Perilaku Prososial
“Dunia ini kejam bukan karena dihuni orang-orang jahat, tetapi karena
orang-orang yang tidak peduli” (Abert Einstein)
Manusia adalah
makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam setiap hal kehidupannya
senantiasa membutuhkan apa yang ada dalam lingkungannya khususnya membutuhkan
akan peran dan bantuan manusia lainnya. Dan unik bila kita mempelajari tentang
cara manusia bersosialisasi dengan manusia lainnya.
Dalam filosofi
Jawa terdapat tiga kata yang konon kata-kata tersebut adalah kunci kehidupan
bagi manusia. Ketiga kata tersebut adalah urap, urup dan urip. Urap bermakna
interaksi, bercampur. Untuk bisa hidup manusia terlebih dahulu harus bisa
berinteraksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia itu sendiri.
Meskipun manusia itu hidup sendirian di hutan belantara, dia tetap harus
berinteraksi dengan lingkungan sekitar untuk dapat mempertahankan hidupnya.
Kata Urup
mempunyai makna tukar. Setelah manusia itu melakukan interaksi dengan
lingkungan dan manusia yang lain, maka akan terjadi yang namanya tukar-menukar.
Dengan alam misalnya dalam bernapas manusia melakukan pertukaran dengan
pepohonan, dalam hal ini manusia membutuhkan oksigen yang merupakan sisa hasil
fotosintesis daun, dan daun sendiri memerlukan karbondioksida untuk proses
fotosintesisnya. Demikian juga dengan manusia lainnya manusia juga saling
bertukar apa pun demi menjaga kelangsungan hidupnya
Setelah proses
urap dan urup terpenuhi barulah Urip yang berarti hidup itu terjadi. Hal
tersebut dapat kita lihat pada kehidupan manusia terdahulu sebelum ditemukannya
uang uang sebagai alat pembayaran seperti saat ini. Sebagai contoh individu
yang satu mempunyai padi dalam jumlah yang banyak, sedangkan individu yang lain
mempunyai ikan yang banyak jumlahnya dari hasil tangkapannya, maka agar kedua
individu dapat merasakan nikmatnya makan nasi dan lauk ikan maka keduanya akan
saling bertukar.
Setelah
peradaban manusia mengalami perkembangan yang pesat, maka dalam dunia
interaksinya ada berbagai macam cara dan tujuan atau maksud tertentu. Hal ini
ada karena semakin kompleksnya pemikiran manusia, termasuk cara-cara manusia
dalam memenuhi kebutuhan atau mencapai keinginan dalam hidupnya.
Salah satu
cara interaksi manusia yang akan menjadi pembahasan adalah perilaku prososial
dan altruisme. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kedua perilaku tersebut
mempunyai makna yang sama yakni membantu atau menolong orang lain. Sedangkan
letak perbedaannya adalah tujuan dan maksud manusia dalam menolong. Pada
intinya perilaku prososial adalah perilaku membantu orang lain yang bertujuan
agar memperoleh imbalan (pamrih), sedangkan altruisme adalah membantu orang
lain tanpa ada unsur pamrih didalamnya.
Sebagai
ilustrasinya adalah sebagai berikut. Pak Sammy alias Pak Samijan adalah seorang
caleg (calon anggota legislatif) dari parpol A. Mendekati hari pemilihan umum
beliau sangat aktif dalam berbagai kegiatan sosial, beliau senantiasa
mengunjungi para pedagang kaki lima dan para pekerja berat, termasuk sering
melakukan kegiatan bakti sosial dan pengobatan gratis bagi warga kurang mampu.
Padahal sebelumnya beliau adalah seorang pengusaha yang sibuk mengurusi
bisnisnya sampai-sampai siapa nama tetangganya beliau lupa. Kegiatan-kegiatan
sosial yang beliau lakukan adalah bertujuan agar orang lain menaruh simpati
kepadanya dan bersedia memilihnya menjadi anggota legislatif pada pemilu
mendatang.
Seandainya apa
yang lakukan pak Sammy tersebut sebelumnya sudah sering dilakukan dan beliau
bukan termasuk salah seorang caleg, dan kegiatan-kegiatan bakti sosial itu
sudah menjadi kebiasaannya dalam membantu orang lain tanpa ada keinginan
tertentu dibaliknya, maka itu adalah yang disebut dengan altruism. Dikarenakan
kegiatan pak Sammy adalah dengan pamrih agar terpilih menjadi anggota
legislatif maka perilaku pak Sammy termasuk dalam kategori prososial.
Pembahasan
tentang perilaku prososial sendiri telah mencakup lebih luas ke beberapa
tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa
memperdulikan motif-motif si penolong. Beberapa teori tentang mengapa seseorang
bersedia menolong orang lain atau tidak adalah sebagai berikut [1]:
1. Teori Sosiobiologi
Teori ini
mengemukakan bahwa predisposisi untuk menolong
merupakan bagian dari warisan genetik kita yang evolusioner. Teori ini
dipelopori oleh sosiobilog. Para ilmuwan seperti halnya Charles Darwin telah
mengamati berbagai perilaku prososial diantara species hewan. Seperti kelinci
akan membuat keributan dengan kaki belakangnya untuk memperingatkan hewan lain
tentang adanya predator. Seekor ayam betina akan mengeluarkan suara keras
sebagai pertanda datangnya elang yang akan memangsa anak-anak ayam agar segera
bersembunyi di tempat yang aman. Dan masih banyak lagi hal-hal yang dilakukan
binatang dalam upayanya member pertolongan kepada hewan yang lain, yang
kemudian perilaku tersebut banyak diterapkan dalam kehidupan manusia.
2. Teori Evolusi Sosial
Kritik terhadap
teori sosiobiologi menyatakan bahwa faktor sosial jauh lebih penting
dibandingkan faktor biologis dalam menentukan perilaku sosial. Donald Campbell
(1975) mengemukakan bahwa evolusi genetik bisa membantu menjelaskan beberapa
perilaku prososial dasar seperti pemeliharaan orang tua terhadap anaknya,
tetapi tidak dapat diterapkan pada contoh yang lebih ekstrem seperti menolong
orang asing yang mengalami kesulitan. Kasus semacam ini lebih baik
dijelaskan dengan teori evolusi sosial.
Menurut pandangan ini, secara bertahap dan selektif masyarakat manusia
mengembangkan keterampilan, keyakinan, dan teknologi yang menunjang
kesejahteraan kelompok tersebut. Karena pada umumnya bermanfaat bagi
masyarakat, perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma sosial.
Tiga norma yang penting bagi perilaku prososial adalah :
a. Norma
tanggung jawab sosial
Menentukan bahwa
seharusnya kita membantu orang lain yang bergantung pada kita
b. Norma
saling ketimbalbalikan
Seseorang akan
cenderung menolong orang lain yang pernah menolong kita.
c. Norma
keadilan sosial
Salah satu
prinsip keadilan adalah kesamaan. Menurut prinsip ini, dua orang yang
memberikan andil yang sama dalam suatu tugas harus menerima ganjaran yang sama.
3. Teori Belajar
Perilaku
prososial dapat terbentuk karena adanya proses belajar dari individu itu
sendiri. Banyak cara yang diperoleh dari belajar, diantaranya dari melihat
perilaku prososial orang disekitarnya maupun melalui cara reward dan
punishment.
Tahapan Perilaku Prososial
1. Tahap Perhatian
Perhatian
merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku prososial. Ada perhatian atau
tidak. Hal ini tidak lain karena perilaku manusia banyak ditentukan oleh
kemauan atau kehendaknya. Perhatian ini bisa muncul oleh beberapa hal, misalnya
: terganggu oleh kesibukan, ketergesaan, terdesak oleh kepentingan lain.
2. Interpretasi Situasi
Interpretasi
atas situasi juga menentukan perilaku prososial seseorang. Pendeknya, bagaimana
seorang individu itu menginterpretasikan kejadian yang diperhatikan. Dalam
menginterpretasikan kejadian itu, ada dua macam model yang ditunjukkan :
a.
Sesuatu yang perlu ditolong
b.
Sesuatu yang tidak perlu ditolong
3. Tanggung Jawab Sosial (orang banyak)
Seseorang
yang mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang tinggi akan mempunyai
kecenderungan besar untuk menunjukkan perilaku prososial. Seseorang mungkin
akan dapat menolong orang yang dibencinya karena adanya perasaan ini.
4. Mengambil Keputusan (untuk menolong atau
tidak)
Walaupun
tadi sudah diputuskan untuk menolong, karena adanya berbagai hambatan antara
lain : pengalaman-pengalaman terdahulu, dan sebagainya mungkin seseorang tidak
jadi menolong. Oleh karena itu, sebenarnya pengambilan keputusan untuk menolong
atau tidak sangat ditentukan juga oleh berbagai faktor intern maupun ekstern
Faktor Penentu Perilaku Prososial
1. Situasi sosial
Beberapa
penelitian menunjukkan adanya korelasi negatif antara besarnya kelompok atau
pemerhati terhadap perbuatan menolong. Karena dalam situasi kelompok besar
terjadi apa yang disebut diffusion of
responsibility (kekaburan tanggung jawab), kecuali apabila kelompok
tersebut memiliki sifat kohesivitas yang tinggi.
Terdapat
tiga hal yang mempengaruhi perilaku prososial seseorang yang berkaitan dengan
situasi sosial (Sears, et all : 1988)
a.
Kehadiran seseorang
Semakin
banyak orang maka akan terjadi kekaburan tanggung jawab sosial
b.
Sifat lingkungan
Seseorang
akan menolong orang lain pada saat lingkungan mendukung. Seperti contoh orang
akan enggan menolong orang lain disaat situasi hatinya kurang menyenangkan.
c.
Tekanan keterbatasan waktu
Orang
akan menolong orang lain jika dia mempunyai waktu dan kesempatan yang
mendukung. Sebagai contoh seorang mahasiswa yang akan mengikuti UAS akan
berpikir ulang untuk menolong orang lain karena dia khawatir terlambat dan
todak dapat mengikuti UAS
2. Karakteristik orang-orang yang terlibat
a.
Persamaan antara penolong dan yang ditolong
Semakin
banyak persamaan seseorang, maka kecenderungan menolong akan semakin tinggi
pula.
b.
Kedekatan hubungan
Orang
pada umumnya akan mempunyai kecenderungan menolong yang lebih tinggi kepada
orang yang mempunyai kedekatan
c.
Daya tarik korban
Orang
yang mempunyai daya tarik lebih memungkinkan untuk lebih mudah ditolong, karena
daya tarik tersebut dapat menimbulkan rasa senang sebagai motivasi positif
untuk melakukan pertolongan
3.
Faktor-faktor
internal tertentu / mediator internal
a.
Mood, yaitu dorongan yang besar pada orang itu
untuk menolong
b.
Empati, ada hubungan antara besarnya empati pada
perilaku menolong. Makin besar empati maka keinginan menolong akan menjadi
besar.
c.
Arousan, yaitu dorongan/keinginan pada orang
tertentu yang muncul dengan aktivitas untuk bebuat menolong
4. Latar belakang kepribadian
a.
Orientasi nilai
Seorang
individu yang di dalam pribadinya telah tertanam jiwa “ringan tangan” akan
lebih suka menolong orang lain yang sedang membutuhkan. Jadi sikap menolong itu
timbul dari kebiasaan individu
b.
Pemberian atribut
Orang
akan cenderung menolong orang lain yang dilnilai berdasarkan tingkat kedekatan
atau seberapa kenal dengan orang yang ditolong. Bisa juga berdasarkan penilaian
sosial, seperti perilaku sehari-hari.
c.
Sosialisasi
Perilaku
prososial bisa timbul karena adanya informasi atau pengajaran tentang sikap,
seperti sikap ringan tangan. Biasanya hal ini lebih efektif kepada anak-anak
usia dini.
[1]
Siti Mahmudah, Psikologi Sosial Teori dan
Model Penelitian, (Malang ; UIN-MALIKI PRESS, 2011), hal 54-56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.