Sabtu, 04 Mei 2013

PERILAKU SOSIAL



Perilaku Prososial
“Dunia ini kejam bukan karena dihuni orang-orang jahat, tetapi karena orang-orang yang tidak peduli” (Abert Einstein)

Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam setiap hal kehidupannya senantiasa membutuhkan apa yang ada dalam lingkungannya khususnya membutuhkan akan peran dan bantuan manusia lainnya. Dan unik bila kita mempelajari tentang cara manusia bersosialisasi dengan manusia lainnya.
Dalam filosofi Jawa terdapat tiga kata yang konon kata-kata tersebut adalah kunci kehidupan bagi manusia. Ketiga kata tersebut adalah urap, urup dan urip. Urap bermakna interaksi, bercampur. Untuk bisa hidup manusia terlebih dahulu harus bisa berinteraksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia itu sendiri. Meskipun manusia itu hidup sendirian di hutan belantara, dia tetap harus berinteraksi dengan lingkungan sekitar untuk dapat mempertahankan hidupnya.
Kata Urup mempunyai makna tukar. Setelah manusia itu melakukan interaksi dengan lingkungan dan manusia yang lain, maka akan terjadi yang namanya tukar-menukar. Dengan alam misalnya dalam bernapas manusia melakukan pertukaran dengan pepohonan, dalam hal ini manusia membutuhkan oksigen yang merupakan sisa hasil fotosintesis daun, dan daun sendiri memerlukan karbondioksida untuk proses fotosintesisnya. Demikian juga dengan manusia lainnya manusia juga saling bertukar apa pun demi menjaga kelangsungan hidupnya
Setelah proses urap dan urup terpenuhi barulah Urip yang berarti hidup itu terjadi. Hal tersebut dapat kita lihat pada kehidupan manusia terdahulu sebelum ditemukannya uang uang sebagai alat pembayaran seperti saat ini. Sebagai contoh individu yang satu mempunyai padi dalam jumlah yang banyak, sedangkan individu yang lain mempunyai ikan yang banyak jumlahnya dari hasil tangkapannya, maka agar kedua individu dapat merasakan nikmatnya makan nasi dan lauk ikan maka keduanya akan saling bertukar.
Setelah peradaban manusia mengalami perkembangan yang pesat, maka dalam dunia interaksinya ada berbagai macam cara dan tujuan atau maksud tertentu. Hal ini ada karena semakin kompleksnya pemikiran manusia, termasuk cara-cara manusia dalam memenuhi kebutuhan atau mencapai keinginan dalam hidupnya.
Salah satu cara interaksi manusia yang akan menjadi pembahasan adalah perilaku prososial dan altruisme. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kedua perilaku tersebut mempunyai makna yang sama yakni membantu atau menolong orang lain. Sedangkan letak perbedaannya adalah tujuan dan maksud manusia dalam menolong. Pada intinya perilaku prososial adalah perilaku membantu orang lain yang bertujuan agar memperoleh imbalan (pamrih), sedangkan altruisme adalah membantu orang lain tanpa ada unsur pamrih didalamnya.

Sebagai ilustrasinya adalah sebagai berikut. Pak Sammy alias Pak Samijan adalah seorang caleg (calon anggota legislatif) dari parpol A. Mendekati hari pemilihan umum beliau sangat aktif dalam berbagai kegiatan sosial, beliau senantiasa mengunjungi para pedagang kaki lima dan para pekerja berat, termasuk sering melakukan kegiatan bakti sosial dan pengobatan gratis bagi warga kurang mampu. Padahal sebelumnya beliau adalah seorang pengusaha yang sibuk mengurusi bisnisnya sampai-sampai siapa nama tetangganya beliau lupa. Kegiatan-kegiatan sosial yang beliau lakukan adalah bertujuan agar orang lain menaruh simpati kepadanya dan bersedia memilihnya menjadi anggota legislatif pada pemilu mendatang.
Seandainya apa yang lakukan pak Sammy tersebut sebelumnya sudah sering dilakukan dan beliau bukan termasuk salah seorang caleg, dan kegiatan-kegiatan bakti sosial itu sudah menjadi kebiasaannya dalam membantu orang lain tanpa ada keinginan tertentu dibaliknya, maka itu adalah yang disebut dengan altruism. Dikarenakan kegiatan pak Sammy adalah dengan pamrih agar terpilih menjadi anggota legislatif maka perilaku pak Sammy termasuk dalam kategori prososial.
Pembahasan tentang perilaku prososial sendiri telah mencakup lebih luas ke beberapa tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Beberapa teori tentang mengapa seseorang bersedia menolong orang lain atau tidak adalah sebagai berikut [1]:
1.    Teori Sosiobiologi
Teori ini mengemukakan bahwa predisposisi untuk menolong  merupakan bagian dari warisan genetik kita yang evolusioner. Teori ini dipelopori oleh sosiobilog. Para ilmuwan seperti halnya Charles Darwin telah mengamati berbagai perilaku prososial diantara species hewan. Seperti kelinci akan membuat keributan dengan kaki belakangnya untuk memperingatkan hewan lain tentang adanya predator. Seekor ayam betina akan mengeluarkan suara keras sebagai pertanda datangnya elang yang akan memangsa anak-anak ayam agar segera bersembunyi di tempat yang aman. Dan masih banyak lagi hal-hal yang dilakukan binatang dalam upayanya member pertolongan kepada hewan yang lain, yang kemudian perilaku tersebut banyak diterapkan dalam kehidupan manusia.
2.    Teori Evolusi Sosial
Kritik terhadap teori sosiobiologi menyatakan bahwa faktor sosial jauh lebih penting dibandingkan faktor biologis dalam menentukan perilaku sosial. Donald Campbell (1975) mengemukakan bahwa evolusi genetik bisa membantu menjelaskan beberapa perilaku prososial dasar seperti pemeliharaan orang tua terhadap anaknya, tetapi tidak dapat diterapkan pada contoh yang lebih ekstrem seperti menolong orang asing yang mengalami kesulitan. Kasus semacam ini lebih baik dijelaskan  dengan teori evolusi sosial. Menurut pandangan ini, secara bertahap dan selektif masyarakat manusia mengembangkan keterampilan, keyakinan, dan teknologi yang menunjang kesejahteraan kelompok tersebut. Karena pada umumnya bermanfaat bagi masyarakat, perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma sosial. Tiga norma yang penting bagi perilaku prososial adalah :
a.    Norma tanggung jawab sosial
Menentukan bahwa seharusnya kita membantu orang lain yang bergantung pada kita
b.    Norma saling ketimbalbalikan
Seseorang akan cenderung menolong orang lain yang pernah menolong kita.
c.    Norma keadilan sosial
Salah satu prinsip keadilan adalah kesamaan. Menurut prinsip ini, dua orang yang memberikan andil yang sama dalam suatu tugas harus menerima ganjaran yang sama.
3.    Teori Belajar
Perilaku prososial dapat terbentuk karena adanya proses belajar dari individu itu sendiri. Banyak cara yang diperoleh dari belajar, diantaranya dari melihat perilaku prososial orang disekitarnya maupun melalui cara reward dan punishment.

Tahapan Perilaku Prososial
1.    Tahap Perhatian
Perhatian merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku prososial. Ada perhatian atau tidak. Hal ini tidak lain karena perilaku manusia banyak ditentukan oleh kemauan atau kehendaknya. Perhatian ini bisa muncul oleh beberapa hal, misalnya : terganggu oleh kesibukan, ketergesaan, terdesak oleh kepentingan lain.
2.    Interpretasi Situasi
Interpretasi atas situasi juga menentukan perilaku prososial seseorang. Pendeknya, bagaimana seorang individu itu menginterpretasikan kejadian yang diperhatikan. Dalam menginterpretasikan kejadian itu, ada dua macam model yang ditunjukkan :
a.    Sesuatu yang perlu ditolong
b.    Sesuatu yang tidak perlu ditolong
3.    Tanggung Jawab Sosial (orang banyak)
Seseorang yang mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang tinggi akan mempunyai kecenderungan besar untuk menunjukkan perilaku prososial. Seseorang mungkin akan dapat menolong orang yang dibencinya karena adanya perasaan ini.
4.    Mengambil Keputusan (untuk menolong atau tidak)
Walaupun tadi sudah diputuskan untuk menolong, karena adanya berbagai hambatan antara lain : pengalaman-pengalaman terdahulu, dan sebagainya mungkin seseorang tidak jadi menolong. Oleh karena itu, sebenarnya pengambilan keputusan untuk menolong atau tidak sangat ditentukan juga oleh berbagai faktor intern maupun ekstern

Faktor Penentu Perilaku Prososial
1.    Situasi sosial
Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi negatif antara besarnya kelompok atau pemerhati terhadap perbuatan menolong. Karena dalam situasi kelompok besar terjadi apa yang disebut diffusion of responsibility (kekaburan tanggung jawab), kecuali apabila kelompok tersebut memiliki sifat kohesivitas yang tinggi.
Terdapat tiga hal yang mempengaruhi perilaku prososial seseorang yang berkaitan dengan situasi sosial (Sears, et all : 1988)
a.    Kehadiran seseorang
Semakin banyak orang maka akan terjadi kekaburan tanggung jawab sosial
b.    Sifat lingkungan
Seseorang akan menolong orang lain pada saat lingkungan mendukung. Seperti contoh orang akan enggan menolong orang lain disaat situasi hatinya kurang menyenangkan.
c.    Tekanan keterbatasan waktu
Orang akan menolong orang lain jika dia mempunyai waktu dan kesempatan yang mendukung. Sebagai contoh seorang mahasiswa yang akan mengikuti UAS akan berpikir ulang untuk menolong orang lain karena dia khawatir terlambat dan todak dapat mengikuti UAS
2.    Karakteristik orang-orang yang terlibat
a.    Persamaan antara penolong dan yang ditolong
Semakin banyak persamaan seseorang, maka kecenderungan menolong akan semakin tinggi pula.
b.    Kedekatan hubungan
Orang pada umumnya akan mempunyai kecenderungan menolong yang lebih tinggi kepada orang yang mempunyai kedekatan
c.    Daya tarik korban
Orang yang mempunyai daya tarik lebih memungkinkan untuk lebih mudah ditolong, karena daya tarik tersebut dapat menimbulkan rasa senang sebagai motivasi positif untuk melakukan pertolongan
3.    Faktor-faktor internal tertentu / mediator internal
a.    Mood, yaitu dorongan yang besar pada orang itu untuk menolong
b.    Empati, ada hubungan antara besarnya empati pada perilaku menolong. Makin besar empati maka keinginan menolong akan menjadi besar.
c.    Arousan, yaitu dorongan/keinginan pada orang tertentu yang muncul dengan aktivitas untuk bebuat menolong
4.    Latar belakang kepribadian
a.    Orientasi nilai
Seorang individu yang di dalam pribadinya telah tertanam jiwa “ringan tangan” akan lebih suka menolong orang lain yang sedang membutuhkan. Jadi sikap menolong itu timbul dari kebiasaan individu
b.    Pemberian atribut
Orang akan cenderung menolong orang lain yang dilnilai berdasarkan tingkat kedekatan atau seberapa kenal dengan orang yang ditolong. Bisa juga berdasarkan penilaian sosial, seperti perilaku sehari-hari.
c.    Sosialisasi
Perilaku prososial bisa timbul karena adanya informasi atau pengajaran tentang sikap, seperti sikap ringan tangan. Biasanya hal ini lebih efektif kepada anak-anak usia dini.






[1] Siti Mahmudah, Psikologi Sosial Teori dan Model Penelitian, (Malang ; UIN-MALIKI PRESS, 2011), hal 54-56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan komentar anda akan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kami dalam berbagi.