HAKIKAT
FITRAH MANUSIA
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Hadits
Tematik Psikologi”

Dosen
Pembimbing:
Fathur
Rozi. S.Ag, M.Pd.I
Oleh:
Ahmad Haris Susanto (B07211002)
Istiqomah (B57211092)
Ike Nurrohmah (B07211011)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS DAKWAH
PRODI PSIKOLOGI
SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah
SWT, atas segala nikmat,karunia,serta hidayah-Nya yang diberikan kepada kami
sehingga kami mampu menyelesaikan tugas yang diamanatkan kepada kami, untuk
membuat makalah tentang “Hakikat Fitrah Manusia” dengan baik.
Makalah ini sebagai salah satu media pembelajaran yang baik guna
menunjang dalam proses pembelajaran mahasiswa. Dalam makalah ini kami membahas
tentang hal-hal yang berkenaan tentang “Hakikat Fitrah Manusia”.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih kepada dan semua pihak yang telah
mendukung dalam pembuatan makalah ini.Do’a dan dukungan yang mampu memberi kami
dorongan semangat dan kekuatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan
yang semestinya,oleh karena itu kami menerima segala masukan-masukan guna
kesempurnaan makalah ini.
Surabaya, 05 November 2012
Penulis
PENDAHULUAN
KETIKA MANUSIA MELAWAN FITRAH[1]
Dalam diri
manusia ada fitrah berupa keyakinan akan keberadaan Tuhan.[2] Dari sini ada keinginan
untuk bersujud atau memuja Tuhan. Bila kecenderungan yang alami ini dimatikan,
maka manusia biasanya secara tak sadar menggantikannya dengan pemujaan akan
benda lain yang dipandangnya mengagumkan dan layak dipuja. Sebagai contoh,
orang-orang komunis semenjak kecil telah dimatikan keyakinannya akan Tuhan.
Mereka diproses untuk menjadi atheis.
Kenyataannya,
dorongan untuk menyembah Tuhan yang mereka ingkari ini akhirnya mereka alihkan
dengan cara memuja yang besar dan mengagumkan. Hal ini mereka tunjukkan dalam
bentuk pemujaan terhadap seseorang yang dianggap memiliki ciri ketokohan dan
kebesaran. Di pinggiran kota Pyongyang, Korea Utara, di atas sebuah bukit
berdiri tegak patung raksasa pemimpin komunis Korea Utara masa lalu, Kim Il
Sung. Tangan Kim dalam posisi diangkat hingga seolah-olah Kim hendak
“memberkati” ibukota negara itu. Yang menarik adalah sikap penduduk negeri
Korea Utara terhadap patung raksasa itu. Setiap hari rombongan silih berganti
datang untuk berziarah ke patung itu. Mereka membacakan kalimat puji-pujian
dengan penuh kekhusyukan. Fenomena yang sejenis ini juga terjadi di China
terhadap tokoh utama komunis masa lalu, Mao Ze Dong. Juga terjadi di Rusia
dimana orang-orang antre untuk berziarah di museum Lenin.
Fenomena
di atas jelas menunjukkan adanya kecenderungan dalam diri manusia untuk
menyembah Tuhan. Begitu orang mengingkarinya, maka secara tak disadarinya
mereka mencari “pribadi yang besar dan mengagumkan” yang akhirnya diperlakukan
layaknya Tuhan. Mereka terjebak dalam perbuatan syirik.
PEMBAHASAN
A. Manusia
dan Fitrahnya
1) Keistimewaan
Manusia
Al-basyar dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk biologis
yang memiliki sagala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum,
seks, kebahagiaan, dan lainnya. Adapun kataal-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak ,
atau pelupa. Secara istilah al-insanberarti adanya totalitas manusia sebagai makhluk
jasmani dan ruhani. Harmonisasi kedua aspek tersebut mengantarkan manusia
sebagai mahluk Allah yang unik dan istimewa. Hal ini akan terintegrasi dalam
iman dan amalnya.
An-Nas menunjukkan pada eksistenti manusia sebagai
makhluk social secara keseluruhan Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk
struktur yang sempurna. Hal ini bisa dilihat dari ciptaan Allah yang lainnya.
Penciptaan selain manusia hanya terdiri dari struktur jasmani (fisiologi) saja.
Kalaupun ada stuktur rohani seperti yang terdapat pada hewan dan tumbuhan,
tetapi tidak dikarunia akal sebagai sentral aktivitas manusia. Manusia memiliki
kedua struktur tersebut, jasmani dan rohani. Dengan kedua struktur
tersebut, maka manusia memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
tersebut. Dalam dunia psikologi disebut dengan potensialitas atau disposisi
atau prepotence reflexes.[2]
Al Qur’an menegaskan bahwa manusia mempunyai
karakteristik yang unik. Atribut pertama yang dimiliki oleh manusia adalah
manusia dilengkapi fitrah yang di miliki oleh manusia.
Manusia tidak memiliki dosa waris turun-temurun karna pengusiran Adam dari surga.
Manusia di berikan amanat sebagai khalifah di muka bumi. Manusia khalifah Allah
tidak dibenarkan menyatakan kebenaran absolute yang bersifat lahiriah. Manusia
harus tunduk pada perintah Allah dan tidak di benarkan menggantian yang selain
itu yang bertentangan dengan perintah Allah tersebut. Apabila manusia
bertentangan dengan hal tersebut.
2) Fitrah
Manusia
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar dan keunggulan
manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah, yang berasal dari kata فطر yang dalam pengertian etimologi mengandung
etimologi kejadian. Kata tersebut berasal dari kata الفا
طر yang berarti pecahan atau
belahan. Secara umum pemaknaan fitrah dalam al Qur’an dapat dikelompokkan setidaknya dalam
empat makna:
- Proses penciptaan langi dan bumi
- Proses penciptaan manusia
- Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang
- Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasa dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.[3]
Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia maka makna fitrah memiliki berbagai pengertian. Seperti dalam surat
Ar-Rum ayat 30, yang bermakna bahwa fitrah manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau
bertauhid kepada Allah. Bahkan iman bawaan telah diberikan kepada manusia
semenjak lahir. Yang artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. Selain itu juga terdapat dalam sabda nabi saw, yaitu
yang artinya: “Tiap-tiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, Majusi.”
Makna fitrah harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan
interaksi terhadap lingkungannya. Hal ini dikarenakan tugas pokok manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini. Hal ini dikarenakan, dalam pelaksanaan
kekhalifahannya, manusia senantiasa memerlukan interaksi denga orang lain atau
makhluk lainnya. Untuk itu, menurut Hasan Langgulung fitrah berarti, potensi-potensi yang dimiliki manusia.
Potensi-potensi tersebut meruakan keterpaduan yang tersimpul dalam al asma’ul
al husnah (sifat-sifat Allah).
Tentu saja potensi manusia yang tersimpan dalam sifat
Allah tidak sempurna. Tetapi memiliki keterbatasan yang dimilikinya. Sehingga
manusia selalu membutuhkan bantuan dan pertolong dari Tuhannya dalam upaya
pemenuhan semua kebutuhannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan
keterbatasannya dan ke-Mahakuasa-an Allah. Potensi yang telah diberikan Allah
kepada manusia menjadikan manusia berfirir dan mampu mengemban amanat yang
dibebankan oleh Allah kepadanya.
Dari kedua dalil diatas yang memuat kata fitrah, maka fitrah dapat diambil pengertian sebagai berikut.
- Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
- Fitrah yang berarti potensi. Potensi, mengacu kepada dua hal, yang baik dan buruk. Sehingga perlu dikembangkan, diarahkan, dan dididik. Disinilah fungsi pendidikan yaitu agar potensi manusia bisa terahkan dan berkembang dengan baik.
- Fitrah yang mengandung kecenderungan yang yang netral[4]. Dengan demikian, manusia harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal.[3]
Manusia
dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah. Yang dimaksud dengan fitrah disisni
adalah agama yang lurus, potensi untuk mengenal dan mentauhidkan Allah,
cenderung kepada kebenaran, daan tidak mengalami penyimpangan. Diriwaatkan dari
Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullohu shalallohu ;alaihi wa sallam
bersabda,
مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ
يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ
‘’tidak
ada seorang jabang bayipun kecuali dia terlahir berdasarkan fitrah. Lantas
kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi orang Yahudi, Nasrani,
maupun Majusi.[4]
Kesiapan
yang ersifat fitrah ini butuh untuk dipupuk dan dikembangkan melalui proses
pendidikan dan pengajaran. Terkadang anak kecil dihadapkan pada beberapa
pengaruh lingkungan yang kurang positif dan menyebabkannya menyimpang dari
fitrah. Kalau manusia mempunyai potensi untuk mengenal kebenaran dan melakukan
amal baik, maka sebaliknya dia juga memiliki potensi untuk terpengaruh kondisi
keluarga dan lingkungannya yang tidak positif,sehingga dia akan menyimpang dari
fitrah asalnya. Akhirnya diapun cenderung kepada kebatilan dan perbuatan uruk.
Oleh karena itu, Rasululloh bersabda, ‘’tidak ada seorang jabang bayipun
kecuali dia terlahir berdasarkan fitrah.’’ Hanya saja banyak sekali pengaruh
eksternal, baik yang berasal dari keluarga, lingkungan sosial msarakat, dan
udaa tempat dia ertumbuh kembang mengakibatkan dia menjadi Yahudi, Nasrani,
maupun Majusi.
Dengan
fitrah yang telah dibawa sejak lahir, manusia mampu membedakan antara yang
benar maupun yang salah dan antara yang baik maupun yang buruk. Hal ini
sebagaimana juga dia memiliki kesiapan untuk memilih jalan yang benar dan jalan
yang sesat melalui anugrah Allah, yakni berupa kemerdekaan untuk berkehendak.
Melalui
fitrahnya manusia mampu mengetahui halal dan haram, benar dan salah, baik dan
buruk, serta yang utama dan yang hina.
Dengan
fitrahnya manusia cenderung berbuat baik dan mencari ketenangan jiwa. Jika dia
melakuakn perbuatan buruk, maka perasaannya akan terusik dan merasa tidak
tenang. Kondisi semacam ini tidak akan disukai kalau sampai terdengar oleh
orang lain. Jiwa manusia akan merasa aman dengan sesuatu yang bisa menimbulkan
pujian dan enggan terhadap sesuatu yang mengakibatkan celaan. Fitrah semacam
ini akan terus bertumbuh kembang melalui proses pendidikan yang baik dan akan
melemah kalau tidak mendapatkan pendidikan yang baik. [5]
Fitrah Manusia dalam Perspektif
Al-Qur’an dan As-sunnah
Manusia
insan secara kodrati, sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna bentuknya
dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya. Manusia juga sudah dilengkapi dengan
kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari
ciptaan-Nya.
Kemampuan
lebih yang dimiliki manusia itu adalah kemampuan akalnya. Untuk itulah manusia
sering disebut sebagai animal rationale, hayawan al-nâtiq, yaitu binatang yang
dapat berpikir. Melalui akalnya, manusia berusaha memahami realitas hidupnya,
memahami dirinya serta segala sesuatu yang ada di sekitarnya.23
Yang
banyak dibicarakan oleh Al Qur‟an
tentang manusia adalah sifat-sifatnya dan potensinya. Potensi manusia
dijelaskan oleh Al-Qur‟an
antara lain melalui kisah Adam dan Hawa dalam Surat Al-Baqarah ayat 30-39.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebelum kejadian Adam, Allah telah
merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab kekhalifahan di bumi.
Untuk
maksud tersebut di samping tanah (jasmani) dan ruh Ilahi (akal dan ruhani), manusia
dianugrahi pula:
ü Manusia
(1) Potensi untuk mengetahui nama
dan fungsi benda-benda alam
Dengan
potensi ini manusia adalah makhluk yang berkemampuan untuk menyusun
konsep-konsep, mencipta, mengembangkan dan mengemukakan gagasan/ide serta
melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang membungkamkan malaikat, yang
tadinya merasa wajar untuk dijadikan khalifah di muka bumi, dan karenanya
malaikat bersedia sujud (penghormatan) kepada Adam.[6]
(2) Pengalaman hidup di surga,
baik yang berkaitan dengan kecukupan dan kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan
akabat buruknya.
Pengalaman
di surga adalah arah yang harus dituju dalam membangun dunia ini, kecukupan
sandang, pangan dan papan serta rasa aman terpenuhi, sekaligus arah terakhir
bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sedangkan godaan iblis, dengan akibat yang
sangat fatal itu, adalah pengalaman yang amat berharga dalam menghadapi rayuan
iblis di dunia.[7]
(3) Petunjuk-petunjuk keagamaan
Secara
tegas Al-Qur‟an mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan
dari tanah dan ruh Ilahi melalui proses yang tidak dijelaskan rinciannya,
sedangkan reproduksi manusia walaupun dikemukakan tahapan-tahapannya, namun
tahapan tersebut lebih banyak berkaitan dengan unsur tanahnya.
Isyarat yang menyangkut unsur
immaterial ditemukan antara lain dalam uraian tentang sifat-sifat manusia dan
dari uraian tentang fitrah, nafs, qalb dan ruh yang menghiasi manusia.
Fitrah
yang disebut dalam hadits di atas adalah potensi. Potensi adalah kemampuan;
jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah dan ibu dalam hadits
ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan.
Kedua-duanya (pembawaan dan lingkungan) itulah, menurut hadits tersebut yang
menentukan perkembangan seseorang.27
Pengaruh
itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek rohani. Aspek jasmani
banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh pembawaan), aspek akal banyak
dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain oleh pembawaan), dan aspek rohani
dipengaruhi oleh kedua lingkungan itu (selain oleh pembawaan).
Pengaruh-pengaruh itu berbeda tingkat dan kadar pengaruhnya antara seseorang
dengan orang lain.
Lalu apa
sebenarnya yang dimaksud fitrah itu? Dari segi bahasa, kata fitrah terambil
dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir
makna-makna lain antara lain “penciptaan” atau “kejadian”. 28 Jadi fitrah
manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahir. Di dalam
Al-Qur‟an diungkapkan yang artinya: Maka hadapkanlah
wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.29
Merujuk
kepada fitrah yang di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal
kejadiaannya membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama
sebagai tauhid.
Muncul
pertanyaan, apakah fitrah manusia hanya terbatas pada keagamaan? Jelas tidak.
Masih ada ayat-ayat lain yang membicarakan tentang penciptaan potensi manusia,
walaupun tidak menggunakan kata fitrah, seperti yang artinya: Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak30 dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup
di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali
„Imrân: 14)
Manusia
berjalan dengan kakinya adalah contoh fitrah jasadiyah, sementara menarik
kesimpulan melalui premis-premis adalah fitrah aqliyah. Senang menerima nikmat,
dan sedih bila ditimpa musibah adalah juga fitrah. Jadi fitrah menurut Fitrah
Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal
itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh
lingkungan.
Fitrah
adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang
berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang
berkaitan dengan jasmani, akal dan ruhnya.
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa
Fitrah (potensi) yang dijelaskan oleh Al-Qur‟an
antara lain;
1) Manusia sebagai makhluk
sosial, artinya manusia itu membawa sifat ingin bermasyarakat. (QS. Al-Hujurât
13)
2) Manusia sebagai makhluk yang
ingin beragama (QS Al-Mâidah 3; Al-A‟râf
172), karena itu pendidikan agama dan lingkungan beragama perlu disediakan bagi
manusia.
3) Manusia itu mencintai wanita
dan anak-anak, harta benda yang banyak, emas dan perak, kuda-kuda pilihan
(kendaraan sekarang), ternak dan sawah lading (QS. Ali „Imrân: 14)
Menjaga
Kesucian Fitrah Manusia
Setiap
orang diberi fitrah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa kesucian . Ia akan
mengawali kehidupan dgn fitrah suci ini. Setelah itu bisa terjadi perubahan yg
sangat cepat dan drastis tanpa bisa diduga arahnya. Para penyeru kerusakan
fitrah ini jumlah sangat banyak sehingga jangan heran bila orang yg keluar dari
jalur kesucian jiwa ini lbh banyak daripada yg istiqamah.
Lingkungan
teman keluarga masyarakat dan pendidikan memiliki andil besar dlm hal ini.
Media massa juga tdk kalah hebat memberikan andil terjadi kerusakan tersebut.
Keinginan utk merubah diri telah hilang dari kebanyakan orang sementara bola
api yg ditendang oleh para penyeru kerusakan itu membakar di sana sini. Bila
terkena percikan akan menjadi abu yg siap ditiup angin sementara hampir tdk ada
orang yg tampil membantu dan membela krn orang yg ingin menolong pun tdk lepas
pula dari mangsa bola api tersebut. Di saat kritis seperti inilah tiap insan
sangat butuh kepada wahyu yg akan menyirami menyejukkan dan memelihara dirinya.
Setelah itu akan sangat jelas lagi siapa yg akan selamat di atas wahyu tersebut
dan yg akan binasa selama-lamanya. Allah berfirman yang artinya : “Agar orang
yg binasa itu binasa dgn keterangan yg nyata dan agar orang yg hidup itu hidup
dgn keterangan yg nyata pula.” Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
mengatakan : “ agar menjadi hujjah dan penjelas bagi tiap penentang saat dia
memilih jalan kekafiran daripada ilmu sehingga ia tdk lagi memiliki alasan di
hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan terus menambah ilmu bagi orang2 yg
beriman. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperlihatkan di hadapan kedua
kelompok tersebut segala yg menjadi bukti yg benar dan nyata. Semua ini menjadi
peringatan bagi orang yg berakal.” Selain itu: “Dan apakah orang yg sudah mati
kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepada cahaya yg terang yg dgn
cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia serupa dgn
orang yg keadaan berada dlm gelap gulita yg sekali-kali tdk dapat keluar
darinya?” Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
menghimpun bagi orang tersebut cahaya dan kehidupan sebagaimana Allah Subhanahu
wa Ta’ala menghimpun bagi orang yg berpaling dari Kitab-Nya antara kematian dan
kegelapan. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: ‘Seluruh ahli tafsir
menjelaskan bahwa yg dimaksud oleh ayat ini adl seseorang yg kafir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala lalu Dia memberikan kepada hidayah.” Selain itu: “Hai
orang2 yg beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru
kalian kepada sesuatu yg memberi kehidupan kepada kalian.” Al-Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata: “Sesungguh kehidupan yg bermanfaat akan terwujud apabila
kita memenuhi seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Barangsiapa tdk
memenuhi dia tdk mendapatkan kehidupan. Dan jika dia memiliki kehidupan yg
selalu melampiaskan hawa nafsu mk kehidupan sama dgn kehidupan binatang yg
paling rendah. mk kehidupan yg hakiki adl kehidupan dlm memenuhi panggilan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya baik lahiriah maupun batiniah. Mereka
hidup walaupun jasad mereka telah mati dan selain mereka mati walaupun jasad
mereka hidup.”
Dengan
kejelasan hujjah Allah Subhanahu wa Ta’ala ini masih saja ada manusia yg
berusaha mengelak bila hujjah itu mengenai diri pemikiran keyakinan amalan dan
sebagainya. mk muncullah orang-orang yang phobia terhadap ayat-ayat dan
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bagaikan mendengar
suara halilintar yg akan menyambar dan memecah gendang telinga.
Namun
ada orang yang menjadikan ayat-ayat yang didengar dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibacakan bagaikan siraman kesejukan atas
kegersangan hidupnya. Dia bisa mengambil manfaat untuk keselamatan diri dan
menjadikan sebagai tameng dari murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di sinilah
terlihat betapa mahal hidayah dan Maha Bijaksana Allah Subhanahu wa Ta’ala di
dalam ketentuan-Nya. Oleh karena itu manusia di hadapan wahyu tidak terlepas
dari dua keadaan dan kedua telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam di dalam sabda beliau:
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أوْ عَلَيْكَ
“Dan Al-Qur’an akan menjadi hujjah bagimu atau menjadi penggugat atas
dirimu.”
Tiga
penyeru pada diri tiap insan. Bila tiap orang sadar dan introspeksi ia akan
menemukan ada penyeru di dlm diri yg akan mengajak kepada ridha Allah Subhanahu
wa Ta’ala ataupun kepada murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh krn itu tiap
jiwa jangan sekali-kali suka mengkambinghitamkan orang lain dan hendaklah dia
mengarahkan cercaan itu kepada diri sendiri. Ada tiga penyeru yg masing-masing
memiliki kekuatan besar pada diri tiap orang dan ketiga kekuatan akan saling
menjatuhkan satu sama lain bila salah satu mendapatkan peluang dan kesempatan
yg lbh banyak.
Al-Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguh
pada tiap jiwa ada tiga seruan dan pendorong yang saling menarik. Satu seruan
mengajak diri untuk berhias dengan sifat-sifat setan seperti sifat sombong
hasad cinta ketinggian dzalim berbuat jahat suka mengganggu suka kerusakan dan
penipuan. Penyeru yang mengajak untuk berakhlak seperti binatang itulah seruan
syahwat. Dan seruan yang mengajak kepada akhlak para Malaikat seperti ihsan
suka menasihati menganjurkan kepada kebajikan ilmu dan ketaatan. Penyeru ketiga
adalah kurang atau tidak ada muru`ah .”
Senang
kedudukan dan berbuat dzalim adl akhlak setan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengungkap satu sifat yg tersembunyi pada diri anak Adam di mana
sifat ini sangat berbahaya yaitu sifat tamak dan rakus. Diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَوْ أَنَّ ِلإِبْنِ آدَامَ وَادِياً مِنْ ذَهَبٍ لأَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ
لَهُ وَادِياَنِ وَلَنْ يَمْلأَ فاَهُ إِلاَّ التُّرَابُ وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى
مَنْ تاَبَ
“Jika anak Adam memiliki satu lembah emas dia akan
mencari agar menjadi dua lembah dan tdk ada yg akan menutup mulut melainkan
tanah. Dan Allah menerima taubat orang yg bertaubat.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Al-Karmani berkata: “Yang dimaksud hadits ini bukan hanya satu anggota badan saja karena tanah tidak hanya menutupi mulut saja namun yang lain pun bisa tertutupi. Hadits ini merupakan kinayah tentang kematian yang akan menutupi seluruh jasad seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak akan merasa puas dari dunia sampai dia mati.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Al-Karmani berkata: “Yang dimaksud hadits ini bukan hanya satu anggota badan saja karena tanah tidak hanya menutupi mulut saja namun yang lain pun bisa tertutupi. Hadits ini merupakan kinayah tentang kematian yang akan menutupi seluruh jasad seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak akan merasa puas dari dunia sampai dia mati.”
Ibnu
Hajar rahimahullah juga berkata: Ath-Thibi berkata: “Makna hadits ini adalah
bahwa anak Adam diberi tabiat cinta kepada harta benda dan tidak merasa puas
untuk mengumpulkan kecuali orang-orang yang telah dijaga oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan diberi taufiq untuk menghilangkan tabiat ini dan sedikit sekali
dari mereka yang mendapatkan taufiq.”
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Makna hadits Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhu adalah bahwa bani Adam tidak akan merasa puas dari harta
benda. Jika dia memiliki satu lembah dia akan berusaha untuk menjadi dua lembah
dan tidak ada yang akan menutupi mulut melainkan tanah bila dia telah mati dan
meninggalkan dunianya. maka di saat inilah dia menjadi percaya setelah dunia
hilang darinya. Bersamaan dgn itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan utk bertaubat krn mayoritas orang yang rakus dunia tidak akan
memelihara diri dari perkara yg Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan.”
Apabila
seseorang tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terlepas
dari sifat rakus maka dia akan berusaha untuk menjadi orang nomor satu dan yang
paling tinggi. Dia akan menumbangkan tiap orang yang akan menggeser kedudukan
sehingga tidak takut lagi untuk mendzalimi saudara sendiri. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ اْلآخِرَةُ نَجْعَلُهاَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُرِيْدُوْنَ
عُلُوًّا فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فَساَدًا
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang
yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata: “Manusia itu terbagi menjadi empat macam. Pertama
orang-orang yang menginginkan ketinggian atas orang lain dan menginginkan
kerusakan di muka bumi yaitu dengan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Mereka itu adalah tingkatan para raja dan pemimpin yang merusak. Kedua
orang-orang yang menginginkan kerusakan dan sama sekali tidak menginginkan
ketinggian seperti hal pencuri pelaku maksiat dari kalangan orang-orang
rendahan. Ketiga orang yang menginginkan ketinggian dengan tidak menginginkan
kerusakan seperti seseorang yang memiliki ilmu agama dan dia menginginkan
ketinggian dari orang lain. Keempat mereka adalah penduduk surga yang tidak
menginginkan ketinggian di muka bumi dan kerusakan akan tetapi dia lebih tinggi
kedudukan dari yang lain.”Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberitakan bahwa negeri akhirat dan keni’matan yang abadi tidak
akan berpindah apalagi hilang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkan
bagi hamba-hamba-Nya yang beriman merendahkan diri dan tidak menginginkan
sedikitpun ketinggian di muka bumi. Arti tidak mengangkat dan membesarkan diri
di hadapan makhluk angkuh dan melakukan kerusakan di tengah-tengah mereka
sebagaimana ucapan ‘Ikrimah al-‘ulu arti keangkuhan Sa’id bin Jubair berkata
al-‘ulu arti kedzaliman Sufyan Ats-Tsauri mengatakan dari Manshur dari Muslim
Al-Bithin al-‘ulu di muka bumi arti ‘menyombongkan diri dengan kebatilan dan
kerusakan’ yakni mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar.”Kerusakan
yang diakibatkan oleh sifat rakus adalah besar. Mari kita menyimak apa yang
disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kerusakan yang
diakibatkan oleh dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas pada seekor
kambing tidak akan lebih besar dibanding seseorang yang rakus terhadap
kedudukan dan harta benda bagi agamanya.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan
bahwa rakus seseorang terhadap harta benda dan kedudukan akan merusak agama dan
kerusakan ini lebih dahsyat dibanding kerusakan dua serigala yang sedang lapar
terhadap kambing yang menyendiri.”Wallahu a’lam bish-shawab.[8]
FITRAH DAN CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Maksud
citra manusia di sini adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan
dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah
Allah yang di bawah sejak ia dilahirkan. Kondisi citra manusia secara potensial
tidak dapat dirubah, sebab jika berubah maka ekstensi manusia menjadi hilang.
Namun secara actual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan
manusia sendiri.
CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI BARAT KONTEMPORER
Pemahaman
tentang citra mnausia sangat beragam. Hal itu tergantung pada latar belakang
dimana citra itu terumuskan, misalnya latar belakang agama, ideologis bangsa,
cara pandang, pendekatan studi, dan sebagainya. Dalam rentan sejarah
perkembangan psikologi Barat kontemporer selain memiliki keunggulan
konsep-konsep dan teori-teorinya, terdapat sejumlah kritik dan catatan.
Aliran
psikoanalisis adalah aliran psikologi menekankan analisis struktur kejiwaan
manusia yang relative stabil dan menetap. Aliran ini dipelopori oleh Sigmund
Freud (1856-1939) yang kemudian disempurnakan oleh “Putra Mahkotanya” Carl
Gustav Jung dan Erik H. Erikson.[9]
Dalam
uraian di atas, Freud membagi tiga aspek struktur kepribadian ke dalam tiga
kategori; aspek biologis (struktur Id), psikologis (super ego) dan sosiologis
(struktur super ego).[10]
Aliran
Behavioristik adalah aliran psikologi yang menekankan teori-teori pada
perubahan tingkah laku manusia. Aliran ini dipelopori oleh John Dollard,
Skinner dan Neal E. Miller. Psiko Behavioristik menolak struktur kejiwaan
manusia yang relative stabil dan menetap. Mereka berkeyakinan bahwa tingkah
laku seseorang mudah berubah yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Menurut
Skinner, keyakinan manusia terhadap suatu agama dan upacara ritual untuk
mengagungkan Tuhan merupakan tingkah laku tahayul dari burung dara yang
kelaparan yang terus-menerus mengulang gerakan khusus berdasarkan system
pengutan (reinforcement).[11]
Aliran
psiko-humanistik adalah aliran psikologi yang menekankan kekuatan dan
keistimewaan manusia. Manusia lahir dengan citra dan atribut yang baik dan
dipersiapkan untuk berbuat yang baik pula. Diantara citra baik itu adalah
sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia, seperti: berfikir, berimajinasi,
bertanggungjawab, berestetika, beretika dan sebagainya. Orientasi aliran ini
lebih menekankan pada pola-pola kemanusiaan sehingga ia lebih dikenal sebagai
aliran yang berpaham humanisme.
Aliran
psiko-humanistik sangat menggantungkan teori strukturnya pada kekuatan manusia
(antroposentris), sehinggga hasil teorinya selangkah lagi menjaadi
ateisme. Aliran ini juga terkesan menganggap diri manusia berperan sebagai
Tuhan (play god).
Empat
Pandangan Tentang Fitrah
1.
Pandangan Fatalis
Dalam
pandangan ini mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Alloh adalah
baik atau jahat secara asal, baik ketetapan ini terjadi secara semuanya atau
sebagian sesuai dengan rencana Tuhan.
Dasar yang
digunanakan adalah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud,
Rasulullah SAW bersabda tentang firman Alloh “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi
mereka” bahwa ketika Alloh mengeluarkan Adam dari surga dan sebelum turun
dari langit, Alloh mengusap sulbi sebelah kanan Adam dengan sekali usapan, lalu
mengeluarkan darinya anak keturunan yang berwarna putih seperti mutiara dan
seperti dzur (keturunan). Alloh berfirman kepada mereka, “masuklah ke dalam surga dengan nikmat-Ku” lalu Alloh mengusap
sulbi Adam sebelah kiri dengan sekali usapan, lalu mengeluarkan anak
keturunannya yang berwarna hitam dalam bentuk dzur. Alloh berfirman, “masuklah ke neraka dan aku tidak peduli.” Yang
demikian itulah maksud Alloh tentang golongan kanan dan golongan kiri. Kemudian
Alloh mengmbil kesaksian terhadap mereka dengan berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhan kalian? Mereka
menjawab, Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi.”
2. Pandangan Netral
Dasar dari
pandangan ini adalah Q.S. An-Nahl : 78
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
“Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Pandangan
ini berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, yaitu suatu keadaan
kosong sebagaimana adnya, tanpa kesadaran akan iman atau kufur. Mereka lahir
dalam keadaan utuh atau sempurna, tetapi kosong dari suatu esensi yang baik
atau yang jahat. Menurut pandangan ini, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh
dan tidak berdosa. Dia akan memperoleh pengetahuan tentang yang benar dan yang
salah, tentang kebaikan dan kebenaran serta keburukan dan kejahatan, dari
lingkungan eksternal.
3. Pandangan Positif
Menurut
Ibnu Taimiyyah, semua anak terlahir dalam keadaan fitrah, yaitu keadaan
kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan individu
menyimpang dari keadaan ini. Hal ini berdasarkan Q.S Ar-Ruum:30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”[12]
4. Pandangan Dualis
Berbeda
dengan ketiga pandangan yang telah diuraikan di atas, pandanga dualis baru
muncul pada abad ke-20. Dalam pandangan ini manusia diciptakan dengan membawa
dua sifat dasar yang bersifat ganda. Hal ini berdasar pada Q.S. Al-Hijr: 28-29
øÎ)ur tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #\t±o0 `ÏiB 9@»|Áù=|¹ ô`ÏiB :*yJym 5bqãZó¡¨B ÇËÑÈ #sÎ*sù ¼çmçF÷§qy àM÷xÿtRur ÏmÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
“Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan
seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk,Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.”[13]
Q.S
Al-Balad: 10
çm»oY÷yydur ÈûøïyôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ
“Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan.”[14]
Q.S
Asy-Syams : 7-10
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢y ÇÊÉÈ
“Dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Perbandingan Pandangan Psikologi islam dengan Filsafat dan Psikologi
Modern
1. Doktrin Kristen
Berbeda
dengan pandangan Psikologi Islam, menurut doktrin Kristen manusia terlahir
dalam kedaan dosa dan dalam suatu keadaan yang tidak suci.
2. Pandangan Psikoanalisis
Pandangan
ini mengungkapkan bahwa manusia lahir dalam keadaan cenderung untuk memenuhi
dorongan hidup (eros) dan dorongan
mati (thanatos). Darongan hidup
mewujud dalam bentuk libido-seksualita, dan dorongan mati dalam bentuk bunuh
diri dan agresi.
3. Pandangan Fisafat Empirisme dan Psikologi
Perilaku
Pandangan
ini mengacu dari teori tabularasa, yaitu manusia lahir dalam keadaan netral,
bagaikan kertas putih. Manusia tidak memiliki bakat atau potensi yang bersifat
melekat dalam dirinya semenjak lahir untuk menjadi manusia yang baik atau
buruk. Kebaikan dan keburukan, kepandaian dan kebodohan, semata-mata terjadi
karena faktor-faktor yang bersifat eksternal.
4. Pandangan Filsafat Eksistensialisme dan
Psikologi Humanistik
Pandangan
ini mempercayai bahwa manusia memiliki potensi untuk mengatur kehidupannya
sendiri. Karena kemampuan potensialnya itu, manusia memiliki peluang untuk
menjadi pengatur dan penentu kehidupannya sendiri. Bahkan, manusia dapat
menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri.
Dari
keempat pandangan di atas dapat dibandingkan bahwa
1.
Pandangan Islam dan Psikologi Islami bersifat
transcendental dan mempercayai sepenuhnya bahwa keberadaan manusia di ciptakan
Alloh. Hal ini berbeda dengan pandangan filsafat dan psikologi barat modern
yang tidak mencatat aspek penting bahwa kehadiran manusia diciptakan oleh Alloh
2.
Menurut Islam dan Psikologi Islami, manusia
diciptakan dengan tujuan dan misi khusus, yaitu beribadah kepada Alloh dan
menjadi khalifah di bumi. Berbeda dengan psikologi barat yang tidak memandang
tujuan dari penciptaan dan kehadiran manusia.
KESIMPULAN
Walaupun seringkali
terdapat perbedaan antara Psikologi Barat dan Islami, akan tetapi dari beberapa
hal dapat diperoleh titik temu diantara keduanya. Pandangan fatalis mempercayai
bahwa apa yang terjadi pada manusia sudah sepenuhnya ditetapkan oleh Alloh,
manusia tidak memiliki pilihan kecuali memenuhi ketetapan Alloh. Ketetapan
Alloh sudah melekat secara inheren dalam diri manusia. Dalam keadaan manusia
secara alamiah buruk, maka pandangan fatalis sesuai dengan teori psikoanalisa
yang mempercayai sifat asal manusia yang buruk. Bila manusia ditetapkan baik
secara alamiah, maka pandangan ini sesuai dengan pandangan psikologi
humanistik.
Pandangan netral
mempercayai bahwa apa yang terjadi pada manusia bergantung pada faktor-faktor
eksternal. Pandangan fitrah yang bersifat netral mengungkapkan pandangan bahwa
pada dasarnya manusia dilahirkan kosong, bodoh, dan tidak beriman, sangat mirip
dengan teori psikologi behaviorisme (tabularasa)
Sementara pandangan positif
mempercayai bahwa manusia diciptakan dalam keadaan positif, cenderung kepada
kebaikan, namun faktor eksternal dapat mengubah hal positif itu. Pandangan ini
adalah pandangan khas psikologi Islami
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Mujib & Jusuf Mudzakir.2011.Nuansa-Nuansa
Psikologi Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Erbe
Sentanu.2007.Quantum Ikhlas. Jakarta
: PT. Elex Media Komputindo
Fuad
Nashori.2003.Potensi-Potensi Manusia. Yogyakarta
: Pustaka pelajar
Muhammad
‘Utsman Najati.2003. Psikologi Dalam
Tinjauan Hadits Nabi.Jakarta : Mustaqim
[1]
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuhu
Surga, Paramadina, Jakarta, 1994
[2]
Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007. Hal.11
[3]
http://bacindul.blogspot.com/2012/07/makalah-fitrah-manusia-dalam-pendidikan.html
[4]
Hadist tersebut diriwayatkan oleh Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan
At-Turmudzi (Nashif, vol. V, hal 196)
[5]
Najati, Muhammad Ustman, Psikologi Dalam Tinjauan Hadist Nabi,Jakarta
:Mustaqim. 2003
[6]
Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, op. cit,
h.283
[7]
Ibid
[8]
: www.asysyariah.com
[9]
Erich Fromm, al-Din wa al-Tabliliy al-Nafs, terj. Fu’ad Kamil, (Cairo: Maktabah
al-Gharbiyah, tt).,hlm. 15.
[10]
Ibid., hlm. 16.
[11]
Malik B. Badri, op.cit., hlm. 6.
[12]
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah.
manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[13]
Dimaksud dengan sujud di sini
bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.
[14]
Yang dimaksud dengan dua
jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan
mantap mas
BalasHapus