan kadar kortisol merupakan indikator yang baik
bagi seseorang yang mengalami kronik stres atau stres yang berulang-ulang.
Akibat kronik stress menyebabkan penekanan sistem immune tubuh sebagai akibat
efek dari kortisol. (Gambar.3) (Silverthorne. 2001).

Kontrol pengeluaran kortisol (Silverthorne.
2001)
GLUKAGON – INSULIN
Respon-respon hormonal lain di
luar kortisol juga berperan dalam keseluruhan respon metabolik terhadap stres.
Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan menyebabkan hambatan
pada insulin dan merangsang Glukagon. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja
sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinephrine dan
Glukagon, yang kadarnya meningkat selama stres, meningkatkan glycogenolysis dan
(bersama kortisol) glukoneogenesis di hati. (gambar 2). Namun insulin yang
sekresi nya tertekan selama stres mempunyai efek yang berlawanan terhadap
glycogenolysis di hati. Stimulus utama untuk sekresi insulin adalah peningkatan
glukosa darah, sebaliknya efek utama insulin adalah menurunkan kadar glukosa
darah. Apabila insulin tidak dengan sengaja
dihambat selama respon stres, hiperglikemia yang ditimbulkan oleh stres akan
merangsang sekresi insulin untuk menurunkan kadar glukosa. Akibatnya
peningkatan kadar glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Respon-respon
hormonal yang berkaitan dengan stres juga mendorong pengeluaran asam-asam lemak
dari simpanan lemak, karena epinephrine glucagon dan kortisol meningkatkan
lipolisis, sedangkan insulin menghambat nya.(Sherwood. 1996)

Kontrol sekresi Insulin (Sherwood.
1996)
ALDOSTERON, VASOPRESIN (ADH), & OKSITOSIN
Selama stres selain terjadi
perubahan-perubahan hormon yang memobilisasi simpanan energi, hormon-hormon
lain secara bersamaan juga diaktifkan untuk mempertahankan volume dan tekanan
darah selama keadaan darurat. Sistem simpatis dan epinephrine berperan penting
dengan langsung bekerja pada jantung dan pembuluh darah untuk meningkatkan
fungsi sirkulasi. Selain itu sistem rennin-angiotensin- aldosteron juga
diaktifkan sebagai akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal yang dipicu
oleh sistem simpatis. Sekresi aldosteron juga disebabkan oleh rangsangan dari
angiotensin II dan peningkatan K+ plasma, dan rangsangan dari ACTH walaupun
lemah. (Gambar.4 dan 5) (Sherwood.1996, Baron, 2003)
Sekresi Vasopresin juga meningkat selama keadaan
stres. Secara keseluruhan hormon-hormon ini meningkatkan volume plasma dengan
efek retensi Na dan H2O. Diperkirakan peningkatan volume plasma ini
merupakan tindakan pencegahan untuk membantu mempertahankan tekanan darah
sekiranya terjadi pengeluaran akut cairan plasma melalui perdarahan atau
keringat berlebihan selama masa darurat tersebut. Vasopresin dan angiotensin
juga memiliki efek vasopressor langsung yang akan bermanfaat untuk
mempertahankan tekanan darah apabila terjadi pengeluaran akut darah. Vasopresin
juga diperkirakan mempermudah proses belajar, yang berdampak pada adaptasi
terhadap stres di masa mendatang.(Gambar 5) (Sherwood. 1996)

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (Sherwood. 1995)

Control sekresi Aldosteron
(Baron.2003)
Oksitosin dikatakan mempunyai efek Stress Induced
Tachycardia, melalui n. vagus menyebabkan bradikardia, yaitu menghambat respon
tachycardia akibat stress physic (exercise).
Sehingga Vasopresin dan Oksitosin diduga bertugas mengontrol denyut nadi pada
saat stres physic. (Braga. 2000, Higa. 2002)
GROWTH HORMONE (GH)
GH adalah hormon yang disekresi oleh hipofisis anterior, GH ini mempunyai
efek merangsang pertumbuhan seluruh jaringan tubuh, dan mempunyai efek
metabolik yaitu meningkatkan hampir semua ambilan asam amino dan sintesis
protein oleh sel, menggunakan lemak dari tempat penyimpanannya dan menghemat
karbohidrat


Control sekresi GH pada stress
PERUBAHAN HORMON OLEH
STRES PSIKOLGIS KRONIS YANG DAPAT MERUGIKAN
Akselerasi aktivitas kardiovaskuler dan pernapasan, retensi garam dan H2O,
serta mobilisasi bahan bakar metabolik dan bahan-bahan pembangun dapat
bermanfaat sebagai respon terhadap stres fisik, misalnya kompetisi olahraga
atletik. Ternyata sebagian besar stresor
dalam kehidupan kita sehari-hari adalah stres psikologis, meskipun stresor
tersebut memicu respon yang sama. Apabila tidak diperlukan energi tambahan,
tidak ada kerusakan jaringan, dan tidak ada pengeluaran darah, penguraian
cadangan energi tubuh dan retensi cairan merupakan tindakan yang sia-sia,
mungkin merugikan bagi individu yang mengalami stres. Akibat respon stres yang
tidak digunakan mungkinkah hipertensi disebabkan oleh vasokonstriksi simpatis
yang berlebihan? Mungkinkah peningkatan kortisol yang ringan namun kronik,
seperti stres psikologis yang berkepanjangan, menimbulkan hal yang sama. Ini
harus dilakukan penelitian lebih lanjut. (Sherwood. 1996)
KESIMPULAN
1.
Berbagai
stressor dapat menimbulkan berbagai respon spesifik yang khas untuk stressor
tersebut, namun selain respon spesifik, semua stressor juga menimbulkan respon
umum yang berefek sama apa pun jenis stressor nya.
2.
Respon
umum / general adaptation syndrome dikendalikan oleh hipotalamus.
3.
Perubahan-perubahan
hormon yang terjadi dalam keadaan stres adalah :
a.
Peningkatan
epinephrine
b.
Peningkatan
ACTH dan Kortisol
c.
Peningkatan
glucagon dan penurunan insulin
d.
Peningkatan
aldosteron
e.
Peningkatan
ADA/Vasopresin
f.
Peningkatan
kadar Oksitosin
g.
Peningkatan
kadar Growth Hormon
4.
Ternyata sebagian besar stresor dalam kehidupan kita
sehari-hari adalah stres psikologis, meskipun stresor tersebut memicu respon
yang sama.
5.
Jika
tubuh bertemu dengan stressor, tubuh akan mengaktifkan respon saraf dan hormon
untuk melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan untuk mengatasi keadaan
darurat,
DAFTAR PUSTAKA
Asiyah N.siti. Kuliah Psikologi Faal.Surabaya:IAIN Press. 2010.
Hapsari, Indri iriani, dkk. Psikologi Faal . Bandung: PT. Remaja
rosdakarya. 2013.
Kadir, Akmarawita. PERUBAHAN HORMON
TERHADAP STRESS. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.