Jumat, 07 Juni 2013

PENGERTIAN ANTROPOLOGI



PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Antropologi
                                                                                        
FilesOffice

Dosen Pembimbing:
Yoyok Rimbawan S.Ag

Oleh:
Ahmad Haris Susanto
B07211002
Psikologi/2/G1


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS DAKWAH
PRODI PSIKOLOGI
SURABAYA
2012

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI
Pernahkah kita berpikir mengapa Alloh menciptakan berbagai macam manusia? Mengapa ada manusia yang berhidung pesek? Mengapa tidak diciptakan saja manusia yang berhidung mancung semua? Mengapa Alloh SWT menciptakan beraneka ragam warna kulit? Mengapa tidak diciptakan satu warna kulit saja? Mengapa tidak diciptakan satu bahasa saja sehingga manusia lebih mudah berkomunikasi? Mengapa? Dan mengapa harus berbeda?
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz   
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Alloh SWT menciptakan manusia dari berbagai macam jenis, suku, bangsa, ras, bahasa dan budaya yang bermacam-macam. Hal itu selain sebagai karunia bagi kita semua karena menjadikan dunia ini semakin berwarna. Hal yang seperti ini merupakan tanda-tanda kekuasaan Alloh SWT. Dan Alloh senantiasa memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan (mempelajari dan meneliti) apa yang ada di dunia ini, agar kita bisa menjadi manusia yang rahmatan lil a’alamin.
Dalam rangka untuk tetap bertahan hidup manusia juga menciptakan beberapa alat guna mendukung kegiatan hidupnya. Penciptaan-penciptaan alat-alat tersebut tentunya juga harus disesuaikan dengan keadaan dimana mereka tinggal. Di dataran tinggi, tepi laut, tepi sungai. Demikian juga dengan hasil-hasil kebudayaan yang berbeda-beda. Yang pada akhirnya membuat manusia untuk berpikir tentang siapa itu manusia? Apa yang dihasilkannya? Dan pertanyaan lainnya yang mendorong lahirnya antropologi.

A.   Pengertian Antropologi
Tidak ada seorang manusia ataupun ilmuan yang mempunyai arti secara pasti dan sama tentang antropologi. Ada yang berpendapat bahwa antropologi sebagai ilmu yang mempelajari proses evolusi manusia, dari manusia primitive sampai manusia modern. Ilmuwan lainnya berargumen bahwa manusia tidak mengalami proses evolusi, sejak awal manusia sudah terbentuk sebagaimana wujudnya, yakni nabi Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan Alloh SWT dari tanah liat. Kemudian ada ilmuwan yang memunculkan sebuah teori evolusi bahwasannya manusia itu mengalami evolusi selama berjuta-juta tahun sebelum menjadi wujud dan bentuk manusia seperti saat ini. Mereka harus melalui tahapan-tahapan seleksi alam dan mutasi genetik sebagai wujud adaptasi mereka terhadap perkembangan dan perubahan alam tempat mereka tinggal.Individu-individu yang tidak dapat beradaptasi secara alami akan tersingkir melalui seleksi alam.
Hingga akhirnya perdebatan-perdebatan ini melahirkan dua kelompok yang mempunyai argument terbesar. Kelompok pertama menamakan dirinya kelompok monogenesis yang beranggapan bahwa manusia berasal dari keturunan yang sama, hal ini didukung oleh ajaran agama-agama Semitik ( Islam, Nasrani, dan Yahudi) bahwa Nabi Adamlah manusia pertama itu. Dan kelompok polygenesis yang beranggapan bahwa manusia berasal dari keturunan yang berbeda.
Berikut ada beberapa pendapat mengenai pengertian antropologi
1.    Antropologi mempelajari keragaman manusia secara fisik. Manusia dipelajari berdasarkan cirri-ciri fisiknya, seperti warna kulit, warna rambut, bentuk rambut, bentuk hidung dan lain sebagainya
2.    Antropologi mempelajari manusia dari benda-benda yang pernah diciptakan dan digunakan sejak zaman manusia awal (primitif). Mereka berusaha menggali untuk mengetahui usia, dan informasi lainnya mengenai barang-barang peninggalan kebudayaan itu.
3.    Antropologi mempelajari manusia dari segi perilakunya, seperti perilaku dalam masyarakat, mata pencaharian, sistem organisasi sosial, sistem religi, berbahasa, kesenian dan perlengkapan hidupnya.
4.    Antropologi mempelajari bahasa-bahasa yang dipergunakan oleh kelompok manusia tertentu. Karena bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan manusia.
5.    Antropologi mempelajari tentang proses perkembangan fisik manusia (evolusi fisik), proses keanekaragaman fisik manusia, tahapan-tahapan kebudayaan dan peradaban manusia, serta sistem-sistem sosial masyarakat.
Secara garis besar antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat.[1]Antropologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti, ilmu, kajian. Dalam arti yang luas antropologi berarti kajian tentang manusia dan masyarakat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, yang sedang berkembang maupun yang sudah punah.[2]
Definisi Antropologi menurut para ahli
1.    William A. Havilland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.    David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia
3.    Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentu fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang bermanfaat.[3]
B.   Ruang Lingkup Antropologi
Secara umum, disiplin ilmu antropologi dibagi menjadi 2 cabang. Cabang  pertama adalah antropologi fisik dan cabang kedua adalah antropologi kebudayaan. Ada juga beberapa ilmuwan yang menambahkan antropologi spesialisasi (khusus) dan antropologi terapan menjadi cabang tersendiri.[4]
1.    Antropologi Fisik
Adalah bagian dari antropologi yang memusatkan perhatiannya kepada manusia sebagai organisme biologis, dan salah satu yang menjadi perhatiannya adalah evolusi manusia.[5] Dalam cabang ini terus digali dari mana nenek moyang manusia itu, apakah dari hewan mamalia jenis primata yang telah modern atau dari yang lainnya. Disamping itu variasi-variasi fisik manusia satu dengan manusia lain juga menjadi pokok perhatian dari cabang ini.
2.    Antropologi Budaya
Cabang antropologi budaya memfokuskan dalam mempelajari kebudayaan dan perilaku manusia. Pada cabang ini peneliti-peneliti banyak yang bersinggungan langsung dengan ilmu-ilmu sosial, seperti disiplin ilmu sosiologi. Karena kedua ilmu tersebut sama-sama berusaha untuk menggambarkan dan menerangkan mengenai perilaku manusia dan konteks sosialnya. Pengamatan yang dilakukan lebih menitikberatkan kepada kebudayaan prasejarah dan kebudayaan non Eropa Barat, hal inilah yang menjadikan adanya bantahan terhadap pendapat lama yang terbentuk melalui studi tentang masyarakat-masyarakat Barat.
Berikut sub-sub cabang dari antropologi budaya
a.    Arkeologi
Cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda dengan maksud untuk menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia. Dan umumnya berpusat pada penggambaran masa lampau, meskipun ada beberapa penelitian yang menggunakan benda-benda itu melihat masa kini.
b. Antropologi Linguistik
Ciri khas manusia adalah variasinya dalam berbahasa penyimbolan perilaku. Meskipun dalam dunia binatang juga mempunyai bahasa maupun perilaku khusus untuk penyimbolan perilaku mereka. Akan tetapi yang dimiliki manusia lebih komplek. Dan karena bahasa itulah yang menjadikan manusia tetap eksis mempertahankan kelangsungan generasinya sampai sekarang. Terdapat 2 pendekatan dalam mempelajari antropologi linguistic, pertama dengan pendekatan deskriptif yakni cara membentuk kalimat atau mengubah kata kerja, dan pendekatan kedua adalah dengan sejarah bahasa-bahasa yaitu cara bahasa-bahasa berkembang dan saling mempengaruhi sepanjang waktu. Melaui studi linguistik, antropolog dapat mengetahui lebih baik bagaimana pendapat orang tentang dirinya dan tentang dunia sekitarnya. Dengan mengidentifikasi kata-kata yang sama dalam bahasa-bahasa lain yang ada hubungannya, dan yang kembali kepada bahasa nenek moyang pada jaman dahulu, kita dapat memperkirakan tempat hidup nenek moyang yang berbahasa kuno itu dan juga cara hidupnya.
c. Etnologi
Jikalau arkeologi memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-kebudayaan masa lampau dengan benda-benda hasil kebudayaannya, berbeda dengan etnologi yang lebih memperhatikan kebudayaan-kebudayaan masa kini dengan mengamati perilaku-perilaku manusia masa kini. Etnologi dalam pendekatannya memerlukan etnografi, jadi pada dasarnya etnologi adalah arkeologi yang diamati benda-benda (manusia) hidup-hidup.


Daftar Pustaka
A. Havilland, William. Antropologi. Burlington : Erlangga, 1985
Pujileksono, Sugeng. Petualangan Antropologi.  Malang: UMM Press, 2006
Simon Colleman & Helen Watson. Pengantar Antropologi. Bandung : Nuansa, 2005
Koentjaraningrat.  Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru, 1980
Harsojo, Prof. Pengantar Antropologi. Bandung : Putrabardin, 1971















Lampiran
VARIASI BAHASA DAN FAKTOR PENYEBABNYA
www.asbahlinguist.blogspot.com/2009/03/variasi-bahasa-dan-faktor-penyebabnya.html
Bahasa merupakan sebuah karunia Allah SWT yang patut disyukuri oleh siapapun. Karena bahasa merupakan satu-satunya alat komunikasi yang tidak mungkin akan terhindarkan dari kehidupan kita sebagai binatang penutur (the speaking animal). Sejak manusia pertama bernama Adam, Allah telah mengajarinya dengan menyebut benda-benda. Saat itulah kemampuan manusia untuk berbahasa dimulai. Keturunan Adam dari generasi ke generasi berikutnya telah mewarisi dan bahkan terus menumbuhkembangkan bahasa yang sampai hari ini jumlahnya telah mencapai ribuan dan melahirkan variasi-variasi yang jumlahnya ribuan pula. Berita terakhir dari laporan UNESCO bahwa bahasa –bahasa yang akan segera punah saja mencapai 2.500 banyaknya. Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. Bahasa benar-benar dapat merefleksikan semua aspek kehidupan suatu masyarakat tutur.
Dari fenomena bahasa itupula muncul berbagai variasi-variasi. Seringkali antara kata “varitas” dan “variasi” membuat kita agak bingung untuk membedakannya. Tetapi sebetulnya kedua kata tersebut sama saja maksudnya. Dimana keduanya berasal dari bahasa inggris yaitu “variation” dan “variety”. Menurut Chaer dan Agustina (2003) bahwa variasi bahasa merupakan keragaman atau perbedaan dalam pemakaian bahasa. Variasi dapat terjadi apabila penutur bahasa tidak homogen. Selain itu variasi juga dapat terjadi karena keragaman kegiatan interaksi sosial penutur bahasa. Adapun faktor penentu variasi bahasa tersebut antara lain faktor waktu, tempat, sosiokultural, situasi dan faktor medium pengungkapan (Harimurti Kridalaksana, 1980). Lebih lanjut dikatakan bahwa variasi itu berkaitan dengan adanya keragaman sosial penutur dan keanekaragaman fungsi bahasa itu sendiri. Keduanya telah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi (means of interaction) dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Disamping itu, dikatakan bahwa untuk memahami lebih jauh tentang variasi bahasa, sosiolinguistik harus mampu memahami atau mendeskripsikan hubungan antara variasi bahasa dengan kelompok atau situasi sosial yang dimiliki oleh suatu masyarakat bahasa (Spolsky, 1998).
Selanjutnya variasi bahasa dapat juga berupa bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang mnenyerupai pola umum bahasa induknya (Suwito, 1985). Chaer dan Agustina (1995) membedakan variasi bahasa antara lain dari segi (1) penutur, (2) pemakaian, (3) keformalan, dan (4) sarana.
Dari beberapa pengertian tentang variasi diatas dapat disimpulkan bahwa variasi merupakan konsep yang memberikan hubungan antara keragaman pemakaian bahasa dengan faktor-faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial misalnya status sosial, umur, jenis kelamin, kemampuan ekonomi, dan sebagainya. Sedangkan faktor situasional meliputi siapa yang berbicara, kepada siapa, dimana, mengenai apa, untuk apa dan menggunakan bahasa apa (Sumito, 1985).
Keragaman bahasa akan semakin bertambah apabila bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang banyak serta berada dalam wilayah yang luas. Variasi bahasa menurut C.A. Ferguson dan J.D. Gumperz dalam Allen (1973) yaitu, “a variety is anybody of human speech patterns which is sufficiently homogeneous to be analyzed by available techniques of synchronic description and which has a sufficiently large repertory of elements and function in all normal contexts of communication”. Sedangkan Holmes (1992) mengatakan bahwa “variety is a sociolinguistic term referring to language in context (under specific social circumstance)”. Dengan kata lain bahwa variasi bahasa merupakan keragaman atau perbedaan dalam pemakaian bahasa (Chaer dan Agustina: 2003)

Dari definisi di atas kita dapat melihat bahwa dalam variasi bahasa ada pola-pola bahasa yang sama. Pola-pola bahasa itu dapat dianalisis secara deskriptif. Pola-polanya dibatasi oleh makna tersebut yang dipergunakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi. Peristilahan variasi bahasa memang mempunyai nama yang berbeda-beda seperti yang akan kita uraikan satu persatu berikut ini. Berdasarkan definisi di atas, variasi bahasa dapat dilihat dari beberapa segi seperti yang akan dijelaskan dibawah ini, antara lain, yaitu:

VARIASI DITINJAU DARI SEGI BAHASA PENGANTAR
Bahasa secara keseluruhan dapat berubah. Kadang-kadang perubahan bahasa terjadi dalam waktu singkat sebagai akibat dari kontak antar dua bahasa yang digunakan oleh orang-orang dengan latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Dalam kondisi demikian dapat muncul yang namanya pijin. Kata "pidgin" sendiri konon merupakan ucapan kata Inggris "business" (bisnis) oleh orang China. Pijin biasanya memiliki tatabahasa yang sangat sederhana dengan kosakata dari bahasa yang berbeda-beda sehingga pencampuran unsur-unsur kedua bahasa tersebut menyebabkan adanya bahasa campuran. Sebuah pijin tidak memiliki penutur bahasa ibu (native speaker). Jika memiliki native speaker maka bahasa ini disebut bahasa kreol. Beberapa bahasa yang dianggap bahasa kreol di Indonesia antara lain adalah bahasa Melayu Ambon dan bahasa Melayu Betawi. Jadi, kreol merupakan akibat dari kontak bahasa juga yang merupakan pengembangan dari pijin tersebut. Kreolisasi adalah suatu perkembangan linguistic yang terjadi karena dua bahasa melakukan kontak dalam waktu yang lama yang mana penutur pijin tersebut telah beranak pinak. Begitu seterusnya jika kreol mampu bertahan dan terus berkembanga maka kreol akan bias menjadi bahasa yang lebih besar dan lebih lengkap Contohnya adalah bahasa Sierra Leona di Afrika Barat yang kemudian menjadi bahasa nasional .
Dari banyaknya bahasa-bahasa di muka bumi ini, tentu saja dihuni oleh orang-orang yang yang berbicara bahasa-bahasa yang berbeda (divergent) satu sama lain. Maka di kawasan seperti ini akan menuntut orang-orang tersebut untuk bisa saling berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya demi kepentingan sosial dan/atau komersial. Dalam keadaan seperti ini mesti ada satu bahasa yang digunakan berdasarkan kesepakatan, yaitu disebut lingua franca. Kata ini berasal dari bahasa Italia yang artinya adalah "bahasa bangsa Frank" adalah sebuah istilah linguistik yang artinya adalah "bahasa pengantar" atau "bahasa pergaulan" di suatu tempat di mana terdapat penutur bahasa yang berbeda-beda. Sebagai contoh adalah bahasa Melayu atau bahasa Indonesia di Asia Tenggara. Di kawasan ini bahasa ini dipergunakan tidak hanya oleh para penutur ibunya, namun oleh banyak penutur kedua sebagai bahasa pengantar. Contoh lain adalah bahasa Inggris pada zaman sekarang, bahasa Mandarin untuk dikawasan asia, bahasa Arab untuk kawasan Timur Tengah, dan bahasa Swahili di wilayah Afrika Timur. Karena lebih sering Lingua Franca (Frankish language) berfungsi sebagai bahasa-bahasa perdagangan, maka masuk akal juga bila bangsa Arab memiliki pepatah “bahasa ibarat seekor kuda yang membawa seseorang menjelajahi jauh ke negeri orang” . Lingua fanca itu sendiri dapat dibedakan menjadi bahasa bisnis (perdagangan), bahasa kontak, dan internasional. Dan ia bersifat praktis dan resmi.
Disamping ketiga istilah tersebut diatas, kita juga mengenal yang namanya bahasa ibu. Yaitu bahasa pengantar untuk kepentingan keluarga, adat/ ritual, dan sarana komunikasi di etniknya. Pada kelompok tutur yang luas sering disamakan dengan bahasa daerah serta mempunyai tatabahasa, otonomi, kesejarahan, dan kadangkala ada yang sudah standar. Meskipun bahasa nasional juga dipergunakan oleh seorang ibu untuk berkomunikasi kepada anaknya. Edward sapir dan Benjamin lee whorf adalah ahli linguistic yang mempunyai hipotesis yaitu: bahasa ibu (native language; mother tongue) seorang penutur membentuk kategori-kategori yang bertindak sebagai sejenis jeruji (kisi-kisi). Melalui kisi-kisi tersebut seorang anak melihat dunia luar. Karena penglihatan si penutur terhalang oleh kisi-kisi, pandangannya ke dunia luar menjadi seolah-olah diatur oleh kisi-kisi itu. Kisi-kisi itu memaksa si penutur menggolong-golongkan dan membentuk konsep tentang berbagai gejala dalam dunia luar itu berdasarkan bahasa ibunya. Dengan demikian maka bahasa ibu dapat mempengaruhi masyarakat dengan jalan mempengaruhi bahkan mengendalikan pandangan-pandangan penuturnya terhadap dunia luar. Memang benar bahwa cara berpikir masyarakat ditentukan oleh bahasa. Misalnya orang jawa yang sejak kecil menggunakan bahasa jawa maka dia akan membedakan antara jaran (kuda) dan belo (anak kuda). Kelak jika ia belajar bahasa Indonesia atau bahasa inggris akan bertanya apa bahasa indonesianya belo. Begitu pula yang terjadi pada dou mbojo (orang Bima) yang bahasa ibunya bahasa Bima akan sulit mencari padanannya dalam bahasa lain untuk kata “kalembo ade” yang secara kontekstual merupakan sebuah ucapan yang selalu diselipkan untuk memberi semangat (mis, kalembo ade aina oci to’I ade tana’o = ayo semangat jangan pernah putus asa untuk belajar), menyuruh untuk bersabar (mis, kalembo ade nahu wati ndadi nikaku labo nggomi ari = sabar ya dik saya tidak jadi menikahi kamu), dan menolak permintaan seseorang (mis, kalembo ade nahu wati loaku lao aka rawi nikakai nggomi ari = maaf ya dik saya tidak bisa menghadiri perta pernikahanmu).
Kemudian ada bahasa nasional yaitu bahasa yang dipergunakan oleh suatu negara dalam komunikasi antarsesama warga negara, bahasa nasional bisa juga disebut bahasa persatuan. Misalnya bahasa persatuan untuk iptek, adat/ritual, politik, dan sebagainya. Tentu saja setiap negara memiliki bahasa persatuan atau bahasa nasional masing-masing. Bahasa nasional sebenarnya sama dengan bahasa negara karena keduanya mengandung unsure politik, tetapi bahasa negara terdapat unsur wilayah di dalamnya.
Selanjutnya yaitu bahasa internasional yang merupakan alat untuk berkomunikasi masyarakat internasional. Seperti kita ketahui bahasa bahasa inggris masih menjadi bahasa yang paling banyak dipelajari orang untuk kebutuhan komunikasi antar masyarakat internasional baik untuk tujuan ipptek maupun politik. Akan tetapi seiring dengan terus bersaingnya Negara-negara maju dalam hal iptek dan ketegangan secara politik maka tidak menutup kemungkinan bahasa-bahasa lain selain bahasa inggris akan menjadi bahasa utama masyarakat internasional. Misalnya sekarang telah muncul bahasa mandarin, jepang, italia, jerman yang terus berkompetisi serta berambisi untuk merajai dunia ini dengan kekuatan baik secara politik maupun ekonominya. Pertanyaannya ada-kemauan-kah kita sebagai anak bangsa Indonesia untuk ikut berkompetisi didalamnya? Tidak sekedar agar bahasa indonesia bisa dikenal luas tetapi karena ketangguhan serta sesuatu yang membuat kita memiliki posisi tawar (bargaining) di mata masyarakat internasional. Jawabannya: “we must and let’s start from now on!” dengan cara antara lain, seperti slogan berikut ini, “united we stand, divided we fall, and together we change”.
Terakhir adalah apa yang kita sebut dengan bahasa daerah atau istilah lain yaitu vernacular. Yaitu bahasa yang dipergunakan penduduk asli suatu daerah, biasanya dalam wilayah yang multilingual. Ia dipertentangkan dengan bahasa persatuan, bahasa nasional, atau lingua franca . Bangsa kita Indonesia terkenal memiliki vernacular yang sangat banyak sekali, meskipun beberapa diantaranya sudah mulai banyak ditinggalkan penuturnya. Salah satu penyebabnya adalah adanya low confidence dari pada generasi penutur bahasa itu untuk menggunakan bahasanya itu karena dianggap tertinggal.


VARIASI DARI SEGI PENUTUR/KELOMPOK TUTUR
Adapun variasi bahasa berdasarkan kelompok ini bisa dikategorikan sebagai berikut:
1. Idiolek, merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang mempunyai idiolek masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pemilihan diksi, gaya bahasa, susunan kalimat, ekspresi, dan bahkan karena kelainan keadaan rohani dan kemampuan intelektual . Yang paling dominan adalah warna suara, kita dapat mengenali suara seseorang yang kita kenal hanya dengan mendengar suara tersebut. Idiolek melalui karya tulis pun juga bisa, tetapi disini membedakannya agak sulit. Perbedaan lain adalah disebabkan oleh usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan, ukuran tubuh, kepribadian, keadaan emosi, serta ciri-ciri khas pribadi.
2. Dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada di suatu tempat atau area tertentu. Bidang studi yang mempelajari tentang variasi bahasa ini adalah dialektologi.
3. Kronolek atau dialek temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Sebagai contoh, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, lima puluhan, ataupun saat ini.
4. Sosiolek atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik variasi inilah yang menyangkut semua masalah pribadi penuturnya, seperti usia, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, pekerjaan, seks, dsb. Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya disebut dengan prokem.
5. Etnolek adalah sebuah variasi bahasa yang digunakan oleh suku tertentu dan menjadi cirri penanda identitas social diantara mereka. Istilah ini menggabungkan etnik dan dialek. Misalnya etnolek African American Vernacular pada konteks bahasa inggris amerika sebagai cirri dari pada African American atau Black society.
6. Ekolek is a language variety unique to a household (from the Greek eco (oikos) for house, as in economy or ecology, and lect for language). An ecolect probably evolves from an idiolect, which is individual specific, when other household members adopt that individual's unique words and phrases, that are not in use in surrounding households or the wider community
7. Akrolek adalah (the most prestigious form, used in formal situations, by educated speakers, often of the upper classes) variasi bahasa yang dianggap lebih tinggi atau bergensi daripada variasi bahasa lainnya .
8. Mesolek is an intermediate variety, used in less formal situations, by a majority of speakers, from all classes.
9. Basilek adalah(the low variety, used in most informal situations, by the least educated speakers, often from the lower classes) variasi bahasa yang dianggap kurang bergengsi atau bahasa rakyat kebanyakan.
(Akrolek, mesolek, dan basilek bisa juga terjadi dalam creol)
10. Vulgar adalah variasi bahasa yang digunakan oleh penutur yang kurang berpendidikan dan berkencenderungan menyatakan sesuatu apa adanya dan kasar.
11. Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan beberapa kelompok tutur yang luas yang tentu saja ada tata bahasanya, sejarahannya, memiliki otonomi, dan standar digunakan sebagi alat komunikasi suatu negara, bahasa iptek, politik dan sebagainya serta dipahami secara baik oleh masyarakat tutur yang luas (mutually intelligibility).
Memang agak sedikit membingungkan bila kita bertanya dimana letak perbedaan dan bagaimana membedakan antara bahasa dan dialek. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa dialek merupakan bahasa sekelompok masyarakat yang tinggal di suatu daerah tertentu. Dengan kata lain bahwa dialek tidak lain dari pada suatu variasi bahasa yang berbeda secara konsisten dari variasi-variasi lain dari bahasa yang sama yang digunakan di kawasan-kawasan geografis yang berlainan dan oleh kelompok – kelompok social yang juga berlainan. Untuk menentukan apakah itu bahasa atau dialek, maka cara yang bisa digunakan adalah dilihat dari sejarahnya. Sedikit banyak akan bergantung pada hubungan sejarah keduanya. Kemudian ciri lain yaitu homogenitas, yaitu adanya kesamaan unsure – unsure bahasa tertentu. Misalnya para ahli dialektologi percaya bahwa apakah katakana saja X dan Y itu dua bahasa, dua dialek, atau dua subdialek, ataukah hanya sekedar dua variasi saja, dapat ditentukan dengan mencari kesamaan kosakatanya. Jika persamaannya hanya 20% atau kurang maka keduanya disebut bahasa. Tetapi kalau mencapai 40-60% keduanya disebut dialek, dan kalau bisa mencapai 90% maka jelas keduanya hanya merupakan dua variasi saja dari sebuah bahasa. Contohnya etnis jawa mengakui bahasanya adalah bahasa Jawa, terdiri dari beberapa dialek, antara lain dialek Bagelen (Jawa Tengah bagian selatan), dialek Solo-Yogya, dialek Jawa Timur (Surabaya, Malang, Mojokerto, Pasuruan), dialek Osing (Banyuwangi) . Contoh lain misalnya suku sasak yang mendiami pulau Lombok akan mengakui bahasanya adalah bahasa sasak (base sasak), terdiri dari dialek ngeno-ngeni, meno-meni, ngeto-ngete, kuto-kute dan meriak-meriku. Atau kebanyakan mereka menyebutnya berdasarkan wilayah penyebaran dialek itu, yaitu dialek tengah, dialek utara, dialek timur, dialek tenggara, dan dialek timur tengah .

VARIASI DARI SEGI PEMAKAIAN (FUNGSI, GAYA)
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunanya, pemakainya atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, pertanian, militer, pelayaran, pendidikan, dsb. Yang termasuk register/diatype antara lain:
1. Slang merupakan variasi bahasa yang bercirikan penggunaan kosa kata yang baru ditemukan dan cepat berubah, biasanya dipakai oleh kaum muda atau kelompok sosial dan profesional untuk berkomunikasi intrakelompok, digunakan secara terbatas dan bersifat rahasia. Slang bisa dipadankan dengan bahasa gaul.
2. Kolokial merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh penutur dalam percakapan sehari-hari secara lisan.
3. Jargon adalah variasi bahasa yang digunakan kelompok sosial atau kelompok pekerja tertentu dan tidak dimengerti oleh kelompok lain dalam lingkungan tersendiri.
4. Argot adalah variasi bahasa khas para pencuri kemudian variasi ini dipakai untuk kosa kata teknis atau khusus dalam perdagangan, profesi, atau kegiatan lainnya. Ada juga yang menganggap argot sama dengan jargon dilihat dari segi kerahasiaan.
5. Kan/cant dipakai sebagai variasi bahasa merengek-rengek atau purapura, biasanya digunakan oleh kalangan sosial rendah.
6. Patois merupakan variasi local suatu bahasa yang bersifat nonstandard. Istilah kata patois itu sendiri memang tidak secara resmi didefinisikan secara linguistic yang bias saja mengacu pada istilah yang serupa seperti pidgins, creoles, dialects, dan/atau bentuk lain dari variasi lokal. Istilah patois itu sendiri diambil dari bahasa prancis yaitu patoier yang artinya "to handle clumsily, to paw".
7. Prokem adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya
8. Style/ragam adalah varitas bahasa yang dibedakan atas dasar situasi tutur, dan gaya penuturan dimana sudut pandangnya dapat ditinjau dari segi kebakuan, keformalan, keindahan, kreatifitas, suasana tutur dan kelengkapan tutur. Dari segi kebakuan misalnya ada ragam baku dan ragama non-baku. Sedangkan ragam keformalan bisa dibagi lagi menjadi ragam beku, resmi, usaha, santai, akrab, resmi berciri tuturan baku, dan ragam santai berciri tuturan non baku. Kemudian bila ditinjau dari segi keindahan ada ragam sastra dan non-sastra. Sedangkan bila dilihat dari sudut kreatifitas dapat dibagi menjadi ragam beku atau idiomatic dan ragam kreatif atau selalu selalu berkembang. Terakhir adalah dapat dilihat dari suasana tutur dan kelengkapan tutur. Dari suasana tutur misalnya bias menjadi ragam sedih, ragam marah, ragam jatuh cinta, ragam sindiran, ragam penyesalan, ragam senang, ragam kecewa, ragam memberontak, dan lain-lain. Sedangkan dari sudut pandang kelengkapan tutur dapat dibagi menjadi ragam ringkas/ singkat dan ragam jelas/ lengkap


VARIASI DARI SEGI SARANA
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan tulis atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya ketika bertelepon, bertelegraf, ber-internet (ber-email dan ber-chatting), dan ber-sms.

FAKTOR PENYEBAB ADANYA VARITAS BAHASA
Variasi-variasi seperti yang telah disebutkan diatas tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor antara lain, misalnya, tujuan bertutur, wilayah tutur, topik tuturan, dan gaya penuturan. Penyebab adanya variasi yang disebabkan oleh tujuan bertutur artinya bahwa kontent tuturan tersebut akan disesuaikan dengan apa yang akan dicapai oleh si penutur tersebut. Misalnya tuturan pada konteks berkampanya yang tujuannya untuk menarik simpati massa tentu akan sangat berbeda sekali dengan tuturaan ketika berada dalam situasi di dalam kelas atau perkuliahan. Begitu juga tuturan antara si pembeli dan penjual, tentu mereka akan menggunakan dan/atau memilih kode-kode yang tepat demi tercapainya tujuan tutur masing-masing.
Kemudian faktor variasi ditinjau dari wilayah tutur yaitu dapat dibagi menjadi wilayah tutur yang dibatasi secara geografis dan wilayah tutur secara social. Misalnya, bila dipandang dari segi berbedaan wilayah geografis tentu saja akan berbeda anatara masyarakat tutur yang ada di wilayah pegunungan dan yang berada di wilayah perkotaan. Berbedaan tersebut yang paling menonjol bisa dilihat dari tinggi-rendahnya nada. Termasuk juga dalam perbendaharaan kosakata yang dimiliki oleh kedua kelompok tutur tersebut akan berbeda, karena tentu saja disesuaikan dengan keadaan dan/atau tuntutan alam yang mereka hadapi.
Selanjutnya faktor penyebab terjadinya variasi bahasa bisa juga disebabkan oleh topik tuturan (topic pembicaraan). Misalnya obrolan para guru/dosen tentu saja akan berbeda dengan para politisi dan birokrat. Termasuk pemahaman terhadap kosakata-kosakata yang digunakan tentu saja hanya kelompok tertentu yang bias memahaminya secara baik. Misalnya istilah silabus, RPP, standar kompetensi, dan kompetensi dasar tidak akan pernah kita temukan dalam obrolan-obrolan para politisi lebih-lebih pada kelompok petani dan nelayan.
Terakhir bahwa faktor penyebab terjadinya variasi bahasa dapat disebabkan oleh gaya penuturan. Misalnya gaya penuturan seseorang ketika dia memposisikan diri sebagai presiden/menteri dan ketika dia berada dalam posisi sebagai seorang suami bagi istrinya dan/atau sebagai seorang bapak/kakek bagi anak-anak serta cucunya. Termasuk para ibu-ibu sekalian akan dengan lihai dalam menentukan style/gaya yang pas (matching) ketika berhadapan dengan teman, tetangga, atasan, bawahan, dan terlebih lagi untuk sang suami tercinta.
Sungguh maha sempurna Sang Pemilik jaga raya ini yang telah menciptakan dunia dan isinya dalam bentuk, warna, rupa, dan jenis yang multi-ragam termasuk di dalamnya adalah bahasa yang telah diciptakan sesuiai dengan kebutuhan suatu penutur yang jumlahnya ribuan yang terdiri dari beribu-ribu variasi di dalam bahasa itu sendiri.
________________________________________________________




[1] Prof. Harsojo : Pengantar Antropologi; Bandung, 1971 hal.1
[2] Simon Colleman dan Helen Watson : Pengantar Antropologi ; London, 1992 hal.8
[3] [3] http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi

[4] Sugeng Pujileksono : Petualangan Antropologi; Malang, 2006 hal.17
[5] William A. Havilland :Antropologi; Burlington, 1985 hal.12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.