Sabtu, 08 Juni 2013

HAKIKAT FITRAH MANUSIA



HAKIKAT FITRAH MANUSIA
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hadits Tematik Psikologi
                                                                                        
FilesOffice

Dosen Pembimbing:
Fathur Rozi. S.Ag, M.Pd.I
Oleh:
Ahmad Haris Susanto (B07211002)
Istiqomah (B57211092)
Ike Nurrohmah (B07211011)




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS DAKWAH
PRODI PSIKOLOGI
SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat,karunia,serta hidayah-Nya yang diberikan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas yang diamanatkan kepada kami, untuk membuat makalah tentang “Hakikat Fitrah Manusia” dengan baik.
Makalah ini sebagai salah satu media pembelajaran yang baik guna menunjang dalam proses pembelajaran mahasiswa. Dalam makalah ini kami membahas tentang hal-hal yang berkenaan tentang Hakikat Fitrah Manusia”.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih kepada dan semua pihak yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.Do’a dan dukungan yang mampu memberi kami dorongan semangat dan kekuatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan yang semestinya,oleh karena itu kami menerima segala masukan-masukan guna kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 05 November 2012

Penulis














PENDAHULUAN

KETIKA MANUSIA MELAWAN FITRAH[1]
Dalam diri manusia ada fitrah berupa keyakinan akan keberadaan Tuhan.[2] Dari sini ada keinginan untuk bersujud atau memuja Tuhan. Bila kecenderungan yang alami ini dimatikan, maka manusia biasanya secara tak sadar menggantikannya dengan pemujaan akan benda lain yang dipandangnya mengagumkan dan layak dipuja. Sebagai contoh, orang-orang komunis semenjak kecil telah dimatikan keyakinannya akan Tuhan. Mereka diproses untuk menjadi atheis.
Kenyataannya, dorongan untuk menyembah Tuhan yang mereka ingkari ini akhirnya mereka alihkan dengan cara memuja yang besar dan mengagumkan. Hal ini mereka tunjukkan dalam bentuk pemujaan terhadap seseorang yang dianggap memiliki ciri ketokohan dan kebesaran. Di pinggiran kota Pyongyang, Korea Utara, di atas sebuah bukit berdiri tegak patung raksasa pemimpin komunis Korea Utara masa lalu, Kim Il Sung. Tangan Kim dalam posisi diangkat hingga seolah-olah Kim hendak “memberkati” ibukota negara itu. Yang menarik adalah sikap penduduk negeri Korea Utara terhadap patung raksasa itu. Setiap hari rombongan silih berganti datang untuk berziarah ke patung itu. Mereka membacakan kalimat puji-pujian dengan penuh kekhusyukan. Fenomena yang sejenis ini juga terjadi di China terhadap tokoh utama komunis masa lalu, Mao Ze Dong. Juga terjadi di Rusia dimana orang-orang antre untuk berziarah di museum Lenin.
Fenomena di atas jelas menunjukkan adanya kecenderungan dalam diri manusia untuk menyembah Tuhan. Begitu orang mengingkarinya, maka secara tak disadarinya mereka mencari “pribadi yang besar dan mengagumkan” yang akhirnya diperlakukan layaknya Tuhan. Mereka terjebak dalam perbuatan syirik.








PEMBAHASAN

A.    Manusia dan Fitrahnya
1)      Keistimewaan Manusia
Manusia disitilahkan dalam al qur’an dalam tiga hal, yaitu al-basyiral- insan, dan an-nas.[1]
Al-basyar dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk biologis yang memiliki sagala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, kebahagiaan, dan lainnya. Adapun kataal-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak , atau pelupa. Secara istilah al-insanberarti adanya totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan ruhani. Harmonisasi kedua aspek tersebut mengantarkan manusia sebagai mahluk Allah yang unik dan istimewa. Hal ini akan terintegrasi dalam iman dan amalnya.
An-Nas menunjukkan  pada eksistenti manusia sebagai makhluk social secara keseluruhan Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk struktur yang sempurna. Hal ini bisa dilihat dari ciptaan Allah yang lainnya. Penciptaan selain manusia hanya terdiri dari struktur jasmani (fisiologi) saja. Kalaupun ada stuktur rohani seperti yang terdapat pada hewan dan tumbuhan, tetapi tidak dikarunia akal sebagai sentral aktivitas manusia. Manusia memiliki kedua struktur tersebut, jasmani dan rohani.  Dengan kedua struktur tersebut, maka manusia memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam dunia psikologi disebut dengan potensialitas atau disposisi atau prepotence reflexes.[2]
Al Qur’an menegaskan bahwa manusia mempunyai karakteristik yang unik. Atribut pertama yang dimiliki oleh manusia adalah manusia dilengkapi fitrah yang di miliki oleh manusia. Manusia tidak memiliki dosa waris turun-temurun karna pengusiran Adam dari surga. Manusia di berikan amanat sebagai khalifah di muka bumi. Manusia khalifah Allah tidak dibenarkan menyatakan kebenaran absolute yang bersifat lahiriah. Manusia harus tunduk pada perintah Allah dan tidak di benarkan menggantian yang selain itu yang bertentangan dengan perintah Allah tersebut. Apabila manusia bertentangan dengan hal tersebut.



2)      Fitrah Manusia
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar dan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah,  yang berasal dari kata فطر yang dalam pengertian etimologi mengandung etimologi kejadian. Kata tersebut berasal dari kata الفا طر yang berarti pecahan atau belahan. Secara umum pemaknaan fitrah dalam al Qur’an dapat dikelompokkan setidaknya dalam empat makna:
  1. Proses penciptaan langi dan bumi
  2. Proses penciptaan manusia
  3. Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang
  4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasa dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.[3]
Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia maka makna fitrah memiliki berbagai pengertian. Seperti dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang bermakna bahwa fitrah manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau bertauhid kepada Allah. Bahkan iman bawaan telah diberikan kepada manusia semenjak lahir. Yang artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Selain itu juga terdapat dalam sabda nabi saw, yaitu yang artinya: “Tiap-tiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, Majusi.”
Makna fitrah harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan interaksi terhadap lingkungannya. Hal ini dikarenakan tugas pokok manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Hal ini dikarenakan, dalam pelaksanaan kekhalifahannya, manusia senantiasa memerlukan interaksi denga orang lain atau makhluk lainnya. Untuk itu, menurut Hasan Langgulung fitrah berarti, potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut meruakan keterpaduan yang tersimpul dalam al asma’ul al husnah (sifat-sifat Allah).
Tentu saja potensi manusia yang tersimpan dalam sifat Allah tidak sempurna. Tetapi memiliki keterbatasan yang dimilikinya. Sehingga manusia selalu membutuhkan bantuan dan pertolong dari Tuhannya dalam upaya pemenuhan semua kebutuhannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan keterbatasannya dan ke-Mahakuasa-an Allah. Potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia menjadikan manusia berfirir dan mampu mengemban amanat yang dibebankan oleh Allah kepadanya.
Dari kedua dalil diatas yang memuat kata fitrah, maka fitrah dapat diambil pengertian sebagai berikut.
  1. Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
  2. Fitrah yang berarti potensi. Potensi, mengacu kepada dua hal, yang baik dan buruk. Sehingga perlu dikembangkan, diarahkan, dan dididik. Disinilah fungsi pendidikan yaitu agar potensi manusia bisa terahkan dan berkembang dengan baik.
  3. Fitrah yang mengandung kecenderungan yang yang netral[4]. Dengan demikian, manusia harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal.[3]
Manusia dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah. Yang dimaksud dengan fitrah disisni adalah agama yang lurus, potensi untuk mengenal dan mentauhidkan Allah, cenderung kepada kebenaran, daan tidak mengalami penyimpangan. Diriwaatkan dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullohu shalallohu ;alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
‘’tidak ada seorang jabang bayipun kecuali dia terlahir berdasarkan fitrah. Lantas kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi orang Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.[4]
Kesiapan yang ersifat fitrah ini butuh untuk dipupuk dan dikembangkan melalui proses pendidikan dan pengajaran. Terkadang anak kecil dihadapkan pada beberapa pengaruh lingkungan yang kurang positif dan menyebabkannya menyimpang dari fitrah. Kalau manusia mempunyai potensi untuk mengenal kebenaran dan melakukan amal baik, maka sebaliknya dia juga memiliki potensi untuk terpengaruh kondisi keluarga dan lingkungannya yang tidak positif,sehingga dia akan menyimpang dari fitrah asalnya. Akhirnya diapun cenderung kepada kebatilan dan perbuatan uruk. Oleh karena itu, Rasululloh bersabda, ‘’tidak ada seorang jabang bayipun kecuali dia terlahir berdasarkan fitrah.’’ Hanya saja banyak sekali pengaruh eksternal, baik yang berasal dari keluarga, lingkungan sosial msarakat, dan udaa tempat dia ertumbuh kembang mengakibatkan dia menjadi Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.
Dengan fitrah yang telah dibawa sejak lahir, manusia mampu membedakan antara yang benar maupun yang salah dan antara yang baik maupun yang buruk. Hal ini sebagaimana juga dia memiliki kesiapan untuk memilih jalan yang benar dan jalan yang sesat melalui anugrah Allah, yakni berupa kemerdekaan untuk berkehendak.
Melalui fitrahnya manusia mampu mengetahui halal dan haram, benar dan salah, baik dan buruk, serta yang utama dan yang hina.
Dengan fitrahnya manusia cenderung berbuat baik dan mencari ketenangan jiwa. Jika dia melakuakn perbuatan buruk, maka perasaannya akan terusik dan merasa tidak tenang. Kondisi semacam ini tidak akan disukai kalau sampai terdengar oleh orang lain. Jiwa manusia akan merasa aman dengan sesuatu yang bisa menimbulkan pujian dan enggan terhadap sesuatu yang mengakibatkan celaan. Fitrah semacam ini akan terus bertumbuh kembang melalui proses pendidikan yang baik dan akan melemah kalau tidak mendapatkan pendidikan yang baik. [5]

Fitrah Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-sunnah
Manusia insan secara kodrati, sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya. Manusia juga sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya.
Kemampuan lebih yang dimiliki manusia itu adalah kemampuan akalnya. Untuk itulah manusia sering disebut sebagai animal rationale, hayawan al-nâtiq, yaitu binatang yang dapat berpikir. Melalui akalnya, manusia berusaha memahami realitas hidupnya, memahami dirinya serta segala sesuatu yang ada di sekitarnya.23
Yang banyak dibicarakan oleh Al Quran tentang manusia adalah sifat-sifatnya dan potensinya. Potensi manusia dijelaskan oleh Al-Quran antara lain melalui kisah Adam dan Hawa dalam Surat Al-Baqarah ayat 30-39. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebelum kejadian Adam, Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab kekhalifahan di bumi.
Untuk maksud tersebut di samping tanah (jasmani) dan ruh Ilahi (akal dan ruhani), manusia dianugrahi pula:
ü  Manusia
(1) Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam
Dengan potensi ini manusia adalah makhluk yang berkemampuan untuk menyusun konsep-konsep, mencipta, mengembangkan dan mengemukakan gagasan/ide serta melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang membungkamkan malaikat, yang tadinya merasa wajar untuk dijadikan khalifah di muka bumi, dan karenanya malaikat bersedia sujud (penghormatan) kepada Adam.[6]
(2) Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan akabat buruknya.
Pengalaman di surga adalah arah yang harus dituju dalam membangun dunia ini, kecukupan sandang, pangan dan papan serta rasa aman terpenuhi, sekaligus arah terakhir bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sedangkan godaan iblis, dengan akibat yang sangat fatal itu, adalah pengalaman yang amat berharga dalam menghadapi rayuan iblis di dunia.[7]
(3) Petunjuk-petunjuk keagamaan
Secara tegas Al-Quran mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah dan ruh Ilahi melalui proses yang tidak dijelaskan rinciannya, sedangkan reproduksi manusia walaupun dikemukakan tahapan-tahapannya, namun tahapan tersebut lebih banyak berkaitan dengan unsur tanahnya.
Isyarat yang menyangkut unsur immaterial ditemukan antara lain dalam uraian tentang sifat-sifat manusia dan dari uraian tentang fitrah, nafs, qalb dan ruh yang menghiasi manusia.
Fitrah yang disebut dalam hadits di atas adalah potensi. Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah dan ibu dalam hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya (pembawaan dan lingkungan) itulah, menurut hadits tersebut yang menentukan perkembangan seseorang.27
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek rohani. Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh pembawaan), aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain oleh pembawaan), dan aspek rohani dipengaruhi oleh kedua lingkungan itu (selain oleh pembawaan). Pengaruh-pengaruh itu berbeda tingkat dan kadar pengaruhnya antara seseorang dengan orang lain.
Lalu apa sebenarnya yang dimaksud fitrah itu? Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain “penciptaan” atau “kejadian”. 28 Jadi fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahir. Di dalam Al-Quran diungkapkan yang artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.29
Merujuk kepada fitrah yang di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiaannya membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid.
Muncul pertanyaan, apakah fitrah manusia hanya terbatas pada keagamaan? Jelas tidak. Masih ada ayat-ayat lain yang membicarakan tentang penciptaan potensi manusia, walaupun tidak menggunakan kata fitrah, seperti yang artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak30 dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali „Imrân: 14)
Manusia berjalan dengan kakinya adalah contoh fitrah jasadiyah, sementara menarik kesimpulan melalui premis-premis adalah fitrah aqliyah. Senang menerima nikmat, dan sedih bila ditimpa musibah adalah juga fitrah. Jadi fitrah menurut Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani, akal dan ruhnya.
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa Fitrah (potensi) yang dijelaskan oleh Al-Quran antara lain;
1) Manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia itu membawa sifat ingin bermasyarakat. (QS. Al-Hujurât 13)
2) Manusia sebagai makhluk yang ingin beragama (QS Al-Mâidah 3; Al-Arâf 172), karena itu pendidikan agama dan lingkungan beragama perlu disediakan bagi manusia.
3) Manusia itu mencintai wanita dan anak-anak, harta benda yang banyak, emas dan perak, kuda-kuda pilihan (kendaraan sekarang), ternak dan sawah lading (QS. Ali „Imrân: 14)

Menjaga Kesucian Fitrah Manusia
Setiap orang diberi fitrah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa kesucian . Ia akan mengawali kehidupan dgn fitrah suci ini. Setelah itu bisa terjadi perubahan yg sangat cepat dan drastis tanpa bisa diduga arahnya. Para penyeru kerusakan fitrah ini jumlah sangat banyak sehingga jangan heran bila orang yg keluar dari jalur kesucian jiwa ini lbh banyak daripada yg istiqamah.
Lingkungan teman keluarga masyarakat dan pendidikan memiliki andil besar dlm hal ini. Media massa juga tdk kalah hebat memberikan andil terjadi kerusakan tersebut. Keinginan utk merubah diri telah hilang dari kebanyakan orang sementara bola api yg ditendang oleh para penyeru kerusakan itu membakar di sana sini. Bila terkena percikan akan menjadi abu yg siap ditiup angin sementara hampir tdk ada orang yg tampil membantu dan membela krn orang yg ingin menolong pun tdk lepas pula dari mangsa bola api tersebut. Di saat kritis seperti inilah tiap insan sangat butuh kepada wahyu yg akan menyirami menyejukkan dan memelihara dirinya. Setelah itu akan sangat jelas lagi siapa yg akan selamat di atas wahyu tersebut dan yg akan binasa selama-lamanya. Allah berfirman yang artinya : “Agar orang yg binasa itu binasa dgn keterangan yg nyata dan agar orang yg hidup itu hidup dgn keterangan yg nyata pula.” Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah mengatakan : “ agar menjadi hujjah dan penjelas bagi tiap penentang saat dia memilih jalan kekafiran daripada ilmu sehingga ia tdk lagi memiliki alasan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan terus menambah ilmu bagi orang2 yg beriman. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperlihatkan di hadapan kedua kelompok tersebut segala yg menjadi bukti yg benar dan nyata. Semua ini menjadi peringatan bagi orang yg berakal.” Selain itu: “Dan apakah orang yg sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepada cahaya yg terang yg dgn cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia serupa dgn orang yg keadaan berada dlm gelap gulita yg sekali-kali tdk dapat keluar darinya?” Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menghimpun bagi orang tersebut cahaya dan kehidupan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghimpun bagi orang yg berpaling dari Kitab-Nya antara kematian dan kegelapan. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: ‘Seluruh ahli tafsir menjelaskan bahwa yg dimaksud oleh ayat ini adl seseorang yg kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu Dia memberikan kepada hidayah.” Selain itu: “Hai orang2 yg beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yg memberi kehidupan kepada kalian.” Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguh kehidupan yg bermanfaat akan terwujud apabila kita memenuhi seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Barangsiapa tdk memenuhi dia tdk mendapatkan kehidupan. Dan jika dia memiliki kehidupan yg selalu melampiaskan hawa nafsu mk kehidupan sama dgn kehidupan binatang yg paling rendah. mk kehidupan yg hakiki adl kehidupan dlm memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya baik lahiriah maupun batiniah. Mereka hidup walaupun jasad mereka telah mati dan selain mereka mati walaupun jasad mereka hidup.”
Dengan kejelasan hujjah Allah Subhanahu wa Ta’ala ini masih saja ada manusia yg berusaha mengelak bila hujjah itu mengenai diri pemikiran keyakinan amalan dan sebagainya. mk muncullah orang-orang yang phobia terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bagaikan mendengar suara halilintar yg akan menyambar dan memecah gendang telinga.
Namun ada orang yang menjadikan ayat-ayat yang didengar dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibacakan bagaikan siraman kesejukan atas kegersangan hidupnya. Dia bisa mengambil manfaat untuk keselamatan diri dan menjadikan sebagai tameng dari murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di sinilah terlihat betapa mahal hidayah dan Maha Bijaksana Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam ketentuan-Nya. Oleh karena itu manusia di hadapan wahyu tidak terlepas dari dua keadaan dan kedua telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabda beliau:
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أوْ عَلَيْكَ
Dan Al-Qur’an akan menjadi hujjah bagimu atau menjadi penggugat atas dirimu.
Tiga penyeru pada diri tiap insan. Bila tiap orang sadar dan introspeksi ia akan menemukan ada penyeru di dlm diri yg akan mengajak kepada ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala ataupun kepada murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh krn itu tiap jiwa jangan sekali-kali suka mengkambinghitamkan orang lain dan hendaklah dia mengarahkan cercaan itu kepada diri sendiri. Ada tiga penyeru yg masing-masing memiliki kekuatan besar pada diri tiap orang dan ketiga kekuatan akan saling menjatuhkan satu sama lain bila salah satu mendapatkan peluang dan kesempatan yg lbh banyak.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguh pada tiap jiwa ada tiga seruan dan pendorong yang saling menarik. Satu seruan mengajak diri untuk berhias dengan sifat-sifat setan seperti sifat sombong hasad cinta ketinggian dzalim berbuat jahat suka mengganggu suka kerusakan dan penipuan. Penyeru yang mengajak untuk berakhlak seperti binatang itulah seruan syahwat. Dan seruan yang mengajak kepada akhlak para Malaikat seperti ihsan suka menasihati menganjurkan kepada kebajikan ilmu dan ketaatan. Penyeru ketiga adalah kurang atau tidak ada muru`ah .”
Senang kedudukan dan berbuat dzalim adl akhlak setan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengungkap satu sifat yg tersembunyi pada diri anak Adam di mana sifat ini sangat berbahaya yaitu sifat tamak dan rakus. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّ ِلإِبْنِ آدَامَ وَادِياً مِنْ ذَهَبٍ لأَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِياَنِ وَلَنْ يَمْلأَ فاَهُ إِلاَّ التُّرَابُ وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تاَبَ
“Jika anak Adam memiliki satu lembah emas dia akan mencari agar menjadi dua lembah dan tdk ada yg akan menutup mulut melainkan tanah. Dan Allah menerima taubat orang yg bertaubat.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Al-Karmani berkata: “Yang dimaksud hadits ini bukan hanya satu anggota badan saja karena tanah tidak hanya menutupi mulut saja namun yang lain pun bisa tertutupi. Hadits ini merupakan kinayah tentang kematian yang akan menutupi seluruh jasad seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak akan merasa puas dari dunia sampai dia mati.”

Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata: Ath-Thibi berkata: “Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam diberi tabiat cinta kepada harta benda dan tidak merasa puas untuk mengumpulkan kecuali orang-orang yang telah dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diberi taufiq untuk menghilangkan tabiat ini dan sedikit sekali dari mereka yang mendapatkan taufiq.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Makna hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu adalah bahwa bani Adam tidak akan merasa puas dari harta benda. Jika dia memiliki satu lembah dia akan berusaha untuk menjadi dua lembah dan tidak ada yang akan menutupi mulut melainkan tanah bila dia telah mati dan meninggalkan dunianya. maka di saat inilah dia menjadi percaya setelah dunia hilang darinya. Bersamaan dgn itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan utk bertaubat krn mayoritas orang yang rakus dunia tidak akan memelihara diri dari perkara yg Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan.”
Apabila seseorang tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terlepas dari sifat rakus maka dia akan berusaha untuk menjadi orang nomor satu dan yang paling tinggi. Dia akan menumbangkan tiap orang yang akan menggeser kedudukan sehingga tidak takut lagi untuk mendzalimi saudara sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ اْلآخِرَةُ نَجْعَلُهاَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فَساَدًا
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Manusia itu terbagi menjadi empat macam. Pertama orang-orang yang menginginkan ketinggian atas orang lain dan menginginkan kerusakan di muka bumi yaitu dengan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka itu adalah tingkatan para raja dan pemimpin yang merusak. Kedua orang-orang yang menginginkan kerusakan dan sama sekali tidak menginginkan ketinggian seperti hal pencuri pelaku maksiat dari kalangan orang-orang rendahan. Ketiga orang yang menginginkan ketinggian dengan tidak menginginkan kerusakan seperti seseorang yang memiliki ilmu agama dan dia menginginkan ketinggian dari orang lain. Keempat mereka adalah penduduk surga yang tidak menginginkan ketinggian di muka bumi dan kerusakan akan tetapi dia lebih tinggi kedudukan dari yang lain.”Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa negeri akhirat dan keni’matan yang abadi tidak akan berpindah apalagi hilang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman merendahkan diri dan tidak menginginkan sedikitpun ketinggian di muka bumi. Arti tidak mengangkat dan membesarkan diri di hadapan makhluk angkuh dan melakukan kerusakan di tengah-tengah mereka sebagaimana ucapan ‘Ikrimah al-‘ulu arti keangkuhan Sa’id bin Jubair berkata al-‘ulu arti kedzaliman Sufyan Ats-Tsauri mengatakan dari Manshur dari Muslim Al-Bithin al-‘ulu di muka bumi arti ‘menyombongkan diri dengan kebatilan dan kerusakan’ yakni mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar.”Kerusakan yang diakibatkan oleh sifat rakus adalah besar. Mari kita menyimak apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kerusakan yang diakibatkan oleh dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas pada seekor kambing tidak akan lebih besar dibanding seseorang yang rakus terhadap kedudukan dan harta benda bagi agamanya.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa rakus seseorang terhadap harta benda dan kedudukan akan merusak agama dan kerusakan ini lebih dahsyat dibanding kerusakan dua serigala yang sedang lapar terhadap kambing yang menyendiri.”Wallahu a’lam bish-shawab.[8]

FITRAH DAN CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Maksud citra manusia di sini adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah Allah yang di bawah sejak ia dilahirkan. Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat dirubah, sebab jika berubah maka ekstensi manusia menjadi hilang. Namun secara actual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia sendiri.

CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI BARAT KONTEMPORER
Pemahaman tentang citra mnausia sangat beragam. Hal itu tergantung pada latar belakang dimana citra itu terumuskan, misalnya latar belakang agama, ideologis bangsa, cara pandang, pendekatan studi, dan sebagainya. Dalam rentan sejarah perkembangan psikologi Barat kontemporer selain memiliki keunggulan konsep-konsep dan teori-teorinya, terdapat sejumlah kritik dan catatan.
Aliran psikoanalisis adalah aliran psikologi menekankan analisis struktur kejiwaan manusia yang relative stabil dan menetap. Aliran ini dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939) yang kemudian disempurnakan oleh “Putra Mahkotanya” Carl Gustav Jung dan Erik H. Erikson.[9]
Dalam uraian di atas, Freud membagi tiga aspek struktur kepribadian ke dalam tiga kategori; aspek biologis (struktur Id), psikologis (super ego) dan sosiologis (struktur super ego).[10]
Aliran Behavioristik adalah aliran psikologi yang menekankan teori-teori pada perubahan tingkah laku manusia. Aliran ini dipelopori oleh John Dollard, Skinner dan Neal E. Miller. Psiko Behavioristik menolak struktur kejiwaan manusia yang relative stabil dan menetap. Mereka berkeyakinan bahwa tingkah laku seseorang mudah berubah yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Menurut Skinner, keyakinan manusia terhadap suatu agama dan upacara ritual untuk mengagungkan Tuhan merupakan tingkah laku tahayul dari burung dara yang kelaparan yang terus-menerus mengulang gerakan khusus berdasarkan system pengutan (reinforcement).[11]
Aliran psiko-humanistik adalah aliran psikologi yang menekankan kekuatan dan keistimewaan manusia. Manusia lahir dengan citra dan atribut yang baik dan dipersiapkan untuk berbuat yang baik pula. Diantara citra baik itu adalah sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia, seperti: berfikir, berimajinasi, bertanggungjawab, berestetika, beretika dan sebagainya. Orientasi aliran ini lebih menekankan pada pola-pola kemanusiaan sehingga ia lebih dikenal sebagai aliran yang berpaham humanisme.
Aliran psiko-humanistik sangat menggantungkan teori strukturnya pada kekuatan manusia (antroposentris), sehinggga hasil teorinya selangkah lagi menjaadi ateisme. Aliran ini juga terkesan menganggap diri manusia berperan sebagai Tuhan (play god).
Empat Pandangan Tentang Fitrah
1. Pandangan Fatalis
Dalam pandangan ini mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Alloh adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan.
Dasar yang digunanakan adalah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda tentang firman Alloh “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka” bahwa ketika Alloh mengeluarkan Adam dari surga dan sebelum turun dari langit, Alloh mengusap sulbi sebelah kanan Adam dengan sekali usapan, lalu mengeluarkan darinya anak keturunan yang berwarna putih seperti mutiara dan seperti dzur (keturunan). Alloh berfirman kepada mereka, “masuklah ke dalam surga dengan nikmat-Ku” lalu Alloh mengusap sulbi Adam sebelah kiri dengan sekali usapan, lalu mengeluarkan anak keturunannya yang berwarna hitam dalam bentuk dzur. Alloh berfirman, “masuklah ke neraka dan aku tidak peduli.” Yang demikian itulah maksud Alloh tentang golongan kanan dan golongan kiri. Kemudian Alloh mengmbil kesaksian terhadap mereka dengan berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhan kalian? Mereka menjawab, Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi.”
2. Pandangan Netral
Dasar dari pandangan ini adalah Q.S. An-Nahl : 78
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Pandangan ini berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, yaitu suatu keadaan kosong sebagaimana adnya, tanpa kesadaran akan iman atau kufur. Mereka lahir dalam keadaan utuh atau sempurna, tetapi kosong dari suatu esensi yang baik atau yang jahat. Menurut pandangan ini, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak berdosa. Dia akan memperoleh pengetahuan tentang yang benar dan yang salah, tentang kebaikan dan kebenaran serta keburukan dan kejahatan, dari lingkungan eksternal.
3. Pandangan Positif
Menurut Ibnu Taimiyyah, semua anak terlahir dalam keadaan fitrah, yaitu keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini. Hal ini berdasarkan Q.S Ar-Ruum:30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”[12]

4. Pandangan Dualis
Berbeda dengan ketiga pandangan yang telah diuraikan di atas, pandanga dualis baru muncul pada abad ke-20. Dalam pandangan ini manusia diciptakan dengan membawa dua sifat dasar yang bersifat ganda. Hal ini berdasar pada Q.S. Al-Hijr: 28-29
øŒÎ)ur tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #\t±o0 `ÏiB 9@»|Áù=|¹ ô`ÏiB :*yJym 5bqãZó¡¨B ÇËÑÈ   #sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ  
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”[13]
Q.S Al-Balad: 10
çm»oY÷ƒyydur ÈûøïyôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ  
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”[14]
Q.S Asy-Syams : 7-10
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ   $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ   ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ   ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ  
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Perbandingan Pandangan Psikologi islam dengan Filsafat dan Psikologi Modern
1. Doktrin Kristen
Berbeda dengan pandangan Psikologi Islam, menurut doktrin Kristen manusia terlahir dalam kedaan dosa dan dalam suatu keadaan yang tidak suci.
2. Pandangan Psikoanalisis
Pandangan ini mengungkapkan bahwa manusia lahir dalam keadaan cenderung untuk memenuhi dorongan hidup (eros) dan dorongan mati (thanatos). Darongan hidup mewujud dalam bentuk libido-seksualita, dan dorongan mati dalam bentuk bunuh diri dan agresi.
3. Pandangan Fisafat Empirisme dan Psikologi Perilaku
Pandangan ini mengacu dari teori tabularasa, yaitu manusia lahir dalam keadaan netral, bagaikan kertas putih. Manusia tidak memiliki bakat atau potensi yang bersifat melekat dalam dirinya semenjak lahir untuk menjadi manusia yang baik atau buruk. Kebaikan dan keburukan, kepandaian dan kebodohan, semata-mata terjadi karena faktor-faktor yang bersifat eksternal.
4. Pandangan Filsafat Eksistensialisme dan Psikologi Humanistik
Pandangan ini mempercayai bahwa manusia memiliki potensi untuk mengatur kehidupannya sendiri. Karena kemampuan potensialnya itu, manusia memiliki peluang untuk menjadi pengatur dan penentu kehidupannya sendiri. Bahkan, manusia dapat menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri.
Dari keempat pandangan di atas dapat dibandingkan bahwa
1.    Pandangan Islam dan Psikologi Islami bersifat transcendental dan mempercayai sepenuhnya bahwa keberadaan manusia di ciptakan Alloh. Hal ini berbeda dengan pandangan filsafat dan psikologi barat modern yang tidak mencatat aspek penting bahwa kehadiran manusia diciptakan oleh Alloh
2.    Menurut Islam dan Psikologi Islami, manusia diciptakan dengan tujuan dan misi khusus, yaitu beribadah kepada Alloh dan menjadi khalifah di bumi. Berbeda dengan psikologi barat yang tidak memandang tujuan dari penciptaan dan kehadiran manusia.





KESIMPULAN

Walaupun seringkali terdapat perbedaan antara Psikologi Barat dan Islami, akan tetapi dari beberapa hal dapat diperoleh titik temu diantara keduanya. Pandangan fatalis mempercayai bahwa apa yang terjadi pada manusia sudah sepenuhnya ditetapkan oleh Alloh, manusia tidak memiliki pilihan kecuali memenuhi ketetapan Alloh. Ketetapan Alloh sudah melekat secara inheren dalam diri manusia. Dalam keadaan manusia secara alamiah buruk, maka pandangan fatalis sesuai dengan teori psikoanalisa yang mempercayai sifat asal manusia yang buruk. Bila manusia ditetapkan baik secara alamiah, maka pandangan ini sesuai dengan pandangan psikologi humanistik.
Pandangan netral mempercayai bahwa apa yang terjadi pada manusia bergantung pada faktor-faktor eksternal. Pandangan fitrah yang bersifat netral mengungkapkan pandangan bahwa pada dasarnya manusia dilahirkan kosong, bodoh, dan tidak beriman, sangat mirip dengan teori psikologi behaviorisme (tabularasa)
Sementara pandangan positif mempercayai bahwa manusia diciptakan dalam keadaan positif, cenderung kepada kebaikan, namun faktor eksternal dapat mengubah hal positif itu. Pandangan ini adalah pandangan khas psikologi Islami
















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir.2011.Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Erbe Sentanu.2007.Quantum Ikhlas. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Fuad Nashori.2003.Potensi-Potensi Manusia. Yogyakarta : Pustaka pelajar
Muhammad ‘Utsman Najati.2003. Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi.Jakarta : Mustaqim


[1] Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuhu Surga, Paramadina, Jakarta, 1994
[2] Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007. Hal.11
[3] http://bacindul.blogspot.com/2012/07/makalah-fitrah-manusia-dalam-pendidikan.html

[4] Hadist tersebut diriwayatkan oleh Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan At-Turmudzi (Nashif, vol. V, hal 196)
[5] Najati, Muhammad Ustman, Psikologi Dalam Tinjauan Hadist Nabi,Jakarta :Mustaqim. 2003
[6] Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, op. cit, h.283

[7] Ibid
[8] : www.asysyariah.com
[9] Erich Fromm, al-Din wa al-Tabliliy al-Nafs, terj. Fu’ad Kamil, (Cairo: Maktabah al-Gharbiyah, tt).,hlm. 15.
[10] Ibid., hlm. 16.
[11] Malik B. Badri, op.cit., hlm. 6.
[12] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.


[13] Dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.
[14] Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan

1 komentar:

Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.